Menatap

109 10 10
                                    

Tik...tik..tik... suara hujan perlahan terdengar. Bulir-bulir kecil dari langit turun, membasahi permukaan bumi. Lamunanku teralihkan oleh hujan yang kian menderas. Kupandangi air pembawa berkah itu, benar-benar menenangkan.

"Ada apa dengan diriku ? Aku adalah orang aneh, paling aneh dari yang aneh. Bahkan, orang aneh pun menganggap ku lebih aneh darinya. Apakah aku pantas berteman dengan orang biasa seperti layaknya manusia kebanyakan?" pikirku dalam lamunan.

Benar....aku sangat aneh. Saat teman-temanku sibuk beraktifitas di siang hari, aku memakan cemilanku sambil membaca buku. Saat teman-temanku sibuk bermain di dalam kelas, aku tertawa kecil melihat buku-buku bacaanku. Hanya beberapa orang yang menyadari keberadaanku. Aku layaknya lukisan tua menyeramkan yang tak pernah dipandang siapapun.

Aku bukanlah anak remaja pada zaman modern. Layaknya sendiri di dunia, temanku adalah buku yang selalu kubawa kemana saja. Dia sangat setia denganku. Saat kubaca, seolah-olah aku berbicara dengannya. Dia selalu menjawab kegalauanku dan selalu ada saat ku jatuh. Aku sangat menyukainya.

Lamunanku pun kembali lagi seiring berjalannya waktu.

"Aku hidup di dunia bersama manusia. Apa salahnya aku berkenalan dengan mereka? Aku aneh atau hanya aku yang menganggap diriku aneh?" pikirku...

Aku bangkit dari tempat ku bernanung. Kucari orang disekelilingku. Kutemukan satu orang. Dia teman sekelasku, Abdul. Kucoba dekati namun apa daya... aku tak sanggup berbicara dengannya. Aku tak tau bagaimana cara mengawalinya. Aku takut dia seram dengan keanehanku. Perlahan namun pasti, akhirnya Abdul menoleh ke belakang. Mungkin dia merasa ada yang mengikutinya karena selain hujan, tempat ini sangat sepi tanpa adanya tanda-tanda kehidupan lagi.

"Kamu selalu di kelas kami kan?" Tanya Abdul kepadaku.

Aku kaget mendengarnya. Ternyata ada juga orang yang melihatku. Aku sangat senang mendengarnya.

"i..iya...aku adalah teman sekelasmu." Jawabku terbata-bata.

"Apakah kau tidak menyadarinya?" Tanya Abdul kepadaku

Aku bingung. Menyadari apa? Keanehanku? Tentu saja aku menyadarinya. Itulah kenapa aku mengikutimu dari tadi.

"Menyadari apa?" Tanyaku pura-pura bingung.

"hmmmm.....aku adalah orang special jadi aku dapat melihatmu. Jika kau ingin berteman, aku bisa menjadi temanmu tapi teman-teman kita yang sekelas tak mungkin bisa menjadi temanmu karena kamu adalah makhluk yang aneh. Mereka tidak akan mengeti tentang mu." Jawabnya agak ragu.

Aku kaget campur senang. Apakah dia orang aneh sepertiku? atau dia suka berteman dengan teman yang aneh? itu tidak penting sekarang. Akhirnya aku mendapat teman. Tak bisa kugambarkan bagaimana kesenanganku saat ini, seolah aku ingin menertawakan mereka dan mengatakan "Aku juga bisa seperti kalian. Aku mendapatkan teman dengan usahaku sendiri."

"Kamu yakin ingin menjadi temanku ?" jawabku dengan raut wajah berseri-seri.

"Tentu saja. Kita bisa berbicara kapan saja dan dimana saja. Aku senang bisa menjadi temanmu." Jawab Abdul tanpa ragu.

Ternyata dia senang menjadi temanku. Apa yang membuatnya bisa senang ya? Mungkin bisa kutanyakan lain kali. Dia pamit lalu pulang meninggalkanku. Inilah kehidupanku yang penuh misteri dengan segala keanehanku.

Keanehan Adalah KelebihankuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang