3

1.6K 58 7
                                    


Perjalanan menuju kampus sore itu terasa begitu lama. Sepertinya kalau diadu dengan keong (bekicot), bakalan gak menang nih Oplet (nama angkot di daerahku). Bayangkan saja, handphone baruku sudah memutar lebih dari 10 lagu tapi angkot yang kunaiki belum juga sampai diarea Panam.

Area kampusku....

Bosan menyapa, aku tak tahu harus melakukan apa lagi didalam oplet yang berhentinya lebih lama daripada jalannya. Main handphone juga rasanya sudah bosan hingga membuatku terkantuk-kantuk sepanjang perjalanan. Penantian yang panjangku akhirnya berakhir juga, akhirnya oplet yang kunaiki tiba di depan gedung BEM tepat pukul 17:07.

Kulihat halaman BEM sudah disesaki 6 BUS yang akan kami gunakan nantinya menuju Sibolga. Selain itu, sepanjang badan jalan juga menuju gedung BEM sudah dipenuhi mobil orang tua mahasiswa yang ikut mengantarkan anaknya.

Sekelumit perasaan sedih menyelimutiku saat melihat beberapa orang tua teman-teman KKN ku itu terlihat begitu asik bercengkerama dengan anak-anaknya.

"Pantek...." umpatku

Ingin rasanya sesekali aku diperhatikan seperti halnya orang-orang seusiaku. Tapi apalah daya, mengharapkan emak bisa perhatian denganku sama halnya mengharapkan hujan uang jatuh kekepalaku saat ini juga.

Kupasang senyum palsu andalanku begitu keluar dari oplet. Dengan menggendong ransel yang lumayan berat, perlahan kususuri halaman BEM menuju kerumunan teman sekelompok ku yang tengah asik bercanda tawa.

"Eh Ya, baru datang? Dah isi absen belum?" Tanya Demson, mahasiswa HI-FISIP ketua kelompokku yang lagi-lagi memakai baju pantai andalannya. Baju robek-robeknya..

"Bawakan lah absen nya kesini Dem, malas kali aku jalan..." sahutku

"Nah...."

Sambil menyulut Marlboro ditangan, kuterima angsuran absen yang Demson sodorkan.

"Bus yang mana nanti kita bir?" tanyaku ke Oliver, mahasiswa IK-FAPERIKA yang kujuluki bibir.

Kenapa bibir??

Karena bibirnya Oliver benar-benar over dosis. Tebal atas bawah wak..

Karena seringnya aku memanggilnya bibir, teman-teman sekelompokku yang lain pun memanggil Oliver dengan sebutan bibir. Aku dan Bibir sudah mengenal jauh sebelum masa-masa persiapan KKN ini.

Dia kukenal beberapa tahun yang lalu. Tahun dimana aku menjadi mahasiswa di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan – Universitas Riau.

Bukan perkenalan yang berkesan sebenarnya...

Bahkan mungkin buat Oliver, hari dimana dia berkenalan denganku bisa saja merupakan salah satu hari terburuk buatnya.

Bagaimana tidak, saat itu dia yang anak baru, anak daerah, menanyakan perihal Penasehat Akademisnya (PA) padaku yang kebetulan mengajar salah satu mata kuliahku hari itu.

Kenapa dia yang anak baru masih mencari PA sementara aku sudah belajar?? Jawabannya sangatlah sederhana. Karena aku merupakan mahasiswa undangan. Jadi aku kuliah beberapa bulan lebih dahulu daripada mahasiswa jebolan SPMB/UMPTN

Sialnya buat Oliver, saat dia menanyaiku, bukannya jawaban yang kuberikan melainkan pilihan ganda yang menyesatkan.

Amat sangat menyesatkan...

Oliver malah kumanfaatkan untuk mengantarku mencari alamat penasehat akademisku yang alamatnya tak karuan juntrungannya. Aku sampai detik itu masih belum mendapat tanda tangan sang artis. Berhubung dosenku sering keluar kota, dan aku juga tak pernah mencarinya.

MEMORI KUKERTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang