Hujan Pertama

390 33 2
                                    

Guyuran air dari langit tersebut masih terus membasahi kepalanya. Bagai beton kokoh di tengah badai, gadis itu masih setia berdiri di antara desakan orang yang melintas melaluinya.

Bagai kerikil tak bernama.

Gadis itu hanya dilewati, tanpa ada yang sudi untuk sekadar bertanya apa yang sedang gadis muda itu lakukan di bawah hujan yang kian deras. Gadis itu pun hanya terdiam, mendongakkan kepalanya ke arah samudra kelabu di atasnya.

Masih belum, pikirnya.

Hujan yang dianggap kebanyakan orang sebagai suatu kesialan hari ini belum seberapa. Gadis muda itu pernah mengalami hal seperti ini dengan keadaan yang lebih buruk. Ia pernah melakukan hal berdiam diri seperti ini di tengah amukan angin yang menyertai suatu hujan.

Hujan masih terus turun dan mendera tubuh mungil gadis tersebut. Namun kali ini, kepala gadis tersebut tertoleh ke arah belakang. Ke arah seorang wanita tua yang tengah membawa dua kantung plastik penuh dengan belanjaan di kedua tangannya.

Wanita tua itu memanggil nama panggilannya dengan seutas senyum tipis yang gadis itu dapati dari kejauhan.

Ia sedikit tergopoh menghampiri wanita tua tersebut.

Wajah gadis itu sedikit lebih cerah dari beberapa menit sebelumnya. Ada sebuah kedutan senyum tertahan di salah satu sudut bibirnya. Tangan kanannya terayun seirama dengan langkah kaki kirinya. Sedangkan tangan kirinya masih setia menggenggam erat sebuah payung.

Mungkin jika orang yang jeli melihat keadaan gadis muda tersebut sebelumnya, akan berpikir bahwa gadis itu antara sudah gila atau memang bodoh, karena tidak memanfaatkan dengan baik payung yang gadis itu pegangi sedari sebelumnya untuk melindungi tubuhnya dari tetes hujan.

Tapi bukan itu kenyataannya.

Gadis itu tidak gila. Dia juga tidak bodoh.

Gadis muda itu hanya ingin menikmati setiap anugerah dari Tuhan yang satu itu secara langsung, karena efek menenangkan yang diciptakannya juga euforia yang menyerbu dada gadis itu ketika air hujan tersebut bergerombol membasahi tubuhnya.

Rasanya menyenangkan.

Gadis itu tidak begitu memedulikan spekulasi setiap orang yang terkadang melintasinya dengan kening berkerut atau mata yang akan setia memandanginya dari jauh dalam waktu yang singkat.

Dan kini, fokusnya hanya satu.

Gadis itu memasang sebuah senyum ramah ke arah wanita tua yang kini telah berada di hadapannya yang juga menyambutnya dengan senyum simpul, sambil berkata, "Ojek payung, Bu?"

Gadis Payung | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang