Lembar 5

43 2 0
                                    

     Waktuku sekolah disini semakin berkurang. Hari ini hari Senin. Kemungkinan untuk pindah sudah 95%. Jujur saja, aku merasa semua ini sungguh tak adil bagiku. Dulu untuk sekolah disini aku harus dipaksa, dan untuk keluarpun aku harus “dipaksa”. Aku tak bisa menyalahkan siapa-siapa. Karena memang ini semua bukan salah siapa-siapa.

     “ La, kamu beneran pindah? “ tanya Brisa, cewek terpintar di kelasku, atau bahkan di sekolah, anak guru olahragaku, Pak Salim.

     “ Iya Sa, mau gimana lagi, Papaku kan dinasnya udah pindah ke Madura, selain itu ini kan emang udah rencanaku dari dulu. Haha. “ tuturku padanya dengan nada yang kurasa sangat lembut, tak seperti cara bicaraku biasanya, dan tawa itu pun “hanya pura-pura”.

     “ Yah Vola, jangan pindah dong, kamu tau nggak, kamu tu satu-satunya temen yang “sama” kayak aku. “ katanya yang terkesan merahasiakan sesuatu, yang membuatku terdorong untuk mengetahuinya.

     “ Maksudmu “sama” ? tanyaku penuh rasa penasaran.

     “ Iya kita itu sama, aku ngerasa kita itu senasib. Coba deh, perhatiin temen-temen cewek kita di kelas ini, hampir semuanya les di Bu Mia. Dan waktu pelajaran Matematika tuh Bu Mia kayak lebih deket ke mereka-mereka yang les. “ katanya, kupikir dia iri pada teman-teman cewekku lainnya.

     “ Halah, ya biarin ajalah, kan ya gak ngaruh besar buat kita. “ sambungku

     “ Yaaahhh... ayolah jangan pindah, biar aku ada temen senasibnya disini. “ wajahnya sok memelas.

~next story~

     Kata-kata Brisa tadi siang membuatku sedikit down lagi. Rasanya seperti ada yang menghalangi langkah kakiku untuk pergi dari tempat ini. Sekolah yang memang baru enam bulan aku disini, tapi sudah menyimpan banyak sekali kenangan yang amat sulit dilupakan.

     Masalah lain yang membuatku semakin enggan untuk pergi adalah rasa takutku akan kemungkinan buruk yang akan kualami jika aku pindah kesana, ke SMP dari Kota yang berbeda namun berdekatan dengan rumahku yang sebenarnya. Ya, aku takut, takut jika harus ke sekolah sendiri dengan naik mikrolet, takut jika disana mendapat ejekan sana-sini, takut jika tak ada yang mau berteman denganku, takut jika disana banyak kutemui guru-guru kiler... Brrr kenapa aku selalu saja negative thinking terhadap masalah yang sebenarnya belum terjadi. Apakah ada hormon negthink berlebih dalam tubuhku. Oh God, its so difficult for me, please give me your help.

     Huft ... Pikiranku selalu saja melayang-layang. Papaku sudah didepan sekolah. Berpakaian rapi dengan membawa sebuah stofmap warna biru.

     “ Gimana? Tinggal seminggu lagi udah sekolah di sana lho, ini udah Papa urus surat-suratnya.” Papa memberikan stofmap biru itu padaku.

     “ Seminggu lagi ? “ tanyaku dengan tersenyum, tapi tahukah kalian bagaimana keadaan hatiku? Nangis !!

     “ Ya, besok minta maaf sama temen-temen, bilang kalo mau pindah, minta doanya juga. “ saran Papa yang malah memperburuk suasana diriku.

     “ Ho’oh.” Jawabku tanpa semangat. Ya ALLAH, aku tak bisa lagi menampakkan senyum bahagia hari ini. Semua serasa hilang.

     Di perjalanan pulang yang hanya memakan waktu sekitar 10 menit dengan bersepeda motor itu, aku memilih untuk diam. Memikirkan bagaimana indahnya matahari terbit esok hari. Akankah aku masih bisa merasakan segarnya menghirup udara pagi tanpa rasa sesak yang mengganjal di hati. Yah, sudah sampai rumah. Haru hatiku melihat barisan taja baja atau para tentara muda yang sedang berkeliling lapangan.

     Hmmm,, jika aku pindah, aku tak akan lagi tinggal di perumahan TNI ini. Tak akan bisa mendengar alunan musik pengiring pengibaran dan penurunan bendera di pagi dan sore hari. Tak akan bisa melihat ratusan prajurit negara yang berbaris rapi saat upacara ataupun apel di lapangan hija nan luas di sebelah rumah no.7 Blok B ini, dan tak akan bisa memandang indahnya panorama gunung megah yang berdiri kokoh tepat di sebelah barat asrama ini.

     Hemm... begitu banyak perpisahan yang harus kuhadapi beberapa hari lagi. Nafsu makanku semakin berkurang. Aku bodoh ! Kenapa saat Papa menawarkan pilihan dulu aku lebih memilih pindah? Hanya karena sakit hati sesaat yang disebabkan cowok jelek jutek dan jaim’an bernama Langit itu?

~bersambung~

#wewenwindu, di vote ya temen2 :) mksih udah mau baca :D

Hate or Love MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang