Part 3

347 15 0
                                    

Taraaaaa!!! Saya kembali lagi dengan cerita alay-alayan yang saya buat. Cepet kan updatenya, sedikit sih. Ya gak apa lah ya? Kasihan juga loh authornya. 😂😂😂

***
Author POV

Seorang wanita menyusuri pinggir jalanan malam yang kelam sendirian, sambil memasukkan tangannya ke dalam saku jaket karena dingin. Hanya ditemani deretan lampu-lampu pinggiran jalan, lampu-lampu itulah yang selalu setia menemaninya di kala malam. Sepi, tidak seperti malam biasanya yang terlihat ramai pada jam 11 malam. Biasanya masih banyak orang yang berlalu lalang. Yah, saat ini cuaca sangat mendung disertai gerimis, tak heran kalau orang-orang berada didalam rumahnya atau sekedar berteduh depan diruko-ruko.

Wanita itu melangkah cepat menuju tempatnya bekerja. Dengan pakaian yang cukup minim,  yaitu rok selutut dan kemeja putih berlengan pendek yang melekat pas ditubuhnya dengan ditutupi jaket tebal. Rambut yang di gulung ke atas serta make up yang tidak mencolok sedikit ia poleskan di wajahnya, stocking yang membungkus kaki putih jenjangnya, serta sepatu pantofel sebagai alas kakinya. Ada sedikit rasa takut dan cemas yang menyeruak dalam dirinya. Namun,  hal tersebut tidak akan mematahkan semangatnya untuk bekerja.

Wanita itu kini telah sampai di depan mini market yang buka 24 jam, tempatnya bekerja. Ia masuk kedalam pintu depan minimarket tersebut seraya melepaskan jaketnya.  Sebuah name tag yang bertengger di kanan atas bajunya, dapat diketahui kalau wanita itu bernama Keana Afsheen Wardhana. Biasa di sapa 'Ken'atau 'Ana'.

Keana Afsheen Wardhana seorang wanita berumur 23 tahun, yang bekerja sebagai kasir di salah satu minimarket di Jakarta dekat jajaran ruko pinggir jalan. Wanita berkulit putih, dengan tinggi standar sebagai wanita Indonesia pada umumya yaitu 165cm, berat 53kg, cukup ideal bukan? dan dengan hidung yang tidak terlalu mancung dan tidak terlalu pesek. Sifatnya yang lemah lembut, ramah, dan baik hati membuat semua orang terpikat olehnya.

Hidupnya memang tergolong sederhana, atau bisa dibilang susah. Ia tinggal di sebuah rumah kecil bersama Ayah,  Ibu,  serta kedua adiknya yang masih bersekolah. Ayahnya Herman sudah lama pensiun yang dulunya bekerja sebagai buruh pabrik, dan ibunya Wati mempunyai warung kecil yang dibukanya di depan rumah untuk berdaggang. Adiknya yang nomor satu masih SMP kelas 2 "Rian" namanya, dan adik keduanya bernama "Adel" masih duduk di bangku kelas 4 SD, memang terpaut jauh umurnya dengan kedua adiknya itu.

Untung saja kedua adiknya cukup pintar sehingga tidak menyusahkan kedua orang tuanya, biaya yang dikeluarkan pun tidak terlalu banyak. Keana juga dikaruniai otak yang cerdas buktinya ia lulusan SMA dengan predikat terbaik, namun ia lebih memilih bekerja dari pada harus meneruskan sekolahnya ke perguruan tinggi. Ekonomi yang serba pas-pasan di haruskannya untuk bekerja, karena niatnya tulus untuk membantu kedua orang tuanya dan kedua adiknya. Dengan gaji 2,0 juta per bulannya yang ia dapat, membuat Keana harus bisa memanfaatkannya dengan baik.

***
Keana POV

"Ken, kenapa lo baru dateng?" tanya salah satu teman ku 'Mira Azzahra' kerap disapa 'Mira' teman dekat seperkerjaanku sekaligus sahabat, yang sedang menyusun barang-barang.

"Maaf ya, mir. Habisnya gerimis sih, jadinya aku berteduh dulu. Hehe." ujarku bohong sambil mencari alasan yang pas.

Aku tidak berteduh tadi, aku memang telat datang, seharusnya masuk jam 10. Bukannya aku menyepelekan pekerjaanku ini, namun aku harus membantu ibuku yang sedang mengeluarkan beberapa barang belajaannya dari angkutan kota, dan harus menyusunnya satu persatu di etalase.

"Emang lo gak bawa payung, Ken?" tanyanya dengan tangan yang sibuk menjejerkan barang-barang.

"Enggak. Udah ah mau kerja dulu, jangan nanya terus, mir." Ucapku kesal.

"Iya gue diem kok, padahal kerjaan lo aja cuma diem aja di depan layar komputer." ujarnya lagi.

Aku hanya tertawa pelan mendengar ucapan Mira. Memang aku hanya diam saja,  sesekali berjalan-jalan di dalam minimarket ini.

"Wiihh, lo udah dateng rupanya, Ken!" seru seseorang dengan nada yang keras, berjalan dari arah gudang.

Namanya Tomi Adriansyah, teman seperkerjaanku juga. Tingginya 175cm, kulitnya putih kemerah-merahan. Ia terpandang sebagai orang yang hidup serba terpenuhi. Alasan ia bekerja sebagai kasir ditempat ini, katanya sih untuk menambah pengalaman. Tidak masuk akal, orang sepintar dia kok malah milih kerja sebagai kasir minimarket dibanding kerja di perusahaan mewah di Jakarta.

"Gak usah teriak juga kali tom! Kayak lagi ngejar si Jerry aja lo! Berisik tau! Emang ini rumah nenek, apa?!" teriak Mira tak mau kalah dengan Tomi, aku hanya terkekeh melihat kelakuan mereka kalau sedang kesal seperti ini.

"Bawel lo! Orang gua teriaknya ke Keana, kok malah lo yang sewot!" Tomi menatap Mira dengan tatapan tajam.

Pemandangan yang sudah tak asing lagi menurutku, bagaikan Tom and Jerry serial kartun anak-anak, mereka bagaikan serial kartun itu karena tidak ada mau mengalah satu sama lain.

"Udah kalian jangan pada rusuh deh, mau ketawa jadinya." ucapku sambil menahan tawa.

"Hahaha, kalau mau ketawa ya ketawa aja kali, Ken. Seneng juga kok aku liat kamu ketawa gitu. Cantik" ucapan Tomi membuat wajahku merah merona.

"Gombal! Udah basi tau!" seruku padanya sambil menutupi wajahku yang tersipu malu karena ucapannya dengan kedua telapak tangan.

"Hueekk, bikin mual gombalan lo ke Keana!" kata Mira dengan nada jijik sambil melirik Tomi sekilas.

"Sial lo, mir!" senggal Tomi.

Mira langsung berbalik, dan pergi menuju gudang tempat penyimpanan barang-barang serta makanan dan minuman. Aku hanya menyaksikan perdebatan mereka, lucu sekali menurutku.

'Mempunyai teman yang terkadang selalu menghiburku dikala susah maupun senang itu saja sudah cukup membuatku senang dan melupakan segala masalah yang membebani kehidupanku.'

***
Votmen dibiasakan😃
Kritik serta saran saya perlukan. Makasih
Hihihi :v

Sadness in White Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang