Epilog

83 5 3
                                    


EPILOG


"Tuan!!"

"Syukurlah! Aku dari tadi mencarimu! Luna sangat khawatir. Apa yang sebenarnya terjadi?"

Dari kejauhan, terlihat sosok Crown yang berusaha mendekati Rain. Namun ketika berhasil mencapainya, tak banyak kata yang bisa ia ucapkan kepadanya.

"Aku.."

"Tuan, menyendiri itu tidak baik. Setidaknya, aku bisa mendengarkan masalahmu."

"Mungkin aku tidak akan banyak membantu. Tapi menurutku, itu lebih baik dari pada menanggung semua beban sendirian."

Entah ada apa dengan Rain, Crown pun tidak mengerti. Tapi yang pasti ketika melihat Tuannya itu, ia tidak bisa tinggal diam dan membiarkannnya begitu saja.

Sebab saat ini kondisi Rain terlihat begitu buruk. Sejak tadi wajahnya terlihat sangat muram dan ia terus termenung sambil menantap tumpuan kakinya.

"Melihat Tuan menderita seperti ini tanpa bisa membantu rasanya sangat menyakitkan."

Rain tersentak di tengah ketermenungannya. Akhirnya perkataan Crown berhasil menarik perhatiannya.

Saat itu juga ia tersadar dengan kebodohannya yang terus diam tanpa mengucapkan apapun. Sejak tadi Crown selalu memperhatikannya dan terus mengkhawatirkannya itulah yang akhirnya ia pahami.

Awalnya Rain enggan mengatakannya. Namun setelah berpikir keras beberapa saat, Rain pun mengungkapkannya.

"Akhir-akhir ini aku mengalami mimpi yang sangat buruk."

"Mimpi?"

"Ya.. Kamu pergi ke tempat yang jauh dan membuat kita tidak bisa bertemu lagi."

Rain menghela nafasnya dengan berat,

lalu mengungkapkannya kembali..

"Semua orang di dunia ini telah melupakanmu. Hanya aku satu-satunya orang di dunia ini yang mengingatmu."

"Aku merasa sedih dan kesepian.. namun, tak ada seorang pun yang mengerti perasaanku. Lama-kelamaan, aku mulai berpikir bahwa kenanganku akan dirimu itu hanyalah khayalanku saja."

"Aku mulai meragukan diriku sendiri."

Crown hanya bisa termenung mendengar semua perkataan Rain. Mungkin untuknya perkataan Tuannya itu sangat mengejutkan, terlebih mengingat kehadirannya yang cepat atau lambat akan meninggalkan Rain.

Namun takkan ada yang berubah jika ia tidak menyakinkan Tuannya, begitulah pikirnya. Maka dari itu, di tengah keadaan diam Tuannya, akhirnya ia mengungkapnnya dengan lantang.

"Ya, itu memang mimpi yang sangat mengerikan.."

"Tapi, jangan khawatir Tuan!" ungkap senyumnya, lalu ia melanjutkannya kembali.

"Aku tak akan mungkin pergi sendirian ke tempat yang jauh dan tidak bisa bertemu denganmu lagi."

"Kenapa? Bagaimana bisa kamu seyakin itu?"

"Karena aku adalah aku. Aku takkan sanggup melakukan hal yang bisa membuatmu yang kuat ini menangis."

"Jadi bagimu, hal itu terlalu pedih dan berat untuk di pikul?"

"Tentu saja.. Aku, Tuan, serta Luna. Aku tidak ingin berpisah dari kalian semua."

"Meski tiba saatnya di mana aku tidak punya pilihan lain, aku tetap tidak punya keberanian untuk melakukannya."

Rain terdiam. Tak banyak kata yang bisa diucapkan setelahnya. Sesaat kemudian ia mulai menundukan kepalanya.

Ia mulai menyadari semua kebodohan yang dilakukannya hingga sekarang. Dan akhirnya semua perasaan menyakitkan yang selama ini ia bendung tak dapat lagi ia tahan. Ia pun mulai meneteskan air matanya.

"Tuan.." ucap Crown melihat tangisan tersebut. Dari wajahnya ia tampak terkejut dengan sikap Tuannya itu.

"Kalau memang itu perasaanmu yang sebenarnya.. berarti aku telah membuat kesalahan yang bodoh!!!"

"Seharusnya... seharusnya aku memang tidak membiarkannya terjadi!! Entah bagaimana pun caranya, aku seharusnya menghentikanmu waktu itu!!!"

Tanpa mengalihkan pandangannya, Crown terus menatap Rain. Lalu ia pun tersenyum dan tetap berusaha menguatkannya. Meski sebenarnya terasa menyakitkan melihat keadaan Tuannya itu yang tampak terpukul dan berlinang penuh air mata.

"Tuan.."

"Kamu itu, meski tahu betapa pedihnya suatu hal, namun kamu punya keberanian untuk membuat keputusan."

"Saat kamu tahu ada sesuatu yang hanya bisa dilakukan olehmu, kamu menjadi jauh lebih baik dan kuat dari yang kamu sadari."

Lagi-lagi perkataan dari Crown mengejutkan Rain. Saat melihatnya, di saat itulah akhirnya ia menyadari bahwa semua yang dikatakannya adalah hal percuma.

Kemudian ia mulai menghentikan tangisannya. Ia mengusap beberapa aliran tetesan yang tersisa dengan tangannya, memandang Crown, lalu berkata..

"Aku tahu itu.."

"Tuan.."

"Begitu, ya? Sepertinya kamu memang tidak ingat apa-apa ya, Crown?"

Lalu Rain mengambil nafasnya dalam-dalam, dan mengungkapkan perkataannya meski terasa berat.

Berusaha menerima dengan lapang memang tak semudah yang orang pikirkan. Namun disaat ini, ia mencoba untuk melakukan itu walau menyakitkan.

"Ada kemungkinan kalau kau hanya sebuah ilusi. Tiruan yang dibuat oleh mimpi. Kalau tidak begitu, bagaimana bisa kita bertemu seperti ini?"

"Di pikir bagaimana pun, tetap saja aneh. Tapi aku tahu, kamu itu Crown yang asli."

"Bisa berbicara denganmu seperti ini, merasakan kebaikanmu sekali lagi.."

Kemudian ia berdiri dari keadaan duduknya, tersenyum dengan tulus dan berkata..

"Aku sungguh bahagia!"

"Terima kasih."

"Hanya ini saja sudah membuatku cukup bahagia."

Crown tersentak dengan perkataan Tuannya itu. Meski sempat terbuai beberapa saat, ia mengabaikan perasaannya dan ikut tersenyum saat memandangnya. Kini ia tahu bahwa Rain telah lebih tegar dari keadaan sebelumnya.

"Baiklah, aku harus pergi. Masih ada beberapa hal yang harus kutuntaskan."

"Jaga dirimu baik-baik yah, Tuan!"

~Fin~

Artania - The Beginning of The EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang