Part 1

570 24 16
                                    

Cerita ini baru pertama kali saya buat. Jadi kalo aneh ya tolong dimaafkeun. Iseng aja kok ini mah.

Happy Reading! 😄

***
Author POV

Seorang laki-laki muda berusia 25 tahun memutar kursi kerjanya, lalu memejamkan matanya. Lelah, satu kata yang tak habis pikir bagaimana ia harus menyelesaikan pekerjaannya ini.

Laki-laki itu ialah Arvino Dehaan Alfataya seorang CEO muda berperawakan tinggi sekitar 186 cm dengan kulit putihnya dan hidung yang mancung. Dia bekerja sebagai CEO di perusahaan telekomunikasi yang dirintis oleh ayahnya, lalu di gantikan oleh Arvino karena ayahnya sudah meninggal akibat serangan jantung tahun lalu.

Terpaksa menjadi seorang CEO, entahlah apa yang dipikirkan Arvino sehingga ia tidak ingin menjadi seorang CEO, padahal kemampuannya sangat mahir dibidang tersebut. Kalau bukan wasiat dari ayahnya ia tidak akan mau melakukan hal tersebut.

Arvino, laki-laki keras kepala, dingin, suka bermain wanita, dan tak ingin orang lain merusak kebahagiaannya. Benci dengan kehidupannya sekarang yang tak lagi bebas, karena ia sudah jarang bermain wanita di club yang sering ia kunjungi bersama teman-temannya sebelum menjadi CEO.

"Arrgghhh!!"

Arvino menatap berkas-berkas yang tak kunjung selesai sambil mengacak rambutnya frustasi. Saat ini saham di perusahaannya sedang turun akibat kesalahannya dalam mengambil proyek, sehingga kerugian yang ditaksir begitu besar.

Arvino segera bagkit setelah beberapa lama menyelesaikan berkas-berkas memuakan tersebut. Ia ingin pergi ke club dimana ia sering bercumbu dengan wanita sewaannya.

Arvino segera menaiki mobil Audi R8 GTR berwana silver nya, ya mobil itu tergolong sangat mewah. Ia mengengendarai mobilnya dengan kecepatan penuh menuju club malam yang tergolong mewah, hanya orang-orang jajaran atas saja yang bisa masuk ke tempat tersebut.

Tidak sampai setengah jam Arvino sampai di depan club dan memarkirkannya di sembarang tempat. Prinsipnya adalah 'orang kaya berhak melakukan apapun'. Dengan langkah yang begitu lebar, ia berjalan cepat memasuki club.

Suara dentuman musik yang menghentak-hentak, memenuhi seisi ruangan remang ini. Arvino mengedarkan pandanganya, mencari seseorang yang sudah seminggu ini tak dilihatnya. Dan, ia mendapati 3 orang laki-laki yang sedang mencumbu wanitanya dengan panas di sudut ruangan. Melihat adegan tersebut, Arvino melangkahkan kakinya menuju tempat ketiga laki-laki itu bermain.

Tidak disadari kedatangannya oleh ketiga temannya itu, ia hanya duduk di sofa dalam diam sembari menyaksikan adegan panas yang dilakukan ketiga temannya.

Tak lama kemudian salah satu dari ketiga temannya melihat Arvino, Arvino menatapnya dengan tatapan membunuh.

"Udah dateng lo, bro?" tanya salah satu temannya yaitu Dimas, dengan nafas terengah-engah karena baru saja menyelesaikan cumbuannya.

"Gue udah dateng dari tadi." jawab Arvino dengan cuek.

"Biasa aja bro, sorry gua gak liat lo tadi." ucap Dimas sembari menepuk kedua temannya. Kedua temannya yang lain Rezha dan Roy menengok bersamaan dan melepaskan tautan bibirnya dengan bibir wanitanya.

"Kalian boleh pergi" ucap Dimas kepada wanitanya.

"Vin, lo kenapa keliatan stress?" tanya Roy sembari mengancingi kemejanya karena telah dibuka oleh wanitanya.

Arvino hanya diam ketika ditanya Roy.

"Bro, kalo lo ada masalah mending lo selesaiin dulu." ucap Roy.

'hhh, lo pikir masalah gue bakal selesai kalo diselesaiin hari ini juga' batin Arvino dalam hati.

Suara deringan telepon genggam di saku celana Arvino, membuat Arvino geram. Arvino mengambil handphone-nya, dan mendengus kesal setelah mengetahui nama penelpon yang tertetera di layar handphone-nya.

"Halo, ada apa?" tanya Arvino kepada asistennya.

"Anda harus segera ke kantor, pak." jawab asistennya diseberang sana.

"Ada apa memangnya?" jawab Arvino dengan kesal.

"Investor tidak akan mau menanamkan modalnya kepada kita. Karena, mereka tau kalau bapak memiliki sikap yang kurang sopan sebagai CEO, dan mereka juga tau kalau bapak sering bermain dengan wanita di club. Para investor menyuruh bapak untuk menikah dulu supaya menjadi lebih dewasa." jelas asistenya.

'Aneh.' batin Arvino dalam hati

"Hmm, ya baiklah." jawab Arvino menyerah dan melempar handphone-nya ke lantai karena kesal.

Ketiga temannya hanya menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah Arvino.

"Oh, shit!" umpat Arvino

"Gue cabut dulu bro, ada masalah di kantor." ucap Arvino, disertai anggukan oleh ketiga temannya. Lalu Arvino pergi meninggalkan ketiga temannya di club tersebut.

Setelah memasuki mobilnya, Arvino berpikir sejenak. Apa yang harus gue lakukan? Menikah? Aaarrgghh, bingung gue sama hidup ini, kenapa rumit?

***
Biasakan votmen.
Kritik serta saran saya butuhkan. 😃

Sadness in White Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang