4

1.6K 52 10
                                    


Semilir angin laut yang sejuk membelai permukaan kulitku begitu melangkah melewati pintu keluar kapal. Layaknya pejabat, kedatangan kami disambut dengan music dan tari-tarian khas Nias yang dibawakan dengan apik oleh para penari dengan pakaian adatnya yang baru kali ini kulihat. Dan satu lagi, lagu nya terdengar sedikit aneh ditelingaku.

Aku sibuk mengepulkan asap dari lintingan tembakau ditanganku sambil memperhatikan atraksi rakyat yang jarang sekali kulihat ini saat kulihat dari kejauhan Sudirman berlari dengan nafas senin-kamis menuju tempatku berada

"Woi Ya, ngapain kau disini... Ayoklah, dah ditunggu kau.." katanya sambil menarik nafas terengah-engah berusaha menghirup udara sebanyak-banyaknya.

Aku masih tetap memperhatikan atraksi rakyat dihadapanku tanpa memperhatikan ucapan Sudirman sang ketua coordinator lapangan. Karena rasanya nggak masuk akal aja kalau aku ditunggu. Siapa yang nunggu juga kan??

Sudirman yang tak sabar langsung menarik tanganku. Setengah berlari dia menarikku menerobos kerumunan mahasiswa yang mengikuti acara hiburan rakyat itu dengan hati riang.

Tiba dibarisan terdepan, Dirman membariskanku di dekat kumpulan mahasiswa yang berpenampilan "lumayan". Ternyata Mahasiswa-mahasiswi yang berwajah diatas standar dibariskan menerima adat yang diberikan pejabat daerah Nias.

Kulihat 5 orang disebelah kiriku sudah mulai disuapi sirih, yang berarti akupun tak akan luput dari itu. Entah kenapa giliran nggak enaknya pasti aku bakal mendapat bagian. Kulempar senyum tergantengku saat penari pembawa tempat sirih dari kuningan dan tetua adat tiba dihadapanku

Tetua adat itu menyodorkan tangannya yang langsung kujabat erat. Terlihat senyuman di bibir keriput tetua adat dihiasi warna kehitaman di sela-sela gigignya..

Tanggannya dengan cekatan meraih Gulungan sirih yang lumayan besar dari kuningan itu lalu disuapkan kemulutku. Kuraih gulungan sirih itu dari tagannya tapi si bapak tua itu menolak. Dia langsung mendorong sirih kemulutku dan terpaksa aku harus membuka mulut hingga daun sirih yang ampun-ampunan besarnya masuk kemulutku hingga membuatku kesulitan mengunyahnya.

Kalau kontol yang dimasukkan sebesar itu pasti dengan senang hati akan kulahap. Nah ini sirih yang berbau apek???

Malas-malasan aku mengunyah sirih dimulutku yang mulai terasa pahit,pedas. Susah untuk menjelaskan rasa dari siirh itu. Kalau kapur sirihnya kebanyakan, lidah akan terasa kebas. Susah untuk merasa. Nah ini yang saat itu kurasakan.

Kebas....

Sementara aku sibuk mengunyah sirih, si tetua adat menepuk-nepuk bahuku sambil mengucapkan kata-kata yang sama sekali tak kumengerti. Bahkan bunyinya saja tak akan bisa kuingat.

Panjang wak...

Entah apa yang dia bilang saat itu tapi aku jawab dengan satu kata : SAWAGELE

Apa saat ini kalian bertanya apakah aku bisa berbahasa Nias?? Jawabannya adalah TIDAK. Aku sama sekali tidak bisa berbahasa Nias saat itu dan bahkan hingga saat ini. Karena bahasanya lumayan susah untuk diucapkan dengan lidahku. Sama halnya dengan bahasa mandarin yang sampai dengan saat ini tak bisa kumengerti. Padahan pacar-pacarku baaaaanyak yang berasal dari etnis tionghoa itu.

Hanya saja selama masa persiapan KKN, kami dibekali dengan beberapa kosa kata yang akan sering digunakan selama di lokasi KKN. Misalnya saja Yahowu yang memiliki arti yang sama dengan horas. Yang kedua adalah sawagele yang berarti terimakasih. Dan beberapa kata lainnya

Aku juga lumayan sering bertanya ke Kalsen perihal percakapan sehari-hari di Nias sana. Percuma kan kalau punya pacar orang Nias tapi tak bisa sama sekali berbahasa Nias?

MEMORI KUKERTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang