Juru selamat

32 2 0
                                    

Rena POv...
Pagi ini aku terbangun dengan kondisi menyedihkan. Kepalaku sakit, badanku lemas, aku menolak untuk bangkit dari tempat tidur. Berbagai macam pertanyaan berkecamuk dikepalaku. Pertanyaan pertama adalah, apa Ardiyan memiliki wanita lain, disusul pertanyaan-pertanyaan lain seperti bagaimana aku menjalankan hari hariku kedepan tanpa Ardiyan? Apa yang harus aku lakukan jika aku rindu ingin menyentuh wajahnya? Memeluknya? Bercanda dengannya? Menciumnya dan akhirnya melepas rindu diranjang kami? Bagaimana, Ardiyan!!! Kamu bajingan.

Bisa bisanya kamu. Apa aku sudah sangat salah hanya karena meminta sebuah pernikahan? Aku harusnya diminta, bukan malah mengejar ngejar kamu. Bertanya tanya akan jadi apa hubungan kita ini nantinya. Dan jawabannya kudapatkan sekarang. Beginilah kita. Berpisah dalam kedukaan masing masing. Katamu sementara, bagaimana kalau Tuhan membuatnya menjadi selamanya? Ya berpisah selamanya karena jalan pikiranmu yang agak melencong. Aku ini perempuan, tidak seharusnya begini. Apa sebenarnya masalahmu Ardiyan? Mengapa kamu menutup-nutupi sesuatu? Suatu hari nanti aku pasti tahu apa isi kepalamu sebenarnya. Meski logikaku membencimu hingga ke nadi, tapi hatiku tidak mampu berdusta. Jauh didalam lubuk hati, aku percaya, aku yakin, kamu hanya mencintaiku seorang.

Drrrt Drrrtt. Handphone kecilku bergetar. Kulihat tertera sebuah nama yang tidak asing lagi untukku. Mas Lando. "Lando.." kataku pelan memanggil namanya. Aku berusaha untuk tidak menangis ditelepon, tapi sayang, Lando terlalu mengenalku. "Aku ke apartemen kamu sekarang juga. Tunggu." Aku menghela nafas berat. Aku harus melakukan sesuatu untuk menghilangkan kesedihanku, bagaimana kalau memasak? Atau menonton televisi? Ya benar, memasak sambil menonton televisi. Makin banyak kegiatan makin tidak kesepian aku. Aku akan mengeluarkan semua bahan bahan yang ada dikulkas. Aku akan memasak apa saja. Apa saja sampai semua bahan makananku habis, atau sampai tidak ada lagi siaran ditelevisi ini. Tapi, tapi, ternyata aku hanya diam saja. Aku bahkan tidak menyentuh apapun.

Aku sadar, aku masih terduduk dilantai menggenggam handphoneku. Lalu, secara sadar, air mataku mengalir, pelan seperti gerimis, lalu deras seperti hujan badai, disusul gerai tawa pahit. Aku Rena Hatta, hari ini adalah pertama kalinya aku menangis sekaligus menertawakan diriku sendiri. "Kenapa ardiyan?" aku bertanya tanya tapi tak memperoleh jawaban. "Kenapa aku? Siapa yang jahat disini ardiyan?" aku masih menangis. Aku butuh menangis. Harus aku enyahkan semua perasaan sesak didada ini. Aku banting semua benda yang ada didekatku. Namun, ketika aku sangat terguncang, sampai hampir susah untuk bernafas, seseorang datang dan memelukku. Membenamkan kepalaku didadanya. Mengelus rambutku. Menciumi kepalaku. "Jangan menangis, Re. aku tidak rela, akan aku bunuh siapapun yang membuatmu begini. Tolong, Re. jangan sampai aku lepas kendali." Suara itu terdengar sedih tapi sedikit menggeram. Orlando. Ya benar, dia Orlando. Orlando datang, dia ada dihadapanku, memegangku dengan erat. Tapi mengapa kemunculannya tidak bisa mengusir kesedihanku? Lalu, aku memeluknya, hatiku terasa tenang. Darah di dalam tubuhku mulai mengalir lagi. Kepalaku terasa enteng. "Lando, sakit sekali rasanya". Kataku tanpa melepaskan pelukannya.

Dia mencium keningku lalu mengangkatku ke tempat tidur. "Sebentar, aku buatkan susu panas dulu agar kamu tenang.." dia berlalu ke dapurku. Tidak sampai lima menit, Lando kembali masuk dengan segelas susu panas favoritku. "Minumlah.." dia menyodorkan gelas itu padaku. Aku mengecap sedikit demi sedikit. Masih sangat panas. "Kamu berantakan sekali, matamu bengkak. Tidak tidur semalaman?" tanyanya menyelidik. "Aku baik baik saja". Memaksakan tersenyum.
"Kamu tidak bisa menggunakan topengmu dihadapanku, re." kami bertatapan. Matanya. Mata orlando, seakan bisa membaca seluruh kesedihanku. Aku tidak sanggup berbohong. "ada apa?" tanyanya lagi. Aku menyalakan musik dari iphoneku. Sengaja aku memutar lagunya Taylor Swift yang berjudul Last kiss, agar melalui lagu itu, dia bisa paham dan mengerti dengan apa yang terjadi tanpa perlu aku bercerita panjang lebar. Ini memang menjadi kebiasaanku jika sedang sedih lalu ada orang yang bertanya ada apa. "His name forever the name on my lips.." ucapku pelan.
"Namanya tidak perlu menjadi nama yang kamu sebut selamanya, Re." Lando memandangku sedih. Aku tahu mungkin kamu mencintaiku lebih dari Ardiyan mencintaiku, sayang. "Aku tidak mau memanfaatkan keadaanmu, kamu tidak pantas diperlakukan seperti ini, Re. kamu berhak mendapatkan lebih.." Orlando mengucapkannya dengan tulus. Aku bisa merasakannya. Dia mencium keningku lagi. "Aku tidak bisa berbohong, aku senang sekali hubunganmu memburuk dengan ardiyan. Tapi, aku tidak suka sayang, melihatmu menangis seperti ini. Jadi, jangan. Jangan menyakitiku lebih jauh lagi, melihatmu hanyut dalam kesedihan adalah hal yang paling tidak ingin aku lihat.."

Pada saat seperti ini, aku menyempatkan diri berterima kasih pada Tuhan. Bahwasanya dia mengirim seseorang untuk mencintaiku lalu menyakitiku, namun dia juga tidak lupa mengirimkan obatnya. Lando adalah obatku, dia yang akan membuatku kuat dan bertahan. Dia adalah Lando yang akan mengajarkan apa artinya bahagia dan akan mengenalkanku pada dunia yang lebih luas dan liar. Permainan macam apa yang Kau ingin kami untuk mainkan, Tuhan? Haruskah aku melewati semuanya ini agar tahu siapa yang paling pantas aku cintai dan mencintaiku? Jawablah wahai Pemilik Segala, sesungguhnya hati kami berada diantara jari jemarimu, Allah.

"Lapar gak?" Lando membuyarkan pikiranku. Aku mengangguk lemah. "Kasihan perutmu, nanti dia gak buncit lagi. Kita makan ya?" aku tertawa kecil menanggapi leluconnya. "Nah gitu dong, ketawa. Biar gak gila". Aku menatapnya, mengucapkan terimakasih dalam hati. "Sama-sama sayang.." jawabnya lembut. Ah, sekarang aku percaya kami benar benar bisa bertelepati.
Akhirnya siang itu, lagi lagi, Lando yang memasak untukku. Dia membuatkan ayam lada hitam untuk menu makan siangku. Dia mengurusku dengan sungguh-sungguh. Dengan penuh cinta. "Kamu nonton tivi dulu ya, aku mau beresin meja makannya, biar kamu enak makannya".
"Boleh gak aku makannya dikamar aja? Tapi suapin.." pintaku dengan memelas. Aku tidak ingin beranjak. Aku betah dikasurku. "Aku suka deh kalo kamu udah manja begini". Dia mencium hidungku dengan gemas. "Yaudah, kamu tunggu disini ya. Aku bawain makanannya kekamar". Lando disibukkan dengan urusannya didapur. Aku mulai tenggelam dengan handphoneku. Aku sempatkan mengecek email, bbm, line, path dan instagram. Tidak ada tanda-tanda kehidupan dari Ardiyan. Pesawatnya berangkat siang ini ke Palembang dan dia sama sekali tidak mengirimiku pesan, atau setidaknya ucapan selamat tinggal. Segitunya kamu padaku, Di. Mungkin kali ini aku memang harus move on. Mengikhlaskan kalau aku di-php. Ya bahasa gaulnya sih begitu. Aku harus melanjutkan hidupku, aku tidak ingin berjalan ditempat. Aku masih punya masa depan, karir yang bagus, dan Lando. Ya, aku masih punya dia.

​"Sayang?" tiba tiba dia muncul didepan pintu kamar sambil membawa nampan yang berisi makan siangku. Aku segera membantunya mengangkat nampan itu. "Kalau masakannya gak enak, kamu aku gigit". Ancamku padanya. Lando tersenyum lebar, "Wow, Re-ku sekarang sudah bisa bercanda lagi". Dia mencium bibirku dengan lembut, "bertahan ya sayang, aku tau kamu kuat. Kita lewati semua ini sama-sama". Kamu benar Lando, aku memang kuat. Kuatku adalah kamu. "Lando, sama kamu memang selalu menenangkan, seberapapun besar masalah yang sedang aku hadapi." Aku memeluknya, menyandarkan kepalaku didada bidangnya. "Aku mencintai kamu, re. Entah mengapa, sampai sekarang aku belum menemukan jawabannya".
"Biar saja begini, bukankah cinta tidak harus menjawab pertanyaan 'mengapa'?"
"Aku mencintaimu, Rena. Jangan menyerah untuk move on".
Aku tidak akan menyerah sayang. Aku janji, aku akan menata lagi ruang dihatiku, agar kamu bisa tinggal dengan nyaman didalamnya, tidak perlu lagi berbagi ruang dengan Ardiyan. Aku akan belajar, memperlakukanmu seperti yang nomor satu.
***

I Behind YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang