"Kamu selalu rela diguyur hujan. Emangnya kamu nggak kedinginan? Atau, kamu nggak takut sakit gitu? Atau dimarahin orangtua kamu, mungkin?"
Ia menoleh ke arah sampingnya, menampilkan sebuah senyum tak terbaca bagi lawannya berbicara. Ia menggeleng ringan, masih dengan senyumnya. "Enggak, tuh."
Pria muda di hadapannya mengerutkan dahinya, tidak mengerti. Bagaimana mungkin? Setiap perbuatan pasti memiliki resiko, bahkan jika itu adalah sebuah kebajikan yang para manusia berhati malaikat lakukan.
Seperti mendapat julukan 'sok suci' dan sebagainya, misalnya.
Lagi, pria itu kembali bertanya, "Apa kamu selalu seperti ini setiap hujan?" tanyanya, masih dirundung rasa penasaran yang menyelimutinya setiap kali menyaksikan tingkah aneh gadis muda di hadapannya ini.
Gadis itu mengangguk singkat. Pandangan gadis itu kini tidak lagi terarah kepada pria di sampingnya, melainkan ke arah payung yang sebagiannya terbentang melindungi setengah bagian tubuhnya.
Walau hanya menampilkan raut wajah yang sama, kali ini gadis itu sebenarnya tengah bingung. Apa yang sedang pria itu lakukan? Bukankah seharusnya pria itu hanya harus berjalan melintasinya bagai sebuah debu di tengah padang pasir?
Tidak terlihat dan dianggap keberadaannya.
"Kamu selalu cari pelanggan di sini?" tanya pria muda itu kembali.
Ia masih tidak ingin kehilangan kesempatannya untuk berbicara dengan gadis muda di sampingnya. Saat pertama kali memandang tubuh mungil yang terbalut air hujan saat itu, ia langsung terpikat oleh cara tubuh gadis itu menikmati setiap tetes yang membasahinya.
Gadis itu hanya terdiam di antara genangan air yang mengerubungi jalanan pasar, dengan kaus hitam berbahan katun dan celana pendek berwarna coklat muda. Tubuh gadis itu seperti tengah dilantunkan lagu pengantar tidur oleh hujan.
Tenang dan damai.
Sudah lama pria itu tertarik dengan bagaimana gadis hujan tersebut berekspresi melalui tetes hujan yang membasahi tubuhnya. Gadis itu terkadang menunduk, terkadang mendongak ke arah langit, atau hanya akan membuka matanya di tengah hujan yang menerpa wajahnya.
Seperti sedang bermeditasi untuk menghilangkan setiap perasaan dan kegundahannya.
Kembali suci.
Dan untuk hari ini, pria itu memutuskan untuk memberanikan dirinya dan menghampiri gadis tersebut dengan bermodalkan tubuh dan sebuah payung yang membentenginya dari hujan.
Ia tidak ingin meniru perilaku gadis muda tersebut. Hanya untuk sementara, setidaknya sampai skripsinya selesai.
Gadis itu akhirnya kembali menatap manik mata pria itu langsung. Gadis itu mengacungkan jari telunjuknya ke dada pria di hadapannya. Ia bilang, "Kamu nggak sadar, ya, kata 'pelanggan' kamu itu bisa bikin orang salah sangka dengan saya?"
Pria itu tersentak, kemudian memandang sekelilingnya yang menampilkan subjek manusia yang berlalu lalang dengan berlindung sebuah objek yang mereka gunakan untuk melindungi bagian kepala atau tubuhnya sekalian dari hujan.
Sampai beberapa menit kemudian, pria itu tersadarkan dengan sebuah tawa merdu nan polos bak kain sutra tak berwarna. Ia terperangah, memandang kembali gadis muda di hadapannya yang kini sepertinya kehilangan penglihatannya karena gadis tersebut yang tersenyum lebar dan membuat matanya tertutup.
Sel-sel saraf pria itu sempat mati karena tidak tahu harus merespon seperti apa.
Sampai akhirnya, pria itu sadar. "Kamu bohongin saya, ya?"
Gadis itu berhenti tertawa dan hanya menunjukkan sebuah senyum tertahan di wajahnya.
Namun tanpa gadis itu sadari, senyum itu rupanya mampu ditularkan kepada bibir pria muda tersebut. Sudah berapa lama pria itu tidak dapat tersenyum selebar ini karena skripsinya? "Saya temui kamu besok di sini. Karena kamu, saya sepertinya juga tertarik dengan hujan."
Gadis itu masih hanya menunjukkan senyum yang ditahannya.
Tidak ada sahutan, membuat pria itu sedikitnya berharap dalam cemas dengan jawaban apa yang akan diberikan sosok gadis muda di hadapannya ini nanti.
Namun, sampai gadis itu dipanggil oleh seorang wanita paruh baya yang membawa sebuah tas penuh dengan sayuran, gadis itu tetap tidak membuka suara dan memberinya jawaban.
Ia pasrah.
Ia datang karena berniat untuk mengenal dan mendengar cerita tentang gadis itu dan hujan. Seperti sebuah lukisan yang dapat menghibur penikmatnya, mungkin cerita gadis itu dapat menghilangkan penatnya.
Dan harapan pria itu kembali bergelora ketika ia mendengar suara yang sama dengan tawa yang sempat melumpuhkan sarafnya. Ia menatap gadis muda itu yang dengan setia melangkah dengan cepat namun penuh perhatian ke arah wanita yang memanggilnya tadi.
"Saya tunggu kamu besok."
![](https://img.wattpad.com/cover/81698341-288-k726822.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Gadis Payung | ✔
Short StoryTidak ada sahutan, membuat pria itu sedikitnya berharap dalam cemas dengan jawaban apa yang akan diberikan sosok gadis muda di hadapannya ini nanti. Namun, sampai gadis itu dipanggil oleh seorang wanita paruh baya yang membawa sebuah tas penuh denga...