Empat

1.9K 277 68
                                    

Hasan dan Hasna

Empat

Hasna berusaha menahan rasa kesalnya. Ia benar-benar ingin meneriaki Rena dan berkata kepadanya kalau ia adalah orang paling murahan yang pernah ditemuinya. Namun Hasna tidak sampai hati untuk mengatakan hal itu.

Hasna terpaksa pulang naik angkutan umum yang pada jam segini sudah jarang lewat. Ia ingin menangis karena ia takut kalau tidak akan ada angkutan umum yang lewat dalam waktu dekat. Ia ingin memesan ojek online namun baterainya sudah habis. Sudah jatuh tertimpa tangga.

Hasna memeluk tas ranselnya sambil berharap kalau tidak ada yang terjadi kepadanya. Di dalam tasnya ada kamera mahal yang ia beli sendiri dengan uang tabungan, wajar saja jika Hasna takut terjadi sesuatu kepadanya. Ia benar-benar ketakutan saat ini.

"Kak Hasan, balik lagi dong...." Gumam Hasna. Ia benar-benar berharap kalau Hasan akan kembali ke sekolah untuk menjemputnya agar ia merasa aman. Namun tampaknya Hasan tidak akan kembali lagi untuk menjemput Hasna.

Tiba-tiba ada motor yang berhenti di hadapan Hasna. Hal ini membuat Hasna mundur beberapa langkah karena takut, namun ia langsung bernapas lega saat melihat orang yang sedang tersenyum kepadanya.

"Eh, Kak Bimo," Hasna ingin menyapa orang yang dibonceng oleh Bimo, namun ia tidak tahu namanya. "Ada apa, Kak?"

"Kok Hasna belom pulang?" tanya Bimo. "Hasan ke mana?"

"Eh, anu... Kak Hasan tadi nganterin Rena," jawab Hasna dengan kesal, "Kak, angkot masih lewat gak jam segini?"

"Udah jarang kalo jam segini mah," jawab Adit yang dibonceng oleh Bimo, "untung-untungan dah dapetnya."

Bimo mengangguk setuju. "Kalo sekalinya ada paling penuh."

Rasa takut Hasna makin menjadi-jadi. Mana sebentar lagi adzan maghrib akan berkumandang. Ibunya pasti sedang mengkhawatirkan Hasna sekarang. Ditambah Hasna yang tidak bisa dihubungi.

"Di hape kakak ada gojek atau grab, gak?" tanya Hasna sambil harap-harap cemas.

Bimo menggeleng. "Gue kaga pernah install gituan." Jawabnya. "Adit, lo punya gak?"

Adit menggeleng.

"Lo gue anterin aja deh, Na." ujar Bimo yang langsung membuat Hasna kebingungan.

"Lah anjir gue mau ditaro di mana?" tanya Adit sambil menoyor kepala Bimo.

Bimo mendecak kesal. "Dit, kasian tuh Hasna mukanya udah pucet. Lo gak kasian ama dia jam segini belom pulang?" ucap Bimo "lo gue turunin di warbas aja, ye? Ntar gue jemput lagi, Dit."

Adit pun akhirnya turun dari motornya Bimo dengan kesal, "Yaudah. Tapi lo jangan lama-lama, nyet."

"E-eh... gak usah, Kak! Aku gak mau ngerepotin," ujar Hasna sambil tersenyum lesu, "aku gapapa kok nungguin angkot."

Adit mengibaskan tangannya, lalu berkata, "Udah, Na, bareng Bimo aja. Gak baek juga jam segini cewek naik angkot."

"Beneran nih gapapa?" tanya Hasna untuk meyakinkan.

Adit mengangguk. "Iye, Na. Temennya Hasan juga temennya kita. Sans aja."

Hasna pun akhirnya merasa lega. "Yaudah, Kak. Makasih, ya."

"Ayo, naik. Ntar keburu malem." Ujar Bimo, lalu membuang rokoknya di jalanan dan menginjaknya.

"Duluan, Kak." Ucap Hasna sebelum naik ke atas motor Bimo.

Bimo menoleh ke arah Adit. "Lo tunggu di warbas, Dit. Jangan ngayap."

Lalu Bimo langsung menjalankan motornya dengan kecepatan sedang. Ia tidak mau membuat Hasna takut jika ia ngebut. "Oiya, rumah lo sama Hasan deket, kan?"

Hasan dan HasnaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang