Mimpi buruk itu kembali membayangi, datang tanpa bisa dihentikan. Kembali, untuk yang kesekian kalinya, kejadian tragis di panti asuhan itu terlihat lagi oleh Ain yang tengah tak sadarkan diri.
"Mau sampai kapan kau berdiri di situ, bocah?" tanya Grief yang baru saja membunuh seorang pria untuk menyelamatkan Ain.
"A...Aku...." Dengan mata terbelalak disertai air mata yang mengalir deras, Ain berusaha bangkit. Tubuhnya bergetar hebat, terasa lemas juga sakit di beberapa bagian.
"Kau ingin menyelamatkan mereka semua bukan? Kalau begitu, jadilah kuat!"
---|<V>|---
Ain memekik dengan sangat keras begitu ia terbangun dari mimpi buruknya. Jantungnya berdegup sangat kencang hingga suaranya bisa terdengar jelas. Napasnya terasa berat. Wajahnya pucat pasi dibanjiri keringat.
"Mimpi itu... Lagi....?" gumam Ain sembari mengusap keringat dari keningnya. "Ngh...." Terdengar suara perempuan bergumam pelan di sebelahnya.
Ain menoleh ke arah sumber suara yang tidak jauh darinya. Ia melihat Tiash tengah tertidur pulas di kursi, di sisi kanan ranjangnya. Tanpa ia sadari, Tiash tengah menggenggam tangannya dengan erat.
Perlahan Ain melepaskan genggaman tangan Tiash itu. Ia mengamati Tiash yang masih tertidur pulas, lalu mengamati kondisi sekitar. Dari pengamatannya, ia bisa mengambil kesimpulan kalau dirinya tengah berada di ruang perawatan.
Kemudian terdengar langkah kaki cepat dari arah pintu. Vabica yang mendengar Ain memekik, dengan segera masuk ke dalam ruangan itu.
"Kak!" sapa Vabica dengan senangnya. Ia merasa lega melihat Ain yang telah siuman.
"Berapa lama?" Tanya Ain dengan nada pelan. Tubuhnya masih terasa sedikit lemas, tapi ia tidak merasakan sakit di tubuh. Sebelum ditempatkan di ruangan itu, Ain sempat dibawa ke tabung pemulihan oleh petugas medis Cerberus.
Beberapa rusuk Ain memang patah, tapi berhasil dipulihkan di dalam tabung pemulihan. Hanya butuh waktu semalam untuk memulihkan fisik Ain, tapi Ain baru sadarkan diri setelah 3 hari lamanya. Dokter di Right Head bilang, mungkin karena pikiran Ain yang terlalu lelah.
"Tiga hari," jawab Vabica sambil mengambil sebuah kursi, lalu meletakannya di sebelah kursi tempat Tiash tertidur. Ia duduk di kursi itu, dekat sekali dengan ranjang tempat Ain merebahkan dirinya.
"Bagaimana kondisi kakak? Apa yang kakak rasakan sekarang?" tanya Vabica sambil melempar senyum tawar ke arah Ain yang malah mengerutkan alisnya.
"Tiga hari?!" pikir Ain sedikit terkejut. Ia tidak menyangka kalau ternyata ia sudah tertidur selama itu. "Aku tidak apa-apa," jawabnya singkat.
Lalu Ain menghela napas panjang sambil memejamkan mata, berusaha mengingat lagi kejadian sebelum ia tak sadarkan diri. Ia bisa mengingat kejadian-kejadian itu dengan baik, tapi ia tidak tahu apa yang terjadi setelahnya. Ia pun menanyakan hal itu pada Vabica.
Setelah Agna tiba di kapal itu, ia menyerahkan diri pada Grief untuk melindungi teman-temannya. Ia tidak ingin menjadi beban. Oleh karena itu, Agna memilih untuk menyerahkan diri tanpa melakukan perlawanan. Lalu Agna meminta Grief untuk melepaskan mereka, para anggota Cerberus.
Grief yang sudah mendapatkan apa yang diinginkannya, mengabulkan permintaan Agna.
Kemudian Agna menghubungi Right Head untuk meminta bantuan, membawa mereka yang terbaring lemas tak berdaya.
Namun ada hal yang tak terduga. Ternyata Teir juga pengkhianat. Sama seperti Lond, bedanya Teir memang sudah menjadi anggota Abaddon. Bahkan, Teir memiliki peran sebagai kaki tangan Grief. Tugasnya adalah untuk membawa Agna ke hadapan Grief.
KAMU SEDANG MEMBACA
X-Code
Ficção CientíficaAinlanzer memiliki kemampuan bertarung yang tinggi, daya analisa yang kuat, serta daya tangkap yang cepat. Hal itu membuat alam semesta memberinya banyak ujian. Ditambah dengan kode genetik yang unik, membuatnya terpilih menjadi calon 'Utusan Perdam...