Mata hujan

27 0 0
                                    

Sudah lebih dari satu minggu rina dan fahmi bergerilya perang dingin di antara keduanya, berbicara secukupnya itupun hanya yang penting-pentingnya saja.bahkan selama itu pula fahmi tidur di luar kamar secara sembunyi-sembunyi agar tidak ketahuan orang tuanya.

Mencium lagak yang kurang wajar antara anak dan menantunya, bu wisah menayakan hal tersebut ketika makan malam bersama.

"ehm.. sudah satu minggu kurang lebihkalian menikah, fahmi...rina.. bahkan ibu tak sempat melihat kalian romantic seperti kedua pasangan lainnya yang baru menikah. Apa kalian bertengkar?"

Pertanyaan tersebut memecah keheningan acara makan malam.Sontak fahmi dan rina menjawab secara bersamaan.

"ENGGAK kok bu."

"ah.. kalian masih kompak ternyata, tapi kenapa ibu merasa rumah ini sepi. Ada sesuatu yang kurang seperti candaan, tawaan.. atau karna kedua adik fahmi tidak disini karna harus kuliah di luar kota.." .Pak arif, ayahnya fahmi memotong pembicaraan ke arah yang lain.

"maka dari itu kalian cepat memberi kami cucu yang mungil, agar rumah ini tak sepi lagi.. haha, ibu ini bagaimana sih mereka mungkin malu dan menghormati kita untuk bisa bermesraan, iyakan? Kalau begitu ..kalian pergilah berhonymoon"

Fahmi merasa geli sendiri atas pernyataan ayah nya sambil senyum terpaksa, "eh bukan begitu, Bu,,,-Yah" fahmi menggaruk kepalanya yang tidak gatal,ia tak mampu melanjutkan alasan.Sementara rina tak dapat mengomentari apa-apa dari bahasan tersebutt.

Tadinya fahmi ingin mengajukan permintaan untuk berpisah rumah dengan orang tuanya, namun mendengra pengakuan ibunya yang merasa sepi, apalagi kedua adiknya sedang di luar kota, Ia menjadi tidak tega berkata begitu.

****

Setelah pembahasan di ruang makan tadi, fahmi berniat menayakan sesuatu terhadap rina yang sedang di kamar.

"mari bicara?"

"tentang?" rina tampaknya masih bersikap dingin terhadap fahmi dan menjawab seperlunya.

"kamu kenapa? Marah? Sikap mu akhir-akhir ini tidak seperti biansanya"

"karana, apa kenapa harus marah?" riana tak dapat memandangmata fahmi.ia menjawab sambil beres-beres kamar yang sudah rapi, berlagak so sibuk.

Fahmi menghentikan kegiatan rina dengan memegang kedua tangan nya, tak sengaja rina memandang kedua mata fahmi, kini jarak mereka hanya beberapa senti.

"ini permintaan. hentikan sikapmu yang seperti ini, bersikaplah seperti biasanya apalagi di depan orang tuaku, dan... maafkan aku yang tak mampu menjadi suami seutuhnya untukmu"

Rina melepas kedua tangan fahmi "apa tujuan mas menikahiku? Kanapa masmenikahiku?"

"aku membutuhkan seorang istri, bukan membutuhkan seorang yang harus ku cintai. Untuk itu sekali lagi aku minta maaf tak dapat memenuhi tugasku sebagi suami."

jawaban fahmi menghentak-hentakan hati rina saat ini, perasaan malang menyelimuti hatinya. "mas tidak perlu khawatir untuk itu, karan akupun tak memiliki rasa untuk mas." Pernyataan rina melegakan fahmi namun ia merasa ada sesuatu yang hilang di hatinya secara bersamaan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 22, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Hikmah BiruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang