Lust and Lost

7.8K 571 16
                                    

Lust and Lost


Dress pink selutut yang dipakai Kirana melambai mengikuti gerakan tubuhnya yang anggun. Di sampingnya, Bram menggandeng tangannya dengan penuh rasa bangga. Mereka sedang menghadiri acara peresmian kafe salah seorang teman Bram di sebuah kawasan ruko.

"Liat deh, Yang. Tuh cowok ngeliatin lo."

Bram menuding ke sebuah meja yang dihuni dua orang cowok. Antara bangga dan sedikit tidak nyaman karena perempuan miliknya menjadi pusat perhatian kemanapun ia membawa Kirana ke depan umum. Tidak terkecuali di tempat mereka berada sekarang. Tapi ia tidak bisa menyalahkan mata-mata yang menyorot langkah Kirana. Kirana yang malam itu menyanggul rambutnya dan memakai make-up natural terlihat menggemaskan. Bibirnya yang tersaput lipgloss pink merekah setiap ia tersenyum.

Kirana mencubit lengan Bram. "Udah jangan diliatin. Biarin aja."

Di salah satu sudut kafe, sepasang mata memicing ke arahnya. Masih menyisakan dendam. Kirana melemparkan senyum kepada siapapun yang berpapasan dengannya dan Bram, tidak terkecuali perempuan yang pernah menghadiahi cakaran di pipinya yang telah tersamarkan di bawah pupuran bedak.

Kirana tersenyum lebih lebar, seolah sudah memaafkan insiden kemarin. Tapi ia bukan tipe orang yang mudah melupakan. Khususnya untuk orang yang pernah menyakitinya.

"Bram, tuh cewek ngeliatin kamu terus. Mantan kamu ya?" tanya Kirana sengaja menarik Bram duduk di meja yang strategis supaya cewek itu bisa melihat dengan jelas kemesraannya dan Bram.

"Mm, cuekin aja." Bram mengarahkan wajah Kirana agar menatapnya. "Dia nggak ada apa-apanya dibanding lo."

"Aku tenang dengarnya." Kirana kembali menatap panggung, tempat band live beraliran jazz memulai performance mereka.

Perempuan malang. Batinnya.

Usaha Bram untuk menempatkan Kirana di lokasi KKN yang tidak terlalu terpencil akhirnya berhasil. Sejak Kirana mengatakan akan memprogramkan KKN di semester ini, Bram langsung tancap gas. Mengurus ke bagian administrasi yang mengatur pembagian nama-nama mahasiswa KKN beserta lokasi penempatan mereka. Mencari lokasi dengan akses termudah dalam segala hal, terkhusus komunikasi. Masa KKN yang dua bulan harus tetap dipantaunya via telepon.

Selembar kertas yang berisi nama Kirana dan mahasiswa lainnya mereka pandangi bersama-sama. Suasana hening karena tidak ada yang mengeluarkan suara.

"Kenapa, Sayang?" Bram menyelipkan rambut yang menjuntai di pipi kanan Kirana. "Nggak percayasama lokasinya? Itu lokasi yang paling tidak menyusahkan dibanding yang lain."

Bukan, bukan karena itu. Kirana bahkan tidak peduli dengan lokasi dan jika ia dan Bram akan terpisah dalam waktu yang lama. Bukan, bukan itu yang dipikirkannya.

"Bram, kita bisa jaga jarak?"

"Kenapa?"

"Ya. Nggak kenapa-napa. Aku nggak mau diomongin orang."

Bram tertawa sambil memeluk Kirana dari belakang. Dikecupnya tengkuk Kirana sebanyak dua kali. "Maksudnya?"

"Ibu kost negur aku kemarin."

Adegan pelukan Bram dan Kirana di dalam kamar Kirana sewaktu hujan kemarin dipergoki ibu kost. Bram waktu itu memang sangat gemas karena Kirana meninggalkannya di kampus dengan alasan bosan menunggu. Bram sempat menggelitiki tubuhnya dan mereka berguling di atas tempat tidur dengan Bram yang terus berusaha menciuminya.

"Cuekin aja. Oke. Di sini aja kalo gitu. Nggak bakal ada yang negur."

"Bram, udah." Kirana menggigit bibir, berusaha meredam gejolak yang berdentam-dentam karena sentuhan Bram di titik-titik sensitif di tubuhnya.

Imperfect Love (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang