BAB 10. Pertengkaran

123 6 0
                                    

Oke, This is the last part for today guyss~~

Keep Vote & Comment, guys! ^-^

Happy Reading~~
---

Hari sudah pagi, dan Vanessa sudah kembali ke rumahnya. Dia pamit ke Mama dan Papanya yang tengah menikmati sarapan pagi bersama. Vanessa baru saja keluar pintu rumahnya. Dia tersenyum senang melihat Alex sudah menunggunya di luar gerbang.

Hari ini Alex berjanji akan mengantarkannya ke kampus. Baru beberapa langkah berjalan, handphone Vanessa bergetar. Menandakan ada pesan masuk dan Vanessa membuka pesan tersebut:

"Hari ini aku berencana mengantarkanmu ke kampus. 5 Menit lagi aku tiba di rumahmu. Tunggu aku! Kalo kamu kabur, Awas kau!!"

-MONSTER-

"Dia mengancamku lagi" dengus Vanessa kesal. Yang dimaksud Vanessa dengan 'Monster' itu adalah julukkannya untuk Devian. Menurutnya, Devian sama seperti Monster. Arrogant, Pemaksa, Menyebalkan, dan Menyeramkan baginya.

Dia sengaja mengabaikan pesan itu dan kembali berjalan menghampiri Alex. Masa bodoh dengan pesan Devian yang menurutnya lebih tepat disebut ancaman. Dia mengambil helm yang dibawakan Alex dan mengenakannya.

Sudah menjadi kebiasaan Vanessa, jika ia sedang berboncengan dengan Alex, maka dia akan memegang ujung jaketnya. Walaupun sebenarnya pacarnya itu sudah menyuruhnya berpegangan pada pinggangnya, namun Vanessa masih tetap saja merasa canggung.

Setiba di kampus, Alex mematikan motornya dan menyuruh Vanessa untuk masuk ke kelas dahulu. Vanessa membuka helmnya dan menyerahkannya ke Alex. Namun gerakannya terhenti saat cowok itu memegang tangan kanannya. Menatap benda yang melingkar di jari manis Vanessa.

"Ini cincin apa?" tanya cowok itu kepada Vanessa.

"ii-- Itu. ." sial, kenapa Vanessa menjadi gugup begini.

"Aku tanya, ini cincin apa?!" tanya Alex kesal. Kali ini tersirat nada yang memaksanya menjawab.

"I-Itu hanya cincin biasa, sayang" balas Vanessa bersikap biasa.

"Kamu tahu kan, sayang. Aku nggak suka dibohongi. Lagipula sejak kapan kamu suka menggunakan aksesoris seperti ini?" kata Alex sambil turun dari motornya. Dia berdiri dihadapan Vanessa dan mencengkram lengan Vanessa kuat-kuat.

"Jelaskan!" pinta Alex tegas.

"Aku..."

Belum sempat Vanessa meneruskan ucapannya, seketika tubuhnya merasa terhuyung ke belakang. seperti ada yang menariknya. Dia terkejut melihat Devian sudah berada di kampusnya. Devian menatap tajam Alex dan menyembunyikan Vanessa di belakang tubuhnya.

"Menjauhlah darinya!" bentak Devian pada Alex.

"Apa? Siapa kau?!" tanya Alex kesal.

"Cih, sepertinya kau belum tahu diriku" Devian menyunggingkan senyuman sinisnya pada Alex.

"Memang, dan hey bung! Dia kekasihku!" kata Alex memberitahu.

Devian tidak menjawab dan menoleh sebentar ke arah Vanessa, lalu menatap Alex kembali.

"Dia calon isteriku!" ucap Devian tegas.

"APA?!"

"Devian!" gertak Vanessa kesal.

"Ah rupanya cewek ini belum memberitahumu ya? Kemarin malam kami sudah bertunangan" kata Devian tersenyum puas melihat ekspresi lawannya ini.

"Alex, aku bisa jelaskan" ujar Vanessa sambil memegang tangan pacarnya. Vanessa sudah masa bodoh dengan tatapan orang- orang yang melihat adegannya ini. sedangkan Alex masih terdiam. Bingung mau berkata apa lagi.

"Sayang." ujar Vanessa memelas. Dia nggak tahu lagi harus bersikap apa dengan pacarnya ini. tiba-tiba Alex menepis tangan Vanessa dan segera mengendarai motornya, kemudian melaju kencang meninggalkannya berdua dengan Devian.

"Cish, memuakkan!" sahut Devian sinis.

Vanessa segera menoleh ke arah Devian dan menatap cowok itu dengan kesal.

"Apa yang kamu lakukan disini, Dev?!" tanya Vanessa marah. Dia nggak peduli lagi dengan pandangan teman kampusnya yang tak sengaja melewati dirinya bersama Devian.

"Seharusnya aku yang bertanya padamu! Kenapa kamu malah pergi dengan cowok preman itu?" tanya Devian tajam.

"Devian!" bentak Vanessa. Dia kesal karena Devian membalikkan pertanyaan kepadanya..

"Aish, aku mengikuti kalian! Kau pikir aku akan diam saja, membiarkan tunanganku pergi dengan cowok seperti itu? Lagipula bukankah aku sudah menyuruhmu untuk menungguku?" tanya Devian tanpa jeda. Dan itu membuat Vanessa pusing.

Vanessa tidak berusaha menjawab pertanyaan yang dilemparkannya oleh Devian.Vanessa melirik ke belakang cowok itu, dan menemukan mobil Devian yang terpakir tak jauh dari posisinya sekarang. Dia juga melihat Julian di kursi kemudi. Dia tampak lelah dan Vanessa merasa kalo Julian menghindari kontak mata dengannya.

"Cish, Beginikah sikapmu, melihat orang lain kelelahan dan kamu masih menyuruhnya untuk menyetir mobil? Bahkan dia tidak berangkat kuliah" cibir Vanessa.

"Dia siapa yang kau maksud?" tanya Devian.

Vanessa mengedikkan dagunya ke belakang dan Devian mengikuti arah yang dimaksud Vanessa. Cowok itu menatap sebentar sosok yang berada di dalam mobilnya dan kembali menatap ke Vanessa.

"Biarlah, memang sudah tugasnya!" kata Devian nggak peduli.

"Dia itu temanmu juga! Nggak seharusnya kamu bertingkah seperti itu! Lagipula dia lebih tua darimu, Dev!" ucap Vanessa marah.

"Sudahlah, dia saja nggak keberatan.."

"Tapi-"

"Nanti malam aku ingin kamu ke rumahku!" kata Devian final. Tanpa menunggu jawaban Vanessa, cowok itu segera kembali ke mobilnya dan pergi berlalu dari hadapannya..

"Siapa dia? Seenaknya mengambil keputusan!" geram Vanessa. Dia berbalik dan berjalan memasuki ke dalam kampusnya. Vanessa berencana menemui pacarnya saat jam makan siang. Dia harus menjelaskannya, daripada cowok itu ngamuk lagi padanya. Melihat Devian saja membuatnya takut, apalagi pacarnya itu. Namun Vanessa mengakui kalo Devian lebih berbahaya untuk dirinya sendiri.

--

Sorry for typo!

Thank You

-ami-

Devian & Vanessa [ON HOLD]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang