Bahkan baskom yang berwarna hitam itu juga membawa petaka. Entah kapan, tapi benda-benda berwarna hitam di rumahku mulai semakin gila. Berawal dari pantat panci gosong yang bisa bicara, yang mengeluh betapa hidupnya amat menderita di bawah kilapan badan panci. Kadang dia curhat di atas kompor yang bagian dalamnya mulai menggelap akibat dibakar tiap hari. Ikut mengeluh, bahwa hidupnya hanya sepanjang sumbu di dalam.
Kupikir, bicaranya peralatan dapur itu adalah sebuah permainan alam yang ingin membuatku gila. Setelah dipermainkan nasib, takdir, serta bos berkumis—yang mana kumisnya selalu tersenyum garang padaku, itu menakutkan.
Nasib suka sekali mengusir keberuntanganku, menggantinya dengan sial yang kebetulan lewat di jalan. Lantas menduduki pundakku dan membuat tubuhku menjadi sangat berat, padahal aku harus buru-buru ke kantor karena terlambat. Sialan memang motor kempes dan bis tidak berkeperikemanusiaan.
Takdir tidak mau kalah, ia kadang merentangkan benang hidup di depan mata kakiku—saat lewat di gang sempit. Alhasil, aku tersandung jatuh ke dalam genangan bekas sisa hujan kemarin sore. Datang ke kantor, aku pun diomeli oleh bos. Kumisnya terbahak-bahak melihat penderitaanku.
Semua ini bermula dari keisenganku membeli sebuah gelang hitam di pasar malam. Berawal dari ketidakpercayaanku pada takhayul, seorang nenek tua menantangku untuk membeli dagangannya. Kupikir itu trik bisnisnya, tapi keriput dan sorot matanya tidaklah main-main. Ia berkata, bahwa gelang tersebut memiliki kekuatan magis. Apa fungsinya itu tergantung pada pemiliknya.
Aku pun membeli dengan malas-malasan, mengulurkan uang pas yang kemudian dicaci si nenek karena lusuhnya kertas-kertas tersebut. Dasar tidak tahu diuntung.
Malam, aku benar-benar kepikiran perkataan tua bangka tersebut. Jika memang ada fungsinya, apa kira-kira untukku ya? Sambil mengganti posisi ke samping, aku menmperhatikan gelang itu lamat-lamat. Sekilas seperti rantai berwarna hitam, mengilat dan memiliki pengait yang berbentuk kepala ular. Taringnya jadi pengait ujung gelang satunya. Mirip ular yang memakan ekornya sendiri.
Tak menemukan keanehan apapun, aku jadi ragu pada perkataan orang tua itu. Mungkin aku memang sudah ditipu, ya sudahlah. Sekali-sekali amal. Lalu kuletakkan gelang itu di atas nakas samping tempat tidur.
Besoknya, benda itu sungguh-sungguh kupakai ke tempat kerja. Entah setan mana yang membisik, rasanya pergelangan tangan kananku jadi berbeda. Beda. Seperti bukan tanganku sendiri.
Hari kulalui dengan normal, sampai saat pulang, aku pun sadar. Gelang itu hilang! Aku segera mencarinya ke sekitar meja, komputer dan lingkungan tempatku berkerja. Nihil, bahkan sampai ke tempat sampah pun. Aneh, padahal aku yakin sekali benda itu tidak kulepas.
Akhirnya, kurelakan saja gelang itu. Sampai malam harinya aku sadar, ada yang merayap di tanganku. Kupikir serangga, atau jangan-jangan lipan. Merinding, kubuka langsung selimutku. Menyalakan lampu dan memeriksa dengan seksama tempat tidurku. Seprai, sarung bantal dan guling tidak luput dari pemeriksaan. Jujur saja, tidur dengan fakta ada yang hidup di bawah kulitmu itu mengerikan.
Bawah kulit?
Kulihat di balik kulit tangan kananku ada urat yang aneh. Sangat besar bila dibandingkan pembuluh biasa, sampai benda itu bergerak dan merayap ke balik pergelangan tanganku. Sontak aku menjerit! Seperti cacing yang merayap di bawah dagingmu.
Mimpi buruk itu terus berlanjut dengan perasaan menggelitik, perih dan gatal yang ditimbulkannya. Aku mulai menggaruk benda tersebut, mencakar serta mencubitinya. Kupikir ini hanya halusinasi, mimpi buruk yang terlampau nyata. Lalu cacing itu bergerak ke dalam tubuhku. Merayapi kulit dada, leher dan ke wajah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Musim Abu-abu [Kumcer] [Tamat]
Historia CortaBaskom itu Bisa Bicara! Ia berkata, Pria Berpayung Hitam akan menciptakan Pelangi Abu-Abu seperti Musim Lalu.