Naruto menolehkan kepalanya ke kanan dan kiri untuk menemukan orang yang dia cari. Ya, dia sedang mencari suaminya di kantin kantor Uchiha. Kantor Namikaze yang hanya berjarak lima menit jalan kaki tidak menyulitkan Naruto untuk menemui suaminya.
Naruto memicing tajam pada pengunjung yang duduk di meja dekat jendela. Mereka terlihat serasi kalau orang belum mengetahui kalau sang pria sudah bersuami.
Dengan langkah mantap Naruto menghampiri meja mereka.
"Jadi ini yang dilakukan Tuan muda Uchiha di kantor? Apakah hanya aku yang bekerja keras?"
"Ini jam istirahat kalau kau tidak tau."
"Istirahat selesai lima menit yang lalu. Itu pun kalau kamu sengaja tidak melihat jam."
"Kau menuduhku?"
"Menurutmu apa yang kulihat?" Lawan Naruto dengan pembawaan yang tenang namun terkesan mengejek.
"Penglihatanmu cukup buruk."
"Kau menghinaku hanya karena aku pakai kacamata?"
"Bukan itu yang kumaksud. Dobe," Sasuke menyeringai melihat kebodohan suaminya.
"Teme," Naruto menggeram kesal karena ejekan suaminya. "Kalau begitu jelaskan apa yang kulihat."
"Ano, gomen, sepertinya aku harus pergi," wanita yang sedari tadi terabaikan akhirnya membuka suara.
"Diam," ucap Sasuke dan Naruto kompak. Membuat wanita yang berancang-ancang untuk lari harus mengurungkan niatnya.
Naruto kembali menatap suaminya dengan pandangan sengit. Tubuhnya seolah tidak merasa capek karena sedari tadi dia hanya berdiri di tempat yang sama.
"Ada urusan apa kau disini?"
"Ada masalah kecil. Tapi aku butuh bantuanmu."
"Kau bisa menelponku jika kau cukup pintar."
"Dan kehilangan momen romantis ini? Oh, manis sekali."
"Cukup, kau tau dia sekretarisku."
"Cukup tau, sampai aku bisa mencium bau bunga bermekaran disekeliling kalian. Indahnya masa muda," sindir Naruto dengan nada yang dibuat-buat.
Sasuke ingin menyangkalnya, namun pandangan dari semua pengunjung yang terarah pada mereka membuatnya harus mengurungkan niat.
"Sudahlah, mari kita bahas masalah ini di tempat lain," ujar Sasuke lelah. "Ayo kita bicarakan di kantorku."
Sasuke beranjak dari tempatnya. Dia menyentuh bahu Naruto pelan, mengisyaratkan untuk mengikutinya. Namun setelah beberapa langkah berjalan, Naruto tidak juga beranjak dari tempatnya berdiri.
Sasuke membalikkan badannya agar mendapat akses penuh untuk melihat punggung suaminya. Matanya memicing saat menangkap getaran halus di kedua bahu tegap suaminya.
"Na-" belum memyelesaikan ucapannya, suara lain telah memotongnya terlebih dahulu.
"Sasuke..." lirih Naruto. "Kakiku keram..." Naruto menoleh patah-patah dengan wajah mewek, berharap Sasuke mau membantunya. Bagaimanapun rasanya sakit sekali. Ini akibat menghentakkan kakinya terlalu keras tadi. Jangan salahkan orang kantoran yang kurang olahraga.
Sasuke menghela napas sambil menepuk jidatnya. Kapan orang tua di depannya ini bisa bersikap dewasa.
Naruto memang tua jika tiga puluh dua tahun sudah dikategorikan tua. Lagi pula dia hanya berjarak lima tahun dari suaminya. Apa itu termasuk tua? Apa Naruto termasuk pedofil? Abaikan pemikiran Sasuke tentang tua."Dobe."
Pada akhirnya Sasuke maju untuk membantu melemaskan otot kaki Naruto.
.
.
.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Wedding
FanfictionPernikahan adalah hal yang sakral. Semua orang menginginkan keluarga yang harmonis. Namun pasangan ini selalu dilanda pertengkaran. Apakah hanya jalan perpisahan yang akan mereka ambil?