Chapter 16

1.3K 87 1
                                    

Hampir tiga minggu Jeni di rumah sakit. Keadaannya semakin membaik, kakinya sudah bisa sedikit digerakkan, tapi belum dengan ingatan. Tapi aku, orangtua Jeni, MyMenyes&TheBoys tetap berusaha membantu Jeni untuk mengembalikan ingatannya. Jeni perlahan mulai mengingat tentang orangtua,keluarga&masa kecilnya walaupun masih samar-samar, namun dia belum bisa mengingat tentang MyMenyes&TheBoys, apalagi ingatan tentang hubungan kami. Tapi Jeni percaya kalau dia,MyMenyes&TheBoys adalah sahabat yang mempunyai banyak kenangan bersama. Unfortunately, Jeni don’t believe if I, Zayn Malik, is her boyfriend. But I’ll try to make her remember&believe that I is her boyfriend and we’ve a lot of memories.

“Good morning Jeni.” sapaku saat masuk ke kamar Jeni diikuti Niall,Ester,Lidia,Liam&Thalia. Harry&Louis sedang mengantar Jaq, dia kembali ke New York hari ini. Kemarin kami sudah saling mengucapkan ‘sampai jumpa’ dikamar ini karena dia menyuruh kami ke rumah sakit dan meminta Larry saja yang mengantarnya ke bandara.

“Good morning.” Jeni mengalihkan pandangannya dari TV lalu menerima pelukan kami satu-satu. Saat memeluknya rasanya aku ingin sekali mencium pipinya dan memeluknya lebih dari ini, ini hanya pelukan teman.

Jeni memperhatikan kami yang sibuk, Nister&Lidiam sedang menyiapkan makanan yang kami bawa, aku duduk disamping tempat tidurnya, hendak mengajaknya ngobrol.

“Hei, mana Louis dan Harry?” tanya Jeni saat aku hendak memulai obrolan.

Nister&Lidiam menghentikan kegiatan mereka dan menoleh ke arahku seakan tahu perasaanku. Yah aku sedikit kecewa, karena seperti kurang dianggap oleh Jeni.

“Hm.. mereka mengantar Jaq ke bandara.” jawab Niall.

“Apakah akan lama? 10menit lagi terapiku mulai. Berarti Louis tidak menemaniku?” tanya Jeni polos dan penuh harapan juga sedikit kecewa.

Yah, sejak Jeni sadar dan menjalani terapi orang yang paling ia cari dan selalu diminta untuk menemaninya adalah Louis, bukan aku. Apakah Jeni menyukai Louis? Apakah Jeni tidak bisa sedikitpun mengingat tentang hubungan kami? OhGod, please don’t!

“Hari ini kau ditemani Zayn saja yah.” kata Liam dengan ekspresi berharap Jeni akan menerima dengan senang hati.

“Hmm..ya sudahlah.” Jeni membuang nafas berat, terlihat sedikit kecewa.

It’s hurt, dude! It Is the karma that I get because what I’d did to Jeni? Yes, I deserve is! But I really regret for what I did. I’m really realize that I need Jeni, I love Jeni. OhGod please, give back Jeni.

-

“You can do it Jeni!” aku memberi Jeni semangat yang sedang melatih kakinya di bantu oleh terapis.

“Thanks Zayn.” Jeni menatapku dan tersenyum tulus. Senyuman yang aku rindu, senyuman yang hampir 3minggu hanya tertuju pada Louis, akhirnya hari ini tertuju padaku.

Jeni melakukan latihan menggerakkan kaki. Ia duduk dan mengayun-ayunkan kakinya perlahan mengikuti arahan terapis. Ini tahap pertama sebelum ke tahap berdiri dan berjalan. Jeni sudah bisa mengayunkan kaki lumayan lancar, ia juga sudah bisa berdiri dalam waktu cukup lama, ia juga sudah bisa melangkah sebanyak 10 langkah. Dokter bilang Jeni termasuk orang yang cepat dalam proses penyembuhan karena semangatnya untuk sembuh sangat besar. Mungkin seminggu lagi Jeni akan keluar rumah sakit dan memakai tongkat, bukan lagi kursi roda.

 Sekarang Jeni ke tahap selanjutnya, yaitu berdiri dan berjalan. Terapis hendak membantunya berdiri tapi aku mencegahnya. “Bolehkah aku saja yang membantunya di tahap ini?” tanyaku pada terapis. Jeni terlihat bingung tapi hanya diam. Terapis itu memperbolehkanku.

Aku setengah menunduk, Jeni melingkarkan tangan kirinya di punggungku sementara tangan kanannya di pegangan. Aku melingkarkan erat tangan kananku dipiggangnya dan tangan kiriku memegang erat tangannya yang di punggungku.

“1..2..3.” aku menghitung dan pada hitungan ketiga Jeni perlahan berdiri, ia mengerahkan sebagian kekuatannya. Aku mendekapnnya erat, menahannya agar tidak jatuh.

“Kau siap?” tanyaku, Jeni mengangguk mantap. Jeni mulai melangkahkan kakinya dengan pelan mulai lagkah pertama, kedua, ketiga hingga kesepuluh. Dia berhenti dilangkah kesepuluh, ia menarik nafas dalam lalu menghembuskannya.

“Apakah kau lelah? Mau berhenti?” tanyaku memandang wajahnya yang menunduk menatap lantai. “No. Aku mau sampai langkah kelima belas.” ucap Jeni semangat.

Aku semakin mengeratkan dekapanku. Tangan kanan Jeni semakin meremas pegangan, tangan kirinya semakin mengeratkan rangkulan di punggungku. Jeni kembali mulai melangkah. Pada langkah kedua belas, Jeni terjatuh namun bisa kutahan.

“Kau baik-baik saja?” tanyaku sambil membantunya membenarkan posisi. “Yah.” Jeni lalu kembali melangkahkan kakinya. Aku terus membisikkan di telinganya kalimat-kalimat penyemangat, terapis pun mengikuti kami di samping dan memberi semangat. Tak disangka Jeni melangkah sampai langkah kedua puluh.

“Good job Jeni!” puji terapi sambil membantu Jeni duduk di kursi rodanya.

“Thanks.” ucap Jeni pada terapis.

 “I know you can do it.” kataku dengan senyuman tulus dan senang.

“Thanks Zayn. Aku tidak sabar memberitahu yang lain, khususnya Louis, kalau hari ini aku sudah bisa duapuluh langkah.” ucap Jeni ceria, dan lebih ceria saat menyebut Louis.

OhGod! Rasa senangku seketika sirna mendengar kalimatnya. Kenapa dia masih mengingat Louis? Apakah yang kulakukan belum cukup? Apakah selama aku membantunnya tadi dia tetap mengingat Louis?

-

“Louis!!!” Jeni membuka lebar tangannya saat Louis&Harry masuk ke dalam kamar. Louis menghampiri Jeni yang duduk di kursi roda, membalas pelukannya. “Kau lama sekali! I miss you, you know?” kata Jeni sambil memeluk hangat Louis. Louis menatap ku dengan tatapan –I’m sorry-. Sementara yang lain hanya menghela nafas, kasian melihatku.

Aku sudah berkali-kali melihat pemandangan ini dan semakin membuatku sakit. Louis juga merasa tidak enak terhadapku. Louis memang menyukai Jeni, tapi ia tidak tega melihatku seperti orang yang tidak dianggap oleh Jeni padahal aku pacarnya, ia juga tidak ada niat sama sekali ingin menggunakan kesempatan ini untuk menjadikan Jeni kekasihnya. Bahkan Louis sudah mencoba beberapa kali menjauh dari Jeni dan berusaha agar Jeni lebih membutuhkanku, tapi tetap saja Jeni mencari Louis, aku bisa apa? Aku tau itu karena Louis sendiri yang bilang padaku. Aku hanya berusaha iklhas saat Jeni begitu bahagia dan membutuhkan kehadiran Louis, bukan kehadiranku. Aku juga berusaha iklhas akan sikap Louis yang memperlakukan Jeni seperti kekasihnya.

“Kau tidak menemaniku terapi hari ini.” kata Jeni saat melepas pelukkan dari Louis lalu memeluk Harry. Pelukan Jeni dengan Harry lebih singkat dari pelukannya dengan Louis.

“Sorry, aku mengantar Jaq.” jawab Louis sambil mengambil kursi dan duduk disamping Jeni. Sebenarnya Louis mau bergabung dengan yang lain di sofa, tapi setiap kali dia duduk di sofa Jeni selalu meminta Louis duduk disampinya.

“Tapi ada Zayn yang menemanimu kan?” Louis menoleh ke Jeni memberikan senyuman lebar.

“Yup. Kau tahu? Hari ini aku sudah sampai duapuluh langkah.” Jeni bercerita dengan riang.

“It’s good. Berarti kemampuanmu meningkat kalau ditemani Zayn.” ucap Louis dan melihatku, aku tau maksudnya, aku tersenyum kecil.

“Tapi kurasa, aku akan langsung bisa berjalan kalau ditemani olehmu haha” celetuk Jeni pada Louis. Wajah Louis langsung berubah begitu juga yang lain. Seketika suasana menjadi awkward.

Deg! Celetukkan Jeni yang membuatnya tertawa itu sangat menusuk hatiku. Apa Jeni benar-benar menyukai Louis? Bagaimana kalau nanti Jeni memilih Louis dan meninggalkanku? Please don’t! I can’t live without you Jeni!

Is This True Love? // Zayn Malik {in editing}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang