Semoga suka!x
Tiga.
"Gina sama Hana lagi jalan ke sini." Ujar Sonya kepada Gabby yang sedang bersusah payah mengeluarkan snack dari lemari penyimpanannya. Melihat Gabby yang kewalahan, Sonya mendengus geli, "Jadi kerjaan lo makan mulu?"
Gabby dengan spontan mengangguk bersemangat. "Keren, kan, gue nggak gendut." Ucapnya sambil memamerkan tubuhnya yang terbilang ramping.
Hari ini Sonya, Gina, dan Hana akan berkumpul di rumah Gabby. Awalnya Gabby hanya berniat mengajak Sonya ke rumahnya untuk mengajarkan Gabby pelajaran ekonomi, tapi Sonya bersikeras mengajak Hana dan Gina dengan alasan "mereka pinter ekonomi juga, kok."
Well, alasan yang bener-bener nggak bagus karena mereka semua tahu bahwa jurusan Gina dan Hana adalah IPA dan mereka sama sekali tidak ada mempelajari ekonomi.
"Gabs, tadi abang-perfect-kesayangan-lo nyamperin kelas." Ujar Sonya sambil menaik-naikan kedua alisnya.
Gabby seketika menghentikan aktivitasnya dan mengerutkan keningnya heran. "Nggak ngerti gue apa yang lo bilang."
Sonya memasang wajah polos, kemudian mengatakan "Zionanda Alvarez" secara dramatis. Gabby langsung tersedak snack yang sedang dimakannya dan langsung meminum air mineral kemudian melemparkan botolnya ke kaki Sonya.
"Geli gue sumpah. Dasar bloon."
Sonya tertawa, kemudian mengangkat kedua tangannya ke udara. "Serius gue gak boong. Dia datang tadi, terus dengan gaya sok 'cool'nya—" Ia memberikan tanda kutip saat mengucapkan kata cool dan membuat wajah seolah kata itu benar-benar tidak pantas untuk disandingkan dengan Zio, "—dia nanya 'ada Gabriella, nggak?' dan gue saat itu langsung jongkok di bawah meja biar dia nggak liat muka gue dan nanya-nanya gak jelas kayak kemarin."
Gabby mendengus kemudian menggelengkan kepalanya. "Wah untung ya gue nyamperin Gina sama Hana tadi, walaupun disana gue ngerasa waktu gue terbuang sia-sia." Ucapnya diikuti helaan napas lega.
"Dia maunya apa, sih?" Tanya Sonya, kemudian disambut gelengan acuh yang dilontarkan Gabby. "Untung semenjak sebulan yang lalu—kejadian waktu itu, lo bener-bener nggak ada ketemu Zio walaupun dia udah nyari lo kemana-mana. Kalau sempet lo ngomong sama dia, bisa-bisa Gea ngamuk kayak babi hutan."
Gabby tertawa mendengar kalimat yang diucapkan Sonya. "Dia nggak ngamuk aja udah kayak babi hutan, kalau ngamuk mungkin jadi babi hutan sakit-sakitan yang digigit vampir malah jadi babi hutan immortal." Celotehnya.
"What the fudge?" Ucap Sonya mendengar celotehan nggak bermutu dari Gabby. "Lebih baik lo diem daripada gue kesel sendiri karna lo garing. Banget."
Gabby hendak menjitak kepala Sonya saat ponselnya bordering. Ia langsung menggapai ponsel yang tadinya tergeletak di atas meja kecil yang terletak di samping kasurnya, dan tiba-tiba saja napasnya tercekat.
Sonya yang melihat perubahan ekspresi wajah Gabby langsung mendekat. "Gab, lo gak papa kan? Siapa yang nelpon?" Tanya Sonya dan tidak dijawab oleh Gabby. Sonya mengintip layar ponsel Gabby, kemudian menggumam. "Ray?"
Gabby terlihat ragu-ragu tapi pada akhirnya ia menekan tulisan answer. "Gabby..."
"Ray."
"I'm sorry. I miss you, Riella."
Setelah mendengar kalimat itu, ia langsung mematikan ponselnya dan menatap Sonya dengan matanya yang mulai berair.
***
Langkah kaki di tangga sayup-sayup mulai terdengar. Beberapa detik kemudian, pintu kamar Gabby terbuka dan muncul dua orang gadis berumur tujuh belas tahun.
"Coba tebak seberapa noraknya Hana ketika liat kedai es krim di sudut jalan?" Celoteh Gina tanpa memandang sekeliling. Saat dia menyadari tak ada yang membalas perkataannya, ia mendongak dari kegiatannya—membuka flatshoes yang sedari tadi seperti membunuhnya—dan mendapati bahwa Sonya sedang memeluk Gabby.
"Eh, Gabby kenapa?" Tanya Hana pada Sonya.
Sonya menggeleng. "Tiba-tiba aja dia kayak hampir nangis dan langsung meluk gue."
"Gin, coba—"
Gabby dengan cepat menarik dirinya dari pelukan Sonya dan menyela Hana. "Jangan coba-coba baca pikiran gue." Ucapnya dengan nada tegas. Ia menghapus air matanya dan menarik napas kuat.
"Gabby, lo bisa cerita sama kita." Ujar Gina sambil menaiki kasur Gabby dan mendekat. Gabby hanya menggeleng lemah sambil tersenyum.
"Gue yang dari jauh aja tau lo fake smile. Udahlah, jangan sok kuat." Suara Hana menggema dari sudut ruangan—Ia sedang mengikat rambutnya menjadi kucir kuda.
Melihat Gabby tetap diam, Sonya langsung bertanya. "Ray?"
"Dia..."
"Ayolah, Gabby. Cerita sama kita."
Pertahanan Gabby pecah. Matanya kembali berair, dan ia memutuskan untuk bercerita. "Mantan...eh, entahlah. Gue bahkan gak tau dia siapanya gue. Sebulan sebelum gue pindah kesini, dia pergi gitu aja dan kalimat terakhir yang dia ucapin ke gue adalah 'I'm leaving.'" Ia berhenti sejenak sambil menarik napas—berusaha untuk menahan diri agar tidak terisak. "Dan tadi dia tiba-tiba nelpon dan bilang 'I miss you' seakan dia gak bikin kesalahan apapun."
Sonya melemparkan tatapan simpati, sedangkan Hana masih sibuk dengan dirinya sendiri—menghindari fakta bahwa seharusnya ia bersimpati pada Gabby, dan Gina langsung memeluk tubuh Gabby yang mulai bergetar. "It's okay, Gabs. Nangis aja gak papa."
Gabby mendengus. "Gue gak mau nangis lagi. Ya walaupun sakitnya masih terasa." Ucapnya, sambil membalas pelukan Gina.
Kembali terdengar dengusan meremehkan yang dilontarkan Hana. "Oh, God. I'm done with your shits, Gabby." Ia memberi jeda sejenak untuk melihat reaksi teman-temannya. Setelah ia rasa semua perhatian tertuju padanya, Hanapun kembali melanjutkan. "Lo kayaknya fake banget ya?"
"Hana!" Bentak Sonya. "Jangan bikin suasananya makin gak enak."
Hana melemparkan tatapan kaget mendengar respon Sonya. Ia menggelengkan kepalanya tanda tak percaya, kemudian bergegas mengambil tasnya yang terletak di samping meja. "Gue pulang." Ujarnya dingin, lalu melangkahkan kaki keluar kamar Gabby tanpa menyahut ucapan Sonya.
Semua orang yang berada di dalam ruangan terdiam, tapi Gina dengan cepat menghilangkan rasa kaget dalam dirinya kemudian menenangkan Gabby dan Sonya. "Gue ngerti maksud dia apa." Ujarnya membuka percakapan.
Gabby menatapnya dengan tatapan bertanya, kemudian dengan cepat ia menjelaskan. "Hana punya masa lalu yang...kacau."
"Astaga, gue lupa." Gumam Sonya dengan nada menyesal.
"Gab, mungkin ini waktunya buat gue jelasin ke lo tentang Hana."
KAMU SEDANG MEMBACA
ABILITY
FantasySemenjak kepindahannya ke kota ini, hidup Gabriella Aradinata berubah secara drastis. Berbagai hal aneh mulai muncul di hidupnya, termasuk manusia-manusia berkekuatan yang awalnya hanya ia baca dalam cerita fiksi--kini berubah menjadi nyata. **** Ge...