Sebait Rasa

77 6 0
                                    

Aku membuka mataku perlahan, melihat suasana yang mulai sepi. Suasana yang sunyi hanya terdengar suara hembusan angin yang sampai menembus jantungku. Setiap hari aku hanya bisa memperhatikan mereka dalam jauh, menerka-nerka apakah aku bisa seperti mereka.

Sudah lama aku memperhatikan mereka pada posisi ini, tapi tetap tidak bisa menjamahnya. Bahkan setiap malam, hanya ada aku dan mereka yang selalu menemaniku dalam jarak yang jauh, tapi masih saja merasa sepi.

Setiap hari, setiap bulan bahkan setiap tahun dia memperhatikan perubahan yang ada di depannya. Dia ingin seperti mereka, mempunyai pasangan. Dapat merasakan tawa, tangis, dan kebahagiaan. Sayang, dia disini bersama dengan mereka yang berjarak sangat jauh.

Dia tersenyum miris, saat diperhatikan hanya pada beberapa waktu. Waktu disaat dia menutupi permukaan benda yang ada didepannya, kejadian yang hanya berlangsung beberpa menit dan beberapa waktu. Aku merasa senang saat perhatian mereka terarah padaku, perhatian yang sejak dulu dia inginkan.

Tapi, saat tubuhku mulai menghilang perhatian itu kian lama kian menghilang meski kenangan di benak mereka masih tercipta itu bisa membuat aku terharu. Andai saja kejadian itu bisa berlangsung lama, kebahagiaan itu mungkin bisa lebih besar. Andai aku bisa, mungkin aku akan menunjukan keindahaku disaat dimana bumi berada di antara aku dan matahari.

Aku selalu disini, memperhatikan semua yang ada disekitarku. Aku benar-benar ingin berada disana, ditempat yang penuh dnegan canda, tawa. Hanya beberapa orang yang pernah menemaniku disini, tapi hanya sebentar dan aku menjadi kesepian setelahnya.

Pagi, siang, malam hanya itu pandangan yang kulihat, hanya ditemani dengan ribuan bintang-bintang di sekitarnya. Hanya kesunyian yang aku dengar, tak ada gelak tawa, kesedihan, yang ada hanyalah kehampaan.

Ingin aku seperti mereka yang saling berdekatan, saling menemani satu sama lain tanpa ada jarak yang memisahkan. Tapi, itu semua hanyalah sebuah harapan.

Dulu di langit, aku selalu muncul didampingi oleh bintang-bintang yang berjumlah lebih ribuan. Tapi sekarang, terkadang aku tertutup awan, meninggalkan bayanganku saja. Dan kini bintang-bintang itu semakin lama semakin sedikit, dan itu semakin kehampaan semakin luas dalam hidup. Udara yang dulu menerpa tubuhku terasa segar, tapi kini sudah tidak bisa seperti itu.

Aku selalu hadir disetiap malam, menemani kesunyian dan keindahan langit malam bersama bintang yang kian lama kian meredup. Aku merindukan suasana yang dulu, suasana yang bintang bersinar terang, dan bertebaran dalam malamnya langit.

Malam yang selalu menjadi saksi biksu bagaimana aku menemaninya dalam menyelami malam, bersama langit, dan bintang. Aku selalu memperhatikan bagaimana keadaan malam, selalu. Menyelami setiap kesunyian yang mulai hadir.

Aku terus memperhatikan mereka, bagaimana mereka berputar dalam porosnya hingga kejadian itu hadir lagi, kejadian dimana aku menjadi pusat perhatian. Meski tidak berlangsung lama, tapi aku bahagia karena bisa membuat dia melihat kejadian itu yang berlangsung bukan setiap saat.

Aku ingin seperti itu terus menerus, tapi sayang waktu tak mengizinkannya. Disini aku selalu menunggu dan menunggu kapan waktunya hadir. Aku selalu menunggu, dan terus hadir sepinya malam. Karena pada saat itu semua bisa memandangku dari jauh, meski terkadang sering tertutup awan. Terlebih saat hujan turun membasahi bumi, disaat itulah aku tertutup awan hitam. Aku hanyalah benda yang terus berdiam diri, dan selalu menemani malam. Aku adalah sang bulan.

[

BendaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang