7. Brother-Sister

3.1K 273 3
                                    


7.

Aruna sedikit ternganga saat mobil yang dikendarai Edsel -laki-laki yang ia ketahui sebagai Ayah kandungnya- memasuki halaman sebuah rumah yang cukup megah. Rumah yang kemudian akan ia tinggali. Ya, pada akhirnya ia memutuskan untuk mengikuti Edsel pulang ke rumah. Setidaknya di sinilah Hira takkan mengusiknya.

Hira...

Ah, mengingat laki-laki itu selalu menimbulkan denyut kesakitan di hati Aruna.

"Kita sudah sampai,"

Aruna tersenyum tipis dan mengangguk. Tak lama ia menyusul Edsel yang sudah lebih dulu keluar dari mobil.

"Ayo! Masuklah!"

Aruna mengangguk kikuk. Rumah ini benar-benar indah. Arsitektur modern tampak mendominasi. Meski belum masuk ke dalam dan melihat isinya, Aruna berani bertaruh jika didalamnya tak kalah indah. Edsel memiliki selera yang cukup tinggi.

Wajarlah dia kan orang kaya...

Kepala Aruna mengangguk pelan. Fakta jika akhirnya ia bertemu bahkan kemudian akan tinggal bersama ayah kandungnya memang tak pernah diduga. Sejak kecil, Aruna terbiasa menelan kekecewaan karena orang-orang disekitarnya. Ibu yang sudah meninggal tapi terus dibicarakan orang-orang dan ayah yang tak pernah ketahuan rimbanya. Aruna kecil pernah berharap jika suatu ketika ayahnya akan datang dan membawanya pergi dari keluarga bibinya yang tak begitu suka dengan kehadirannya, tapi waktu yang berlalu membuatnya menepis keinginan itu. Justru yang dilakukannya adalah belajar lebih keras untuk kemudian menjadi sukses dan mandiri hingga akhirnya bisa hidup tak lagi bergantung pada keluarga sang bibi.

"Ini namanya Bi Uli."

Sosok wanita paruh baya tampak di hadapan Aruna. Gadis itu sedikit terhenyak. Lamunannya terlalu dalam hingga ia tak menyadari kini di hadapannya ada orang lain.

"Bi, ini Aruna. Mulai sekarang ia akan tinggal di sini. Pastikan semua keperluannya terpenuhi."

Lazimnya seorang asisten rumah tangga tak banyak bertanya tentang apa yang dilakukan majikannya. Tetapi bertahun-tahun Edsel memperlakukan orang-orang yang bekerja dengannya sebagai keluarga membuat Bi Uli tak canggung mengernyitkan dahi mempertanyakan siapa Aruna.

Dan Edsel sudah menduga hal itu akan terjadi.

"Sama seperti Juro," Edsel menghela napas pendek. "Runa juga anakku."

Bi Uli terperangah. Mulutnya membuka untuk beberapa saat kemudian ditatapnya Aruna lekat-lekat lalu tersenyum. Aruna sedikit risih tapi ia tak menampik ada rasa bangga menyelinap di hatinya.

Edsel mengakuinya sebagai anak.

"Maaf, maaf, Non. Bibi nggak tahu." Senyum Bi Uli lembut. "Selamat datang ya di rumah ini."

Aruna balas tersenyum. Ia tahu Bi Uli bersikap apa adanya. Dalam hati, Aruna menyakini bahwa wanita paruh baya memang memiliki kepribadian yang baik dan menyenangkan. Membuat kecanggungannya sedikit berkurang.

Ngomong-ngomong siapa Juro?

***

Edsel menarik napas panjang saat dilihatnya Aruna naik ke lantai dua rumahnya mengikuti Bi Uli. Pada akhirnya Aruna memilih ikut bersamanya. Aruna masih tak ingin bertemu Hira. Fakta adanya hubungan darah antara keduanya memang sangat mengejutkan. Jika Aruna sangat percaya, berbeda dengan Hira. Dan Aruna tahu laki-laki itu akan bersikeras menemui dan memaksanya menolak semua kenyataan itu. Untuk itu Aruna memilih menghindar. Terkesan melarikan diri memang, tapi Aruna butuh waktu. Ia harus pula menata hatinya yang porak-poranda karena fakta tersebut.

THEY!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang