Hasan dan Hasna
TigaHasan tidak bisa diam saat teman-temannya sedang mendengarkan arahan dari pelatih ekskul basket. Dia sibuk dengan karet celananya yang sudah melar karena sering ditarik sama adiknya.
"Lo kenapa sih?" tanya Wira yang mulai risih dengan kelakuan Hasan.
"Ada karet nggak?" tanya Hasan tanpa menjawab pertanyaan dari Wira. Dia mulai menggulung karet celananya dan berusaha untuk mengikatnya, namun gagal.
"Di kantin banyak," jawab Wira. "Kenapa emang?"
"Ambilin dong satu," rengeknya, "celana gue melar nih."
Wira mendengus kesal sebelum berjalan ke kantin untuk meminta karet kepada penjual ketoprak. Dia merasa kesulitan saat berjalan melalui kerumunan adik kelasnya.
"Woi, misi dong!" serunya setelah dia merasa sangat kesal.
Rupanya suara Wira sangat kencang. Sampai-sampai murid yang jaraknya lumayan jauh ikut terdiam. Suasana ini membuat Wira merasa tidak enak karena dia takut ada adik kelas yang melaporkannya ke BK atas perlakuan senioritas.
Namun Wira juga bersyukur karena dia bisa berjalan dengan bebas.
"Itu kakak kelas, ya?" tanya Rena kepada Hasna.
"Ya menurut lo aja, Ren," jawab Hasna dengan malas-malasan. Sebenarnya Rena tidak perlu menanyakan hal itu karena Wira memakai seragam basket, sedangkan angkatannya belum ada yang mengikuti ekstrakulikuler apa pun di sekolah.
"Tinggi banget," ujar Rena dengan kagum. "Kalo anak basket kayak dia semua sih gue mau ikutan basket."
Hasna tidak memberikan komentar apa pun terhadap pernyataan Rena barusan. Dia baru kenal dengan Rena selama tiga hari dan dia tidak mau asal ceplos saja.
Tak lama kemudian, Wira kembali lewat ke hadapan Hasna sambil membawa beberapa karet gelang di tangannya. Wira berlari kecil menuju depan aula untuk memberikan karet itu kepada Hasan.
"Yoi, makasih banget nih," ujar Hasan dengan senyum lebar di wajahnya. Dia pun langsung mengikatkan karet itu di celananya. "Nah, kalo gini kan pas."
"Bimo mana?" tanya Wira sambil melihat ke kanan dan ke kiri. "Kok nggak keliatan?"
"Dipanggil sama Bu Erni," jawab Kanaya sambil mengikat rambutnya ke belakang. "Kayaknya kena kasus lagi deh itu anak."
Hasan memilih untuk tidak nimbrung dalam obrolan yang menyangkut Bimo. Dia tidak mau membicarakan yang tidak-tidak tentang sahabatnya.
"Hasan," panggil Giman, guru olahraga sekaligus pembina ekskul basket. "Kamu jadi tim lawan, kan?"
Hasan mengerutkan dahinya. "Lah katanya saya yang pake nomor lima, Pak."
"Kata siapa?" tanya Giman, lagi.
"Kan Bapak sendiri yang ngomong ke saya waktu itu."
"Yaudah gak usah sewot gitu, San," ujar Giman sambil tertawa. "Jangan sampe malu-maluin ekskul ini loh, ya."
Hasan mengangguk. "Iya, Pak. Tenang aja."
“Yaudah, semangat mainnya!” ucap Giman dengan lantang, lalu berjalan meninggalkan anak-anak basket untuk mengisyaratkan kepada anak OSIS kalau anak basket sudah siap tampil untuk demo ekskul.
"Woi, ayo kumpul!" seru Aryo kepada seluruh anggota basket. "Pokoknya jangan sampe kita keliatan jelek," tuturnya. "Basket putri juga harus keliatan bagus, oke?"
Semua anggota basket mengangguk. Terlihat sekali kalau mereka semua sudah sangat bersemangat dan tidak sabar untuk menunjukkan kehebatan mereka dalam bermain basket.
![](https://img.wattpad.com/cover/81830048-288-k326384.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Hasan dan Hasna
JugendliteraturBagi Hasan, sahabatnya yang bernama Hasna adalah segalanya. Dia akan melakukan apa pun demi membuat perempuan berwajah jutek itu bahagia. Sayangnya, Hasan jatuh cinta dengan Hasna yang berniat untuk menutup hatinya rapat-rapat. Lagipula, Hasan juga...