Part 2

380 17 1
                                    

Maafkan saya ya update terlalu lama, syukur-syukur ada yang baca. Silakan dibaca.😃

***

Arvino POV

'Apa yang harus aku lakukan? Menikah dengan siapa? Apakah ada wanita yang ingin menikah denganku? Lalu, wanita mana yang ingin menikah denganku? Keputusan apa yang harus aku ambil nantinya?' Tanya batinku dalam hati.

Aku melajukan mobilku dengan kecepatan tinggi menuju kantor. Dengan perasaan yang sangat kacau hari ini mudah-mudahan saja aku bisa memutuskan keputusan yang terbaik.

Sekitar 20 menit aku sudah tiba didepan perusahaan ayah yang kini sudah diambil alih oleh diriku sendiri. Aku langsung memarkirkan mobilku disembarang tempat, dengan tergesa-gesa aku masuk kedalam kantor dan mencari keberadaan lift. Para karyawan hanya menyapaku dari kejauhan dan aku tidak meresponnya sama sekali, karena mereka tau kalau sekarang emosiku sedang membludak.

Aku langsung menaiki lift dan memencet tombol yang langsung mengantarkanku menuju ruanganku di lantai 15.

Ting!!!

Akhirnya aku tiba di lantai lima belas, dengan langkah penuh emosi aku berjalan menuju ruanganku. Tepat didepan ruanganku terdapat sekretarisku yang bisa dibilang sangat sexy, ia melihat ku sambil tersenyum manis.

"Selamat malam pak, bapak telah ditunggu Pak Ahmad diruangan bapak." ucapnya.

Aku hanya mengangguk sambil berjalan menuju ruangan kerjaku. Saat didepan ruangan, aku langsung membuka pintu ruangan dengan sedikit amarah.

Ruangan kerja dengan konsep minimalis yang bergaya klasik modern ini selalu membuatku nyaman, tentunya dapat meghilangkat penat dan tekanan emosi karena pekerjaan yag menumpuk.

Terlihat Ahmad duduk di sofa sambil melihat keberadaanku dengan tersenyum. Ya, Ahmad adalah asisten terbaikku dari dulu, sekaligus satu-satunya teman yang dapat aku percayai di kantor, walaupun ia lebih tua 3 tahun dariku dia selalu memanggilku dengan sebutan 'pak' supaya lebih sopan katanya.

"Malam, bisakah saya langsung memberi tahu anda maksud kedatangan saya kemari?" tanya Ahmad hati-hati.
Lagi-lagi aku hanya mengangguk, dan merebahkan tubuhku di kursi kerjaku. Aku melonggarkan dasiku yang terasa begitu menyesakkan.

"Hari ini bapak harus mengambil keputusan itu, karena para investor tidak mau sahamnya dipinjamkan dengan cuma-cuma oleh orang yang tidak tahu menahu tentang beretika dan mempunyai pergaulan bebas. Bukan maksud saya menyindir bapak dengan kata-kata seperti itu, namun para investor sendirilah yang membicarakan bapak mengenai hal tersebut." jelasnya sambil menatapku.

"Bagaimana mereka tahu tentang sikapku dan kegiatan yang aku lakukan?" tanyaku penasaran sembari membuka 2 kancing teratas kemejaku.

"Mereka mengetahui hal tersebut dengan berbagai cara, bisa jadi anak buah mereka memata-matai ataupun menyelidki gerak-gerik bapak. Yah, intinya bapak harus bertindak lebih dewasa, supaya para investor mau bekerja sama dengan bapak." ucapnya dengan begitu santai.

"Dengan menikah apakah saya bisa menjadi dewasa!?" tanyaku dengan penekanan.

"Ya seperti itu, image bapak tentu saja akan berubah di hadapan para investor nantinya." ucapnya sembari berjalan menuju ke arahku.

"Baiklah, kalau dengan menikah saja perusahaanku dapat kembali normal apa salahnya, aku menyetujuinya." jawabku singkat kepada Ahmad.

"Saya tau anda pasti bisa menyelesaikan masalah ini, namun jangan anda jadikan pernikahan sebagai permainan." ucapnya memberiku semangat dan juga teguran, sambil menepuk pundakku.

Sadness in White Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang