I Don't Believe You
Now Playing [Coldplay-Hymn For The Weekend]
Aku mengecek handphone dan mendapati messenger yang penuh dengan perkataan hari ini ada award Best Hop 2016. Apa kalian tahu? Best Hop adalah penghargaan untuk karyawan teladan, atau best employee begitu. Paling-paling Anna Benefit lagi yang menang. Dari tahun 2013 dia selalu menang.
Baju yang akan aku pakai sudah di siapkan Julia kemarin malam. Kemeja warna crème, dan trousers warna burgundy seperti warna rambutku (aneh, rambut ayahku berwarna crème, ibuku berwarna pirang hampir putih, namun Julia berwarna hitam legam, aku burgundy. Ryder berwarna coklat. Kami semua tidak pernah mengecat rambut).
Aku memasang headphone dan menyalakan lagu Hymn For The Weekend, dan mulai mengendarai sepedaku. Sesampainya disana, aku langsung memberi selamat kepada Anna—lebih Tepatnya sangat malas menghadapi acara ini.
Kami semua sudah berkumpul di meeting room. Aku merebahkan kepalaku di meja dan mulai memainkan Blackberry-ku. Aku memainkan Temple run yang lebih 500 score dari high score sebelumnya.
"Best Hop of The Year jatuh kepada..." Tania mulai membacakan pemenang. Harapanku sudah tidak ada.
"Diana Andrea Brick!".
"Ada yang memanggilku?" tanyaku santai sambil menengadahkan kepala. Semuanya memasng muka krik-krik ala jangkrik.
"Kau menang!!!!!" kata Tony. Aku melongo. Aku maju ke depan. Aku menerima pin Best Hop 2016 yang ditempelkan di kemejaku. Aku menerima piagam, dan ...bonus! Mungkin setengah dari gajiku. Mau ku apakan uang ini? Shopping? Boleh. Paling-paling aku membeli jaket baru.
Semua memberi selamat. Tiba-tiba aku mendapat pesan dari ... Harry? Ada apa lagi ini?
Temui aku di Starbucks. Barat kantor tempatmu bekerja.
Oh. Ok.
Aku berjalan menuju tempat yang ia inginkan. Tanpa jaket, atau mantel. Mungkin aku jelmaan Elsa Frozen. Tidak kedinginan di salju. Haha, menghayal tingkat Andromeda.
Di sana, ia sudah menungguku. Ia menyodorkan cappuccino yang sudah ia pesankan. Aku meneguk sedikit.
"Ada apa?" tanyaku.
"Tidak, aku hanya ingin bertemu. Ada kabar baik?" ujarnya.
"Oh. Ada. Aku mendapat penghargaan sebagai Best Hop tahun ini. Semacam, best employee .. ya seperti itu," kataku.
"Jadi?"
"Mau menemaniku shopping?". Sfx :Ya ampun! Bodoh, mengapa kau mengajak orang ini pergi shopping! Ingat, paparazzi!.
"Ya, ide bagus," jawabnya. Aku menaiki mobilnya. Ia mulai menyetir. Aku memainkan lagu di tape. Kebetulan, yang keluar Viva La Vida-nya Coldplay. Ia tampak menikmati lagunya. Apalagi aku.
Sesaat, kami sudah sampai. Ia memarkirkannya di parkiran. Kami berjalan masuk.
"Sebenarnya, apa yang ingin kau beli?" tanya Harry.
"Trousers, t-shirt dan jaket," jawabku. Aku mulai menuju stand T-shirt. Aku mengambil warna biru cerah.
"Hey, warna burgundy ini cocok untukmu!" ujarnya. Aku menatapnya sebentar. Ia tampak...senang, Entahlah.
"Tapi, ukurannya kurang besar," jawabku. Ia bergumam, lalu melihat-lihat lagi.
Harry's POV
Ya tuhan, apa ini? Maksudnya apa ini? Rambut burgundy-nya, bibir kecil itu, gaya yang boyish, gaya bicara yang cuek-santai, dan mata hazel-nya, membalikkan semua fakta—aku yang meleleh sekarang. Ketika kutawarkan baju itu dan ketika kami bertatapan—rasanya, aku ingin cepat berkata "Will you marry me,". Namun, aku cepat-cepat membuang muka. Ketulusannya membuatku mengingat, Taylor. Yah, Taylor.
Aku mengambil T-shirt berwarna putih bertuliskan '22' dan rok pendek berwarna pink. Aku tawarkan kepadanya.
"Hey, Di! This?" tanyaku.
"No,no,no, I hate skirt!" teriaknya dari kejauhan. "Bring that shirt to me!" lanjutnya. Akhirnya aku berhasil membuatnya suka pada pilihanku.
Back to Diana.
Shirt yang dipilih Harry bagus juga. Ia membawakannya padaku. Bagus juga. Aku memasukkanya pada keranjang. Sekarang, Shirt bertuliskan 22, trousers berwarna ocean blue, dan jaket sudah siap dibayar. Tiba-tiba, mall itu memutar lagu shake it off-nya T. Swift. Aku menari dengan girangnya. Aku tidak sadar, bahwa lantai didepanku basah dan akhirnya, aku terpeleset. Harry berusaha menangkapku—bukannya kami bertatapan seperti di film-film romance, namun, kami berdua sama-sama jatuh. Aku menindihi Harry—telentang. Kami tertawa. Aku juga tertawa. Kami baru sadar, bahwa banyak orang yang memandangi kami. Paparazzi.
Aku membayar semua belanjaan. Lalu ,
"Apa kau lapar?" tanyanya.
"Yup, aku sangat ini sekali makan arum manis," jawabku. Kami berhenti di taman yang menjual aneka jajanan kecil.
"Kau seperti anak kecil," ujar Harry.
"Namun ketika kita bertengkar, kau tak bisa menjawab sanggahanku, Mr. Styles," jawabku dengan nada meledek.
"Iya ... little missy," katanya sambil mencubit pipiku. Aku hanya mengelus-elus pipiku. Ih...menyebalkan.
Kami makan arum manis itu di salah satu bangku.
"Kedinginan?" tanyanya.
"Ya," jawabku sambil mengusap tengkuk.
Ia melepas jasnya, lalu memakaikannya kepadaku. Sekarang, hanya dia dan kemejanya.
"Terima kasih," kataku. Kami memakan arum manis itu sampai habis.
"Hei, ada sisa di bibirmu," kata Harry. Aku menatapnya. Ia mengambil tissue dan mengusapnya. Aku kembali dibuat melt olehnya.
"Terima kasih Mr. Styles yang baik," kataku.
"Diana," celetuknya. "Ya?" tanyaku bingung.
"Be my girl, please,". WHAT?! Harry is kidding me!!!!
"Aku janji tidak akan mengecewakanmu," lanjutnya."Tapi ..." aku melihatnya menunduk.
Aku menarik napas panjang dan berkata, "Tidak,".
Aku melihatnya terpukul kecewa, dan ingin menangis. "Tidak, aku tidak akan menolak," lanjutku sambil tertawa. Ia senang. Ia menggendongku berputar-putar. Aku menjadi pusing.
"Sudahlah," sanggahku.
Hari itu hari yang mengejutkan. Memang.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Hai! VOMMENT! VOMMENT! VOMMENT!
KAMU SEDANG MEMBACA
Give Your Heart A Break
FanfictionApa jadinya jika seorang artis berpacaran dengan orang biasa, yang belum ia kenal sebelumnya? Harry Edward Styles, ¼ dari One Direction, boyband yang digandrungi remaja perempuan saat ini, berpacaran dengan Diana Andrea Brick, seorang designer prope...