Harry Potter, bocah berusia empat tahun, baru saja ditinggal oleh satu-satunya orang yang ia sebut 'keluarga'. Ditinggal begitu saja di sebuah gang gelap di tengah malam. Bocah dengan bekas luka berbentuk sambaran kilat di dahinya itu meringkuk, menyandarkan tubuhnya pada dinding kumuh di belakangnya. Mencoba menahan udara dingin kota London yang menerpa tubuh mungilnya hanya dengan kehangatan tubuhnya dan sehelai kain tipis yang merupakan pakaiannya.
Ia tidak tahu pukul berapa sekarang; di mana ia berada, mengapa ia berada di sini. Yang ia ingat adalah ketidak-sengajaannya memecahkan vas kesayangan Bibi Petunia tadi sore, lalu teriakan-teriakan dan tamparan yang ia terima dari bibinya. Tak lama setelah ia dilempar ke dalam kamarnya yang merupakan lemari di bawah tangga, pamannya pulang dan menyeretnya keluar dari tempat amannya, memukuli dan menendangnya. Yang ia ingat hanya rasa sakit dan bisikan-bisikan yang ia keluarkan, memohon ampun dan meminta agar pamannya berhenti.
Segera setelah pamannya berhenti, penglihatannya menjadi samar dan ia ingat diseret paksa ke dalam mobil yang membawanya ke sini. Lalu ia dilempar begitu saja ke dalam gang gelap dan kumuh ini. Sendirian.
Ah, untuk merangkak mencari tempat aman dan duduk saja sudah menguras tenaganya. Yang ia bisa lakukan sekarang adalah menekuk lututnya dan memeluknya, mengistirahatkan kepalanya di kedua tangannya. Mencoba menahan udara dingin di bulan Februari kota London.
Air mata meleleh di pipinya. Sekarang ia hanya bisa menunggu...
---
Makarov Capiano menghela nafas.
Malam ini benar-benar malam yang panjang. Lagi-lagi, ia terpaksa turun tangan dalam usaha penangkapan beberapa orang yang membahayakan keluarga dan 'bisnis'nya.
Menaruh kembali pistolnya, ia meraih walkie talkie- nya dan menghubungi Alfonso Greengrass, seorang tangan kanannya, orang kepercayaannya. Setelah para penjaga meringkus apapun yang tersisa dari para penghianat itu, Makarov berjalan keluar dari gang gelap tersebut. Tapi ia berhenti ketika telinga sensitifnya menangkap suara di ujung gang. Berhati-hati untuk tidak menginjak darah, Makarov mengeluarkan pistolnya, bersiaga untuk penyerangan lain.
Tapi, yang ia temukan hanya sosok anak laki-laki yang duduk meringkuk di sudut gelap, begitu kecil dibandingkan dengan dunia disekitarnya.Was-was, ia berjalan mendekati sosok itu. Hatinya terasa sakit. Sosok itu terlihat mirip seperti anaknya...
Andai Andre masih ada, ia pasti sudah sebesar anak laki-laki itu. Mengetahui bahwa gerakannya bisa membuat anak itu ketakutan, Makarov berjalan perlahan. Tapi sayangnya, anak tersebut bisa mendengar, atau mungkin merasakan pria berumur tiga puluhan itu mendekat. Mengangkat kepalanya cepat, sepasang bola mata berwarna hijau cemerlanglah yang dilihat oleh Makarov. Menahan nafas mengingat bagaimana miripnya bentuk mata anaknya dengan anak itu, Makarov memasukan kembali pistolnya dan mengangkat kedua tangannya.
"Aku tidak akan mencelakakanmu," bisik pria Italia itu.
Mata itu menatapnya intens, memperhitungkan kemungkinan yang ada. Dalam hati Makarvo memuji anak itu, karena jarang ada anak seusianya yang bisa berfikir seperti itu. Tapi mungkin, apabila apa yang ia prediksikan benar mengenai keadaan anak itu sebelumnya, Makarov bisa mengerti mengapa anak itu mempunyai mata para 'survivor' di usia semuda itu.
Kemungkinan anak itu sukses menjadi pewarisnya cukup besar. Makarov mendadak berhenti, terkejut oleh pemikirannya sendiri. Sejak kematian anak dan istrinya di sebuah insiden sekitar dua tahun yang lalu, ia menyibukkan dirinya dengan pekerjaan, paperwork yang harus dilihat, dan pertemuan-pertemuan yang harus dihadiri. Belum lagi beberapa penyerangan yang terjadi dan ia sendiri turun tangan.
Mungkin, mungkin mengadopsi anak itu akan membuat Makarov berhenti berdiam di masa lalu dan meneruskan hidupnya. Berjalan lebih cepat dan berlutut di depan bocah yang terlihat seperti umur tiga tahun itu, Makarov perlahan melingkarkan kedua lengannya di sekeliling bahu mungil yang menggigil karena dingin. Sentuhan itu membuat bocah di tangannya tersentak, tapi Makarov bisa merasakannya memaksakan tubuhnya untuk relaks. Tersenyum, ia mengelus rambut berwarna hitam itu dan berbisik di telingannya.
"Everything's fine ," ia berkata, perlahan membawa anak itu ke sebuah pelukan dan berdiri. "Kau sudah aman sekarang."
Merasakan sebuah anggukan sebagai jawaban yang ia dapatkan, ia berjalan perlahan menjauhi gang itu dan tetap memeluk erat anak laki-laki yang terlalu mirip dengan anaknya. Ia mengangguk kepada Al, dan memasuki mobil yang sudah disiapkan. Tetap mengelus rambut itu, Makarov memposisikan anak laki-laki itu di dekapannya agar bisa beristirahat lebih nyaman di pangkuannya.
"Hei," ia berbisik, dan kepala itu terangkat. Sepasang bola mata hijau cerah menatapnya lurus, takut-takut. "Hei, siapa namamu?"
"Harry," anak itu akhirnya berbisik, tangan mungilnya memegang erat kemeja yang dipakai Makarov. "Harry Potter."
Untuk pertama kalinya selama berbulan-bulan, Makarov Capiano tersenyum tulus, lembut. "Welcome to the family , Harry."
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Moonlight Shadow
FanfictionScarletSky153 Ditinggal di sebuah gang kumuh pada usia empat tahun, Harry Potter diadopsi oleh Pemimpin Mafia Eropa. Bagaimana Hogwarts dan Dunia Sihir menghadapi Harry Potter yang berbeda dari sosok yang mereka bayangkan? Full Summary inside! Slo...