Part 6

17.7K 683 4
                                    

'Kamu mau kan menikah dengan teman Abang?'

Aku masih memikirkan kalimat itu. Iya, Husein yang berkata demikian. Kenapa bisa dia bilang seperti itu? Bagaimana jadinya bila aku menikah dengan rekan satu profesinya?

Tidak. Aku tidak mau, sudah ku bilang aku tidak mau atau aku tidak suka dengan profesi kakakku itu.

Lagi pula, aku sudah mempunyai Fahri, aku mencintai dan menyayangi Fahri. Apa harus aku memberitahukan kepada Husein?

Saat ini, aku tidak mau keluar kamar. Ada penyebab mengapa aku tidak mau dan sama sekali ogah keluar kamar. Setelah pelantikan itu, otomatis kakakku berada di rumah sebelum dia kembali pendidikan. Nah, entah kenapa rekan Husein itu selalu berkunjung ke rumah. Dan Husein gentar-gentarnya mendekatkan kami, mendekatkan untuk rencana aku dengan rekannya itu mau seperti apa.

Ya aku risih lah, aku tidak suka. Walaupun rekannya itu memang tidak merespon, tapi.. Hati laki-laki dan respon laki-laki siapa yang tahu?

Aku kesal dengan Husein.

Entahlah ada urusan apa Husein dengan rekannya itu sampai sering sekali datang ke rumah, jadinya aku tak mau dan enggan keluar kamar. Untuk makan atau minum pun, aku meminta Bi Yayu mengantarkan ke kamarku.

Ibu dan Ayah apa tahu? Ya tahu, tetapi mereka bersikap biasa saja. Toh ini masalah kami, dan perihal Husein mau menjodohkan aku dengan rekannya itu, malah di dukung besar oleh Ibu dan Ayah. Bukankah itu menambah kesal terhadap diriku?

Sekedar olahraga ataupun latihan aku tak melakukannya. Aku kesal dengan Husein, titik.

"Dik, Abang minta maaf dong. Beneran, Abang gak akan lagi kayak gitu deh." Suara dari luar kamar sembari mengetuk pintu kamarku dengan keras.

Iya, dia melakukannya hampir lima hari terakhir ini. Selama lima hari pun aku tak keluar kamar. Hebat dengan diriku sendiri.

"Gak mau!" Teriakku dari dalam kamar.

Dia terus mengetuk-ngetuk pintu, "Ayo dong, aku minta maaf sayang. Masa sih gara-gara Abang jodohkan dengan teman Abang kamu marah kayak gini." Tuh kan, sebel banget. ".. Masa iya kamu nolak? Perempuan mana yang tidak menolak sih? Jelas-jelas dia tuh ganteng, cakep, mapan, shaleh, pinter, cerdas, pokoknya mantap deh." Ujarnya bak ibu-ibu yang sedang ber-marketing.

Aku turun dari tempat tidur, lalu berdiri di belakang pintu, "Bodo amat! Aku gak peduli! Sana ah, berisik kamu. Ganggu aja ketenangan hidup orang lain!"

"Dih, siapa yang ganggu kamu?" Balasnya dari luar, ".. Awas tar nyesel tahu rasa! Tahunya diam-diam jatuh cinta. Awas loh, Dik!"

Aku menggeridik ngeri, jangan sampai hal itu terjadi. Hatiku cukup dan hanya untuk Fahri.

"Bodo amat! Mending Abang pergi pendidikan lagi sana. Rumah ini tenang sebelum kamu datang." Selorohku dengan kesal.

Terdengar suara pukulan ke pintu, pasti dia marah. Aku tahu itu, kita lihat dan mari mulai hitung.. Satu.. Dua.. Tiga.., dan

"Cukup Al! Kamu itu adik aku, gak sepantasnya bilang begitu!" Dan ya, ucapannya teriak.

Aku tak menggubris, lebih baik aku kembali ke atas tempat tidur. Dan.. Aku lupa, Fahri... Bagaimana kabarnya? Sudah lima hari ini kami tak berkabar. Dan selama liburan ini aku jarang mengaktifkan ponsel. Karna ya, malas saja. Fahri juga sudah tahu akan hal itu.

'Ri, how are u? Maaf, aku baru kabarin kamu.'

Oke, terkirim. Aku tak tahu lah sekarang di Seoul pukul berapa, tak memikirkan juga.

Ponselku bergetar, satu buah pesan masuk, My Dearest Fahri terpampang dalam screen saver ponselku.

'Oh hai babe.. I'm Ok, so much. Kamu gimana? Sekarang aku dan tim lagi di bandara. We'll be back, see you soon ya! Aku akan cerita banyak hal.'

Hatiku senang begitu mendengar kabarnya. Kami menjalin hubungan, tapi tidak seperti pasangan pada umumnya. Kami mengobrol, jalan, bertemu, hanya sekedar membahas pekerjaan, oh tidak tidak bukan pekerjaan, melainkan kegiatan kami yang sama.

Selagi menunggu Fahri kembali ke Indonesia, lebih baik aku tidur. Pun waktu kian larut malam, aku tidak sabar bertemu kekasih hatiku itu. Baru kali ini aku merasakan cinta yang begitu besar sekali.

Fahri, we will meet.

****

"Lagi-lagi tim kita memborong kambali medali emas dan medali perak!" Ucap salah satu pelatihku dengan sangat bangga, ".. Teruntuk atlet unggulan kita, pahlawan kita, Fahri. Beliau mendedikasikan dirinya hanya untuk tim kebanggan kita dan negara kita." Lalu merangkul bahu Fahri.

Semua orang mengucap syukur dan selamat kepada timku yang berangkat bertanding serta pahlawan kami semua. Aku bangga kepada Fahri, sangat bangga. Di kesibukannya sebagai mahasiswa pra tingkat akhir, tak lupa juga dengan apa yang sudah membesarkan namanya.

I'm very proud of you, sweetheart. Batinku kala dia menatapku sembari tersenyum. Matanya seakan-akan membalas batinku, without you i can't. Balasnya itu.

Lantas kami merayakan kemenangan ini, dan di malam hari nanti sebagian timku akan bertemu dengan Menteri Olahraga serta petinggi negara ini yakni Presiden.

"Kamu gak kangen aku, Ri?" Ucapku dingin seraya duduk di kursi panjang  sesaat kami mempunyai kesempatan untuk berdua.

Dia menatapku, lalu tersenyum dan mengenggam tanganku. Rasanya.. Aku tidak bisa merasakan apa-apa, lebih tepatnya seperti ada energi positif yang di tularkannya.

"Selama aku di Seoul, aku kangen berat sama kamu!" Ucapnya terhenti beberapa detik, ".. Yang biasanya kita tanding bareng, kemarin engga sama sekali. Jadinya, aku gak ada partner ngobrol, atau sharing-sharing selama disana."

Aku mengusap punggung tangannya, "Tapi kan kamu bisa melakukan ini dan memberikan yang terbaik tanpa ada aku juga. Buktinya, ini. Keberhasilan kamu yang luar biasa."

Fahri mengangguk, "Ya memang, cuma beda. Gak ada yang bisa aku jahilin dan gombalin." Mencubit hidungku.

Kebiasaan.

Aku memegang hidungku, sakit sekali.

"Tetap di sampingku ya, walau dengan kondisi apapun. Jangan tiba-tiba pergi dan menghilang, tetap disini." Membawa tanganku lalu di sentuhkan ke dadanya.

Aku mengulum senyum, "Pun dengan kamu. Tetap menjadi Fahri yang aku kenal ya, jangan pergi dan menghilang dari hidupku."

"Janji?" Mengankat jari kelingkingnya,

Aku mengangguk, menautkan jari kelingking kami, "Janji."

Kepada Tuhan, semoga hubungan kami tidak putus sampai dia benar-benar menjadi jodohku.

****

Oke, part bucin :')

Maapkannn yg bener2 lama bgt up..

Dan gak tau lg harus bikin alur ini gmn lg wkwk.

Efek social distancing, tugas2 kuliah makin numpuk aja, social distancing kaliang gimana??

Btw, selalu jaga kesehatan ya temen2!! Kita #dirumahaja kontribusi #kaumrebahan buat negeri ini :') kita lawan covid 19, kita bantu tenaga medis, kita bantu pemerintah.. semangattt, jgn lupa selalu doakan pahlawan2 kita, pahlawan pemberantas virus ini :)

Happy reading!

Hidupku Hanya Untukmu [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang