BAB 3. Kedatangannya

110 7 0
                                    

Vanessa mematikan mesin mobilnya di depan rumah Paman Albert. Dia sudah tiba di depan rumah musuh kecilnya itu. Ia melihat banyak sekali mobil yang terpakir di halaman rumah Devian. ada mobil papanya, Paman Albert, dan mungkin saja mobil milik pegawai kantor. Pintu utama terbuka lebar, hal ini sangat jarang terjadi. Paman Albert sudah tidak memiliki istri dan nggak punya anak. Sejak kakaknya, yaitu Mr. Addison dan istrinya, orangtua Devian, meninggal karena kecelakaan pesawat, Paman Albert tinggal disini bersama istrinya sebelum istrinya meninggal dua tahun yang lalu.

Sementara itu, sejak sepuluh tahun lalu, Devian tinggal di sekolahkan ke luar negeri, di sekolah yang terbaik yang berasrama. Selama ini setahu Vanessa, Devian nggak pernah pulang, paling-paling hanya Paman Albert yang sering ke Amerika untuk mengunjunginya.

Sekarang sepertinya Devian memang pulang, tapi mengapa ia mesti peduli? Toh dia nggak mau menemui cowok itu, waktu kecil aja Devian udah nakal apalagi sekarang, pikir Vanessa.

Vanessa berjalan pelan-pelan dari samping rumah menuju pintu masuk. Dia melihat sekitar ruang tamu yang kosong, mungkin papa Vanessa ada di ruang pertemuan yang terletak di samping kanan. Dia melihat ke arah tangga,juga kosong, diatas tangga itu dulunya kamar Devian.

Merasa situasi aman, Vanessa cepat-cepat berjalan menuju pintu samping. Sebelum masuk, dia kembali menyempatkan diri mengintip ke dalam. Memastikan kalo cowok itu benar-benar tidak ada, baru dia mengetuk pintu dan masuk. Di dalam ruang pertemuan itu Hani melihat ada Paman Albert, Papa Hani, dan Pa Jerry, notaris kepercayaan keluarga Addison's.

"Siang, Om, Paman, Pa" sapa Vanessa satu per satu, baru kemudian memberikan map hijau yang dibawanya ke papa.

"Pa, ini berkasnya".

"Terima kasih, Vanessa" kata Paman Albert yang duluan mengucapkan terima kasih.

Vanessa mengangguk dan bergegas pamit pada semuanya. Sebaiknya dia secepatnya cabut dari sini sebelum ketemu.... Namun 10 langkah dia keluar pintu, tanpa sengaja bahunya menabrak seseorang.

Vanessa melihat siapa yang ada di depannya. Dia langsung terperangah melihatnya. Cowok yang mirip orang dalam mimpinya tadi malam. Bahkan orang dihadapannya ini tampak sempurna dengan pakaian formal layaknya seorang penguasa. Cowok ini memakai kemeja putih yang dibaluti jas hitam ber-merk ternama. Ini Devian?

"Vanessa?" panggil cowok itu.

Vanessa menatap dalam cowok ini dan cowok itu tersenyum licik dihadapannya.

Seketika proses berfikir Vanessa berhenti tiba-tiba. "Ya?"

Cowok itu bergerak perlahan dan tanpa ia duga, cowok itu menempelkan bibirnya di bibir Vanessa. Sontak mata dirinya terbelalak. Sedetik kemudian Vanessa memejamkan matanya. Bibir cowok ini sedikit melumat bibirnya. Gila! Ini benar-benar gila, cowok itu menciumnya di tempat seperti ini? ciuman pertama Vanessa.. Ciuman pertama mereka!

Sontak alam sadar Vanessa kembali. Dia melepaskan ciuman cowok itu dan mendorong bahu cowok itu menjauh dari tubuhnya. Ia menatap marah cowok itu. Mata Vanessa menelusuri sekitarnya. Fiuh.. untung tidak ada orang.

"KAU!!!" tunjuknya marah.

"Tidak buruk!" ucap cowok itu memandang Vanessa dengan tajam.

"Kurang ajar sekali kau, Devian!!!" teriak Vanessa yang sudah diselimuti rasa marah, kesal, dan benci sama cowok yang sudah diketahuinya itu. Devian Albern Addison, musuh kecilnya itu.

"Aku ada rapat, setelah ini aku ingin berbicara denganmu" balasnya acuh sambil melangkah meninggalkan Vanessa. Tidak peduli dengan ekspresi yang dikeluarkannya.

Merasa dilecehkan, Vanessa memandangi punggung cowok tersebut dengan geram. Seketika muncul ide di kepalanya. Dia segera melepas sepatunya dan melemparkan ke depan ke arah cowok tersebut.

"Akh!"

Yes, berhasil. Lemparan Vanessa tepat mengenai kepala belakang Devian. Ia tersenyum puas dan langsung berlari keluar rumah Devian. Vanessa langsung masuk ke dalam mobil dan segera melaju menjauhi rumah Devian.

Devian yang geram segera berlari keluar gerbang rumahnya untuk menangkap Vanessa yang seenaknya sudah membuat emosinya naik. Tapi Vanessa sudah terlebih dahulu tancap gas, meninggalkannya dengan segudang kekesalan. Devian hanya bisa menatap marah pada mobil yang melaju kencang itu.

--
wkwkwkwk...menurut kalian part ini greget apa ngebosenin? -_-
Vote & Comment yaa!! :)

Thank You
-ami-

Devian & Vanessa [ON HOLD]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang