Pengganggu

6.3K 492 6
                                    

Pengganggu



Kaleng demi kaleng margarin disusun Kirana dengan rapi. Hari pertama hingga hari ke tiga, ia tidak menemukan kesulitan beradaptasi dengan sesama karyawan dan pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Ia bersyukur mendapat pekerjaan yang hampir sama dengan pekerjaan mengurusi kios. Perbedaannya terletak dari luas, jumlah dan macam ragam barang yang tersedia. Selebihnya sama saja. Sama-sama tempat penyedia barang kebutuhan manusia.

Setelah selesai dengan margarin, ia beralih lagi ke keranjang lain yang berisi botol-botol shampoo yang iklannya sering diputar di TV. Dengan semangat, Kirana langsung menyusun botol-botol shampoo sesuai ukurannya. Yang berukuran besar diletakkan di rak bawah sampai seterusnya hingga botol kecil yang disusun di rak paling atas.

Udara dingin dari pendingin ruangan sangat membantu Kirana ketika bekerja. Jika bekerja seberat itu di suhu ruang, tubuhnya tentu akan berkeringat luar biasa.

Sampai di deretan pembalut, Kirana berhenti untuk merapikan kemasan pembalut yang salah letak. Pembeli terkadang ada juga yang meletakkan barang sembarangan jika tidak jadi diambil. Sudah sering ia menemukan barang yang salah tempat. Terkadang ada botol pengharum di deretan shampoo. Pernah juga ia menemukan kemasan nugget di tumpukan sayuran. Brokoli di tempat buah-buahan. Dan lain sebagainya. Salah satu tugasnya adalah berkeliling mengatur kembali, memastikan agar produk-produk sesuai dengan tempatnya.

"Sibuk ya?" Seseorang, pemilik suara bariton bervolume rendah yang nyaris terdengar seperti bisikan.

Kirana yang terlalu berkonsentrasi dengan pekerjaannya, terkejut dengan suara yang memang datang tiba-tiba bahkan sebelum telinganya siap menerima. Suara itu berasal dari arah kirinya. Dari seorang laki-laki yang mengenakan jaket army look dan tengah tersenyum.

Kirana menggeram dalam hati begitu tahu siapa pemilik suara itu.

"Nice uniform." Bram bersandar di rak, masih dengan senyum seolah ia baru saja berhasil menemukan lawan mainnya yang bersembunyi dalam permainan petak umpet. "Gue bakal sering belanja di sini nih."

"Masih ada lowongan kok di sini." Kirana memasang senyum sambil bergeser sedikit ke kanan. Menampakkan wajah cemberut hanya akan menambah alasan cowok itu untuk terus mengganggunya.

"Lowongan di hati lo?"

"Maaf, Mas. Kalau sudah selesai belanja, silahkan bayar. Kasirnya ada di sebelah sana," balas Kirana cepat. Ia berusaha terlihat tidak terpengaruh dengan kehadiran Bram. Walau ia susah payah mengendalikan lonjakan debaran jantungnya yang datang tiba-tiba atas pertanyaan gombal tadi.

"Gue liat kok." Bram tersenyum. "Mau dibantuin?"

"Nggak. Makasih." Akhirnya, Kirana kesal juga.

Bram tergelak senang karena makhluk manis di sampingnya berhasil dibuatnya sewot. "Gue juga nggak kebayang ngatur-ngatur kemasan pembalut."

"Bagus kalo begitu."

Kirana berbalik lalu mendorong keranjangnya yang kosong. Di bawah tatapan Bram, ia benar-benar gugup sekaligus kesal. Sejak mengenal Bram, hatinya kerap bingung menentukan perasaan apa yang paling dominan dirasakannya dalam satu waktu. Ini jelas bukan kabar baik untuk keinginannya menutup diri dari semua laki-laki yang berniat mendekati.

"Selesainya jam berapa?" Bram membuka botol pulpyorange dan meneguknya.

"Nggak tau."

"Gue tanya manajer lo, gimana?" tawar Bram.

Kirana berbalik, bersedekap. Cangkang yang menyimpan kemarahan di dalamnya mulai terbuka lebar. " Bisa kan nggak ganggu hidup saya?"

Hening. Kirana menyentakkan sisi ketenangan dalam dirinya dengan kemarahan. Jangan salahkan api jika ia membakar. Salahkan penyulutnya.

Imperfect Love (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang