Hari itu hujan.
Ibu masih sibuk tawar-menawar dengan penjual sayur. Arum bosan.
Dilihatnya penjual sayur tersebut dengan lincah merobek sedikit bagian kertas koran untuk membungkus sejumlah bawang merah yang dibeli Ibunya.
Perlahan, mata Arum mengikuti jejak huruf-huruf yang tercetak pada robekan koran lainnya yang terpampang nyata di hadapannya saat itu.
Lalu, apa yang tidak diingankannya, terjadi lagi.
Pandangan kedua matanya perlahan mengabur, lalu bayangan huruf-huruf dalam koran yang menyerbunya tiba-tiba, membuat Arum terhentak mundur selangkah.
Gadis itu memutuskan untuk berkeliling pasar sebentar, lalu memilih untuk menunggu Ibunya di depan gerbang pasar.
Genangan air coklat menghiasi jalanan berlubang pasar. Arum harus berjalan hati-hati, dengan sesekali kedua kakinya berjinjit untuk menghindari genangan air tersebut menembus sepatu-sandalnya.
Arum mengernyit.
"Ojek payung, Bu?"
Suara itu membuat Arum menoleh penasaran ke arah kirinya.
Di sana, nampak seorang gadis sepantarannya tengah menghampiri beberapa pengunjung pasar sembari memegangi payung merahnya dengan setia.
Wajah gadis itu nampak kucal dengan keadaan rambutnya yang tidak kalah menyedihkan. Hanya dengan sebuah ikatan ekor kuda, tapi Arum seolah tertarik oleh magnet tak kasat mata ketika sedetik gadis kucal tersebut meliriknya dengan sebuah senyum tipis.
Arum menghampiri gadis kucal tersebut.
"Halo," sapa Arum ramah.
Gadis kucal di sampingnya menatapnya aneh, dahinya sedikit tertekuk sejenak sebelum membalas sapaan Arum, "Halo?"
Arum tersenyum, melirik payung merah milik gadis tersebut. "Kamu sedang apa?" tanya Arum.
Gadis kucal itu nampak mengernyit tidak suka. "Ngeledek, ya? Udah, sana, pergi aja, anak orang kaya macam kamu. Aku nggak peduli katamu, aku suka pekerjaanku," balas gadis itu, ketus.
Arum terdiam tidak paham.
"Ojek payung, Pak?" Lagi-lagi, gadis itu kembali menghampiri setiap pengunjung pasar yang berlalu-lalang di depan gerbang pasar.
Lalu, tawaran gadis itu kembali ditolak dengan gelengan singkat, dan sebuah pengabaian.
Tapi, seperti tersihir, Arum malah merasa tertantang ketika pengunjung pasar yang ditawari ojek payung tersebut memilih untuk tidak menoleh sama sekali sambil berlalu pergi.
"Aku gagal paham, kenapa kamu masih mau menawarkan jasamu itu, padahal kamu sudah ditolak berkali-kali?" tanya Arum, tanpa repot memikirkan pertanyaannya.
Yang ditanya justru menoleh kesal. "Kamu, anak orang kaya, nggak usah nanya-nanya!" bentak gadis itu pada Arum.
Arum sesaat sempat terkejut, napasnya sempat memburu sebelum gadis itu memutuskan untuk mencoba mengatur napasnya kembali. Arum mengembuskan napasnya, panjang.
"Maaf, kalau kamu nggak keberatan, aku boleh tanya, kenapa kamu nggak menyukaiku?" tanya Arum penasaran.
Gadis kucal itu menoleh dengan cepat. Wajahnya memerah marah, napas gadis itu sedikit memburu. "Karena kamu anak orang kaya! Bajumu bagus, sepatumu bagus, uangmu banyak, kerjaanmu dan temanmu itu, pasti cuma membully orang miskin sepertiku! Ngaku," cerocos gadis kucal tersebut menggebu-gebu.
Arum, bukannya ketakutan, malah tertawa geli, yang sontak saja membuat gadis kucal di hadapannya berhenti berbicara dan menatapnya aneh.
Arum menghentikan tawanya. "Aku nggak punya teman, jadi bagian aku-dan-teman-temanku-kerjanya-cuma-membully itu, nggak benar sama sekali," jawab Arum tenang. "Nama kamu siapa?"
![](https://img.wattpad.com/cover/81698341-288-k726822.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Gadis Payung | ✔
Short StoryTidak ada sahutan, membuat pria itu sedikitnya berharap dalam cemas dengan jawaban apa yang akan diberikan sosok gadis muda di hadapannya ini nanti. Namun, sampai gadis itu dipanggil oleh seorang wanita paruh baya yang membawa sebuah tas penuh denga...