Namanya Khairi Abimata Juani.
Lagi di Yogyakarta bersama Shone dan Ceye, tepatnya berada di salah satu angkringan yang terkenal, Angkringan Lik Man.
Kopi jos andalan angkringan, dengan angin alam yang menerpa, serta suasana jalan raya yang benar-benar menyenangkan bagi Jo. Kapan lagi dia bisa dapat udara seenak ini? Jarang-jarang dia punya waktu luang buat nangkring asyik, karena—
Ah, ngga usah dibahas. Perihal sensitif soalnya.
Jadi, si bule Shone dan Ceye minat banget ke kota gudeg ini, akhirnya Jo bersedia ikut serta dan meninggalkan ms. Word-nya sejenak. Ngga sejenak juga sih, paling nanti malam Jo bakal lembur di hotel buat ngerjain apa yang harus ia kerjain.
"Gue direkomendasiin buat beli kopi jos deket Malioboro, ayo!"
Setelah berjalan kaki dan tanya sana-sini tentang Angkringan Lik Man, mereka memesan kopi yang disebut-sebut tadi. Pada akhirnya, mereka heboh sendiri ngelihat kopi jos khas Yogyakarta yang sensasional katanya. Kopinya sih pakai kopi biasa, Jo juga paham itu. Tetapi yang bikin dia melongo keheranan adalah, "Mas, kenapa dimasukkin arang?!"
"Kalau ngga dikasih arang yo bukan kopi jos namanya, Mas!"
Gila.
Dan di sinilah mereka. Duduk di atas trotoar, dengan beralaskan tikar yang digelar di seberang angkringan, mereka memandangi kopi yang baru saja datang. Mereka speechless. Arang yang biasanya buat bakar-bakar, kali ini disajikan di dalam kopi.
"Gue ngga tau kalau minumannya segila ini?"
"Ngga gila, cuma kurang masuk akal."
"Sama aja, bego!"
Yaudah, terserah anak kota mau komentar apa.
"Tadi lo ngga searching dulu, Shone?" Akhirnya Jo angkat bicara. Dia baru saja menyelesaikan porsi kedua nasi angkringan yang berisi sambal teri. Anak pribumi mah doyan-doyan aja.
"Engga kepikiran, kampret."
"Monyet kota, sehat kaga nih?"
Jo pusing dengerin perdebatan antara Shone dan Ceye, "Lama lo pada! Tinggal minum aja susah."
"Jo, lo minum duluan coba," ungkap Ceye, yang sepertinya mendapat dukungan dari Shone.
Jo mah apa ya, suka diginiin sama mereka. "Maaf ya geng, tapi kan gue lagi—"
"Minum!"
Kenapa Shone dan Ceye jadi bossy gini ke Jo? Oh, udah biasa deng. Jo sebenernya ngga mau minum ginian—karena, ya ampun, minum kopi yang dimasukkin arang? Gimana kalau dia tiba-tiba sakit perut? Tetapi, akhirnya dia mencoba untuk stay cool.
"Nih, gue minum ya."
Jo dengan mantap meneguk sekali kopi josnya, dan—
"—ANJIR PANAS!"
Bikin malu.
***
Malam semakin larut, tetapi daerah depan Gedung Agung malah semakin ramai. Jo memilih buat duduk-duduk di kursi melingkar yang sudah tersedia, daripada mengikuti kawannya itu hunting foto.
Di depannya ada ujung dari Jalan Malioboro, dan kalau Jo ngelihat ke arah selatan, dia bakal menemukan perempatan jalan raya yang biasanya disebut Titik Nol Kilometer. Kerlap-kerlip lampu kendaraan menurut Jo adalah hal yang keren. Deru kendaraan dan klakson, kemacetan di malam hari, entah kenapa Jo suka itu.
Yogyakarta di malam hari memang indah, walaupun akhir-akhir ini jalanan kota laknat banget. Macetnya udah mulai saingan sama Jakarta. Dan hal itu membuat Jo mengingat sesuatu.
"Kapan sih Jakarta sepi?!"
Keluhan, rasa kesal, dan segala sumpah serapah tentang macetnya Jakarta yang dilontarkan oleh seorang Rei adalah hal yang tiba-tiba muncul di otaknya. Itu artinya, Jo mulai kangen sama pacarnya.
Jo lagi kangen sama Kireinata, yang kemarin baru saja wisuda dan hari ini baru aja pulang dari Prancis. Katanya pergi jauh-jauh ke sana buat memberi apresiasi untuk dirinya sendiri atas pencapaiannya. Astaga, diri sendiri aja Rei cinta banget, apalagi Jo?
Rei membuat Jo lemah banget malam ini.
Khairi Abimata : Rei, gue mau minta izin
Kireinata Y. Seanna : apaan sih?
Khairi Abimata : Boleh ngga, gue kangen sama lo?
Kireinata Y. Seanna : Jangan, Jo. Kata dilan, "Rindu itu berat, aku aja yang ngerasain, kamu ngga usah."
Kireinata Y. Seanna : Kalo kata Khairi, "Rindu itu berat, kita harus ngerasain bersama, biar rasanya jadi enteng."
Khairi Abimata : Lo tau bagaimana kangennya gue? Lebih rumit dari skripsi, lebih susah dimengerti daripada dosen, dan terlalu sulit untuk diumbar. Karena kangennya gue ngga murahan.
Khairi Abimata : Selamat malam, Rei. Jarak dan kangen tidak berarti untuk benang hubungan kita. Hehe.
Kireinata Y. Seanna : Kalo nanti malem gue ngga bisa tidur, lo adalah orang yang gue salahkan.
Malam itu, di depan Gedung Agung, Jo tersenyum manis sambil menatap layar ponselnya.
Ngga perlu hal yang ribet, cukup membuat Rei tidak bisa tidur karena kata-katanya adalah bukti bagaimana cinta seorang Khairi Abimata Juani untuk Kireinata Yasmine Seanna Bagaskara.
Se-sederhana itu rindu dan cinta.
Aku selalu merasa kasihan,
dengan matahari dan bulan.Segalanya mereka lakukan,
untuk bertemu lagi,
dalam sebuah gerhana.Perjalanan mereka sungguh,
berarti dan lama.
Pertemuan mereka sungguh,
singkat dan mengganggu.Dan usaha mereka menahan
segala rindunya,
haruskah selama itu?Rindu adalah resiko terbesar,
dan mereka mampu
menahannya.Sampai mereka bertemu lagi,
sampai Tuhan menghancurkan
mereka.*
Admin's note: Coba itu yang punya HP di rumah tolong kasih ke Bulan atau Matahari. Biar kalau mereka kangen pengen ketemuan bisa janjian lewat Chat- kasian kalau nungguin gerhana melulu, kelamaan.
Kangennya nanti keburu basi.
YOU ARE READING
Binocular
Teen Fiction(n). Sebutan untuk salah satu alat yang digunakan untuk melihat objek yang terletak jauh pada suatu medan. * * Di mata kalian, gimana sih image Khairi Abimata Juani? Apa dia sekadar jual tampang doang? Atau karena sikapnya kamu jadi berharap...