17. Gossip

18.9K 2.8K 195
                                    

Huaaa uda 5k ajaa. Syenang syenang:'))
Jangan lupa tinggalkan jejak yaa:***

Daerim

Aku menundukkan kepalaku dalam-dalam. Buruan sampai sekolah dong, biar jantungku bisa istirahat.

"Salah minum obat?"

Aku tersentak mendengar suara seksi di sampingku. Sial, om seribu kali lebih menggoda kalau lagi nyetir!

"Ha?"

"Kau jadi pendiam," jawabnya tanpa menatapku. Ouh, senyummu bikin aku lemas, om! "Katanya mau buat aku jatuh cinta."

"Ha?"

"Aku lebih suka Daerim yang cerewet daripada Daerim yang pendiam dan canggung seperti ini."

"Ha?"

Gila, kayaknya saraf di otakku mulai rusak deh. Aku nggak bisa mencerna kata-kata om dengan baik.

Sreet, om Mingyu menghentikan mobil yang ia kendarai lalu mendekatkan wajahnya ke wajahku.

Sial, jantungku! Jantungku lari kemana?! Seseorang bantu aku!

"Sekali lagi berkata 'ha', aku akan menciummu."

Damn! Aku meneguk salivaku dengan susah payah. No, ini terlalu dekat. Aku bahkan bisa merasakan napasnya menerpa wajahku. Geli.

"Turunlah, nanti telat," lanjutnya sambil mengacak rambutku. Sialsialsial.

"I-iya."

Aku segera membuka pintu mobil lalu pergi menuju gerbang tanpa menoleh ke belakang. Huaaa, wajahku pasti memerah.

Langkahku terhenti tepat di lorong sekolah yang mulai ramai. Cukup, lama-lama jantungku bisa ikutan rusak.

"Jadi dia adik kelas gatel itu?"

"Iyuh, padahal nggak cantik-cantik amat."

"Dasar sampah!"

Aku mengernyitkan dahi melihat orang-orang menatapku dengan tatapan aneh. Sampah? Siapa yang mereka panggil sampah?!

"Daerim!" Nara menepuk punggungku dengan napas memburu. Lah, dia kenapa? "Gawat, Rim!"

"Ada apa sih, Ra? Mereka kenapa?"

"Buruan ikut aku!" kata Nara sambil menarik tanganku. Astaga, ada apa sih? Sebegitu parahkah?

Nara membawaku ke mading sekolah yang ada di dekat kantin. Gila, anak-anak ngapain pada ngumpul disini?

"Lihat mading, Rim."

Aku menjinjitkan kakiku agar bisa melihat 'sesuatu' yang ada di mading.

"Kenapa sih? Em--"

Deg! Aku mematung. Suara riuh di sekelilingku mendadak lenyap, berganti keheningan. Gila! Ini apa?!

⚫⚫⚫

Aku menelungkupkan wajahku di atas meja. Rasanya mau nangis sumpah. Puluhan, bahkan ratusan orang menghujatku. Aku benci. Benci banget!

"Rim, sudah jangan nangis ya," hibur Nara sambil mengelus puncak rambutku.

Aku mengangkat kepalaku lalu menatap Nara. Aku yakin mataku memerah sekarang. Ugh, untung saja kelas sepi ditinggal penghuninya ke kantin.

Sumpah, siapa sih orang yang sudah nyebarin gosip murahan itu? Pertama, aku nggak pacaran sama Mark. Kedua, aku nggak tinggal berdua saja sama om. Ada kak Hansol juga di apartemen.

"Aku harus gimana, Ra?" tanyaku mulai putus asa. Ah, jangan lupakan fakta kalau 'mereka' punya fotoku dan Mark serta fotoku dan om di Myungdong kemarin. Penguntit!

Nara menepuk punggungku halus. "Sst, sudah sudah. Kita pikirkan jalan keluarnya oke?"

Aku memeluk Nara. Ugh, pasti aku benar-benar dicap "Perempuan Gatel" gara-gara gosip gila itu. Huaa.

"Nanti kalau kak Hansol dipanggil sekolah gimana? Terus aku dike--"

"Dream!" Astaga. Jantungku hampir copot. "Are you okay? Jangan nangis."

Aku menatap Mark kesal. "Ini pasti ulah fans gilamu, kan? Dasar sasaeng! Penguntit!" omelku.

"Okay, anggap ini ulah fansku. Tapi sumpah, aku nggak tau apa-apa, Dream. Trust me."

Aku mengerucutkan bibirku. Iya juga sih. Aku tahu Mark nggak sejahat itu.

"Tapi nuna, kau serius cuma tinggal berdua sama om--"

"Mau mati?!" Haechan langsung diam mendengar teriakan Nara. "Mereka tinggal bertiga, Haechan-ku. Ada kakaknya Daerim juga," lanjutnya dengan nada sedikit melunak.

Kami berempat terdiam. Kenapa harus ada badai setelah pelangi datang menghampiri hidupku?

"Dream, aku punya ide. Mau mencobanya?" Aku, Nara dan Haechan menatap Mark penasaran. "Be mine."

"HA?!"

Author

Setelah menyelesaikan beberapa pekerjaannya, Mingyu memutuskan untuk segera menjemput Daerim. Mungkin makan siang bersama bisa 'mempermulus' langkahnya untuk membuka hati. Haha.

Mingyu menyandarkan tubuhnya di samping mobil lalu melipat tangannya di depan dada. Ugh, hot uncle.

"Eh, itu om-om di mading bukan sih?"

"Sial, si sampah itu pinter banget cari mangsa."

"Gila, pasti diambil duitnya doang."

Mingyu mengernyit. Begitu banyak bisikan-bisikan liar memasuki rongga telinganya. Mereka mengenalku? Aku kok nggak, batinnya.

"Oh, Dae--" Teriakan Mingyu terhenti saat melihat Daerim tidak sendiri. "Ngapain dia sama si bocah?" gumamnya.

Mata Mingyu makin menyipit saat dua insan itu berjalan mendekatinya. Ada yang janggal. Tapi apa?

"Uncle, dia pulang bersamaku. So, kembalilah ke kantor."

Sepertinya Mingyu, Mark dan Daerim tidak sadar kalau mereka jadi pusat perhatian sekarang. Tiga trending topik Hwasung sedang berkumpul, batin orang-orang. Tontonan gratis.

"Maksudmu? Kenapa harus kau yang mengantar dia? A--"

"Om, aku pulang sama Mark." Mingyu terdiam. Matanya menatap Daerim tak percaya. "Maaf, om. Kita duluan."

Dua anak manusia itu meninggalkan Mingyu yang masih mematung. Sekarang Mingyu sadar kejanggalan yang sempat menghantuinya.

Mark dan Daerim bergandengan tangan. Dengan eratnya.

"Sial! Apa sekarang aku harus bersaing dengan bocah?!"

⚫⚫⚫

Oleoleee h-1 nih. Jgn lupa ya besok nyalain lightstickya. Di kamarrr eaeaa:"")

Btw kira2 ff ini selesai sampe chapter 22-25 yaa. Bentar lagi tamat uye:')

Kusudah punya endingnyaa so ikutin terus ya. Jgn lupa tinggalkan jejak. Terimakasiiih🙆🙆🙆💕💕

Om Mingyu✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang