Our

435 36 1
                                    

Sudah 387 hari.
Aku berada dalam ketinggian, bergoyang-goyang diantara jendela sebuah kamar seorang anak lelaki SMA yang tampan, Andra.

Lucu. Setiap hari, aku melihat teman-temanku ditarik lepas olehnya, lalu ditulisi sebuah kata-kata penyemangat, yang bahkan aku tak tau akan dikirimkannya kepada siapa.

Aku penasaran, dan untungnya, hari ini adalah hari giliranku. Sudah sejak pagi, aku berpamitan pada teman-temanku yang tersisa, berkata jangan melupakan aku, jika Andra sudah memindahkanku. Mereka terseyum tidak sabar juga menunggu giliran masing-masing.

Aku berharap-harap cemas, menunggu pintu kamar dibuka. Dan beberapa menit kemudian, pintu menjeblak terbuka. Ya, itu Andra. Tidak berpakaian, dan hanya melilitkan handuk di seluruh tubuhnya. Dia sudah selesai mandi.

Aku melihatnya. Dia berjalan kesana kemari, mencari seragam di lemarinya, lalu merapikan rambutnya yang dikeramasi. Ah, lucunya. Setelah dirasa siap, Andra mulai berjalan menghampiri kami. Oh tidak, menghampiriku.

Perlahan, dia mulai menarikku dari seuntai benang yang melilitku. Dia membongkar bentukku sedikit, lalu dia mengambil sebuah pulpen dari laci meja belajarnya. Dan kata-kata yang ditulisnya ikut membuatku tersenyum. Melayang.

"Gue nggak mau matahari tenggelam, karena pada saat itu gue nggak akan bisa ketemu lagi sama lo. Gue nggak mau pelajaran cepat selesai, karena pada saat itu gue nggak akan bisa ngeliatin lo lagi. Gue nggak mau lulus cepet. Karena pada saat itu, gue mungkin nggak akan bisa bersama sama lo lagi. Gue selalu sayang sama lo, Dev."-Andra.

Setelah selesai menulis surat, Andra mulai memperbaiki bentukku, lalu memegangku, membawaku turun, dan memasukkanku ke dalam sebuah kotak lucu bermotif hati. Dan yang kulihat selanjutnya adalah, gelap.

Bermenit-menit dalam kegelapan, sinar terang mulai memancar, membuatku sedikit silau. Oh tidak, kemana Andra? Tapi, tunggu. Itu bukan Andra, itu adalah seorang gadis berparas cantik yang memakai bando. dia tersenyum melihatku. Kurasa dia menikmati apa yang dilakukan Andra ini.

Dia benar-benar membongkarku, lalu menulis sesuatu di atasku. Oke, kurasa aku adalah origami terakhir yang diberikan Andra untuk gadis ini.

"Aku juga sayang kamu, Ndra."-Devita.

Yatuhan, bolehkah aku terbang? Akhirnya setelah sekian lama, aku mengerti apa yang Andra lakukan. Dan beruntung sekali, aku adalah origami terakhir. Burung terakhir yang akan membawa cinta Andra kepada Devita. Begitu pula sebaliknya.

Tapi tiba-tiba saja semua berlalu dengan begitu cepat. Seorang perempuan jahat menarik tangan Devita, membuatnya melepaskan diriku. Rasa sakit mulai menjalar di tubuhku, karena aku jatuh ke atas tanah. Dasar, perempuan itu benar-benar licik. Parasnya saja sudah memperlihatkan dia benar-benar tak mempunyai jiwa.

Tapi, oh tidak. Andra belum membacaku. Yatuhan, bagaimana dia akan tahu balasan Devita jika Devita tak bisa memberikanku pada Andra? Aku tak mungkin terbang sendiri. Aku tak bisa berjalan. Yatuhan, kumohon, satukanlah cinta mereka.

Devita ditarik pergi oleh perempuan itu, meninggalkanku sendiri di keramaian yang aku tidak tahu di mana ini. Aku takut. Bisa saja orang-orang ini akan menginjakku, hingga aku tak bisa terbaca lagi.

Hingga akhirnya, sebuah tangan dengan halus mengambilku. Ah, kenapa banyak perempuan berbaik hati di sini? Yah kecuali yang satu tadi. Dia membukaku, membaca, dan senyumnya berubah menjadi sendu. Ada apa?

Aku melihatnya sedikit menggumam,"Kemana Devita?"

Ah, dia pasti tidak tau jika Devita telah dibawa secara paksa oleh entah siapa itu. Dan suara temannya, mengintrupsi pembicaraannya yang tertunda.

"Laras, lo ngapain disitu? Ayo balik ke kelas."

"Lo duluan aja deh Ra. Gue mau ngurus sesuatu dulu."

Dan begitulah, bagaimana Laras, seseorang yang harus mengorbankan perasaannya untuk Devita dan Andra, membawaku menuju tujuan utama.

Tangan Andra.

Dan biarlah Andra yang menyelamatkan Devita dari perempuan jahat itu.

BendaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang