2 - Upacara Pribadi

296 18 11
                                    

-

🕸🕸🕸

Senin, 11 Juli 2015

Aku berjalan keluar dari komplek Perumahan untuk mencapai halte busway. Gara-gara si Vampir itu, aku harus memakai baju olahraga kedodoran yang lengannya kulipat karena kepanjangan dan celana yang bagian pahanya menggelembung karena kolornya kutarik sekuat mungkin supaya tidak melorot.

Padahal, aku ingin mencoba menyeimbangkan penampilanku dengan penampilan para anak cicit konglomerat. Tapi yang ada aku malah mempermalukan diri sendiri.

Sesuai prediksi, orang-orang di sekolah menatapku aneh sambil menertawaiku.

Kali ini aku memutuskan untuk menaiki lift yang kebetulan sepi.

Setelah pintu terbuka di lantai tiga dimana ruang kelas MOS-ku berada, aku dihadang tiga anak laki-laki.

Mereka tidak membiarkanku lewat. Katanya anak baru dilarang naik lift, atau harus membayar denda lima puluh ribu setiap naik satu lantai.

Tentu saja aku tidak menurutinya.

Cowok yang berdiri di samping mendekat dan hendak merampas tasku. Aku reflek melangkah mundur dan mencengkeram kuat pegangan tasku.

"Siniin tas lo!" ancamnya sambil berusaha merebut tasku.

Aku menempelkan punggungku ke lift biar mereka nggak bisa merebut tasku. Berasa kaya lagi main Name-tag Race yang di Running Man. (buat yang tau aja :') )

"Ngelawan lo ya?"

Aku memandangi mereka dengan cepat. Mereka sepertinya akan menarikku atau semacamnya. Sebisa mungkin berusaha untuk merampas tasku.

Aku memasang ancang-ancang untuk menghajar siapapun yang pertama kali mendekat ke arahku.

Dan...

Dug!

"Aw!" Dia merintih kesakitan sambil menutupi organ vital yang baru saja kutendang dengan lututku.

Eh, emang sesakit itu?

Salah satu temannya bersiap untuk menamparku. Tapi aku berhasil menghindar dan menangkisnya dengan cepat. Kemudian aku menendang lututnya hingga membuatnya merasa ngilu dan nyeri.

Satu siswa terakhir yang belum kusentuh sedang kebingungan entah apa yang harus dilakukannya.

Aku tidak lagi bersandar. Dan entah kenapa aku tidak kabur saja saat ini?

Siswa terakhir mendekat ke arahku, mencengkeram kedua pundakku untuk menarik tubuhku dan kemudian didorong sekuatnya ke pintu lift.

Dding

Pintu lift terbuka disaat yang tepat.

Jika saja pintu lift tidak terbuka sekarang juga, punggungku akan merasa kesakitan mengenai pintu itu. Beruntungnya aku tidak jadi terjatuh. Seorang penumpang lift reflek menahan tubuhku.

Aku menoleh ke atas dan melihat wajah pemilik badan kekar yang sedang menahan tubuhku. Mata kami kembali bersapa.



Cowok ber-hoodie putih! Si Vampir!



Aku tidak tau namanya, tetapi itu adalah panggilan buatanku karena wajahnya yang putih pucat, bibirnya yang semerah darah, matanya yang tajam, tubuhnya yang tinggi dan hidung lancipnya. Persis seperti vampir di film-film. Dia melemparku keluar dari lift saat pintunya hampir tertutup kembali. Beruntung aku tidak terjepit!

Sekolah : The TargetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang