Lima

2.3K 325 83
                                    

Hasan dan Hasna


Lima

Satu bulan sudah berlalu dan hubungan antara Hasan dan Hasna makin renggang. Mereka hanya mengobrol saat berangkat sekolah saja, bahkan sekarang Hasna sudah lebih sering pulang naik angkutan umum dibanding pulang bareng Hasan.

Hasna merasa sedih karena hal ini. Tentu saja ia sedih, karena yang membuat ia dan Hasan merenggang adalah teman sebangkunya sendiri, Rena.

Rena, Rena, dan Rena.

Hanya Rena yang membuat hati Hasna penuh dengan kebencian. Ia tidak tahu harus melakukan apa lagi untuk membuat Hasan sadar kalau Rena itu tidak seperti yang ia tahu selama ini. Sikap yang Rena tunjukkan kepada Hasan selama ini jauh berbeda dengan sikap yang Rena tunjukkan kepada Hasna.

Saat ini Hasna dan teman sekelasnya yang perempuan sedang duduk di lobby, memakan makanan yang sudah mereka beli atau bawa dari rumah. Hasna hanya terdiam dan menunduk—menatap kotak bekalnya, sementara teman-temannya membicarakan banyak hal. Ia bahkan tidak memperhatikan arah pembicaraan teman-temannya.

"Nanti gue pulang bareng lagi sama Hasan, dong," ucapan Rena membuat Hasna langsung mendongak ke arah Rena yang sedang tersenyum dengan bangga, "kali ini dia yang ngajakin gue!" serunya yang benar-benar bahagia akan hal ini.

Deg. Rasanya jantung Hasna sudah jatuh ke perutnya saat mendengar kalimat terakhir yang terlontar dari mulut Rena. Kak Hasan ngajakin Rena pulang bareng?

Jika Hasna berkata bahwa ia baik-baik saja akan hal ini, maka sudah pasti kalau ia berbohong. Ia benar-benar merasa terkhianati karena tadi pagi Hasan menjanjikannya untuk pulang bareng dan mengantarnya ke toko buku.

"Akhirnya bukan lo lagi yang ngajak dia pulang bareng," ujar Weni dengan nada meledek, "bagus deh, Ren. Seenggaknya lo udah gak keliatan murahan."

"Eh, Weni ya kalo ngomong," tukas Indri, "suka bener." Lanjutnya.

Hasna memilih untuk tidak berbicara apa-apa, karena ia takut jika ia berkomentar maka api di hatinya akan membesar. Hasna menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan dirinya.

"Loh, Kak Hasan bukannya kalo pulang selalu bareng Hasna, ya?" tanya Puspa yang jarang nimbrung saat teman-temannya bergosip. Untuk saat ini topik yang paling sering dibicarakan itu adalah cinta segitiganya Hasna, Hasan, dan Rena. Meskipun Hasna sudah berkali-kali berkata kalau ia tidak mempunyai perasaan apa-apa terhadap Hasan.

"Tau tuh Rena, temen sendiri ditikung," bentak Hilma yang benar-benar ingin Hasna jadian sama Hasan karena menurutnya, Hasna dan Hasan itu sudah ditakdirkan untuk bersama, "Kak Hasan kan harusnya jadian sama Hasna, kenapa lo ngerusak sih?"

"Udah woy, lo pada gak ngeliat apa mukanya Hasna udah kecut gitu?" sentak Kinan sambil mengusap punggung Hasna. Ia tahu benar apa yang sedang dirasakan Hasna sekarang, "omongin yang lain aja."

Keesokan harinya, Hasna berangkat pagi-pagi sekali agar ia bisa menghindari Hasan. Ia berjalan sampai ke pinggir jalan raya untuk menunggu angkutan umum lewat. Namun belum sempat ia menghentikan angkutan umum, Hasan sudah berada di sampingnya dengan motornya.

"Hasna!" seru Hasan dengan dahinya yang berkerut, "lo kenapa malah jalan, sih? Cepetan naik!"

Hasna terkejut saat mendengar nada bicara Hasan yang benar-benar menyeramkan, ditambah dengan wajah Hasan yang memancarkan amarah. Setelah ia sudah tersadar dari shocknya, ia langsung menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Gak mau, Kak," tolaknya, "Kak Hasan jalan sana, nanti telat."

"Lo kenapa sih?" tanya Hasan.

"Apaan sih, Kak?" tanya Hasna yang sudah benar-benar malas menanggapi Hasan, "aku gapapa."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 23, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Hasan dan HasnaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang