II

220 28 0
                                    

Tercium harum tanah setelah hujan yang mengguyur daerah itu. Maya melangkah, tanpa peduli lumpur yang kini melekat di sepatunya.

Ia berhenti tidak jauh dari rumah berlampu redup yang di penuhi oleh para pelayat. Bendera kuning yang terlikat di tonggak, tertunduk lesu seakan ikut merasakan kepiluan.

Maya memperhatikan rumah itu. Rasa ibanya semakin menjadi tak kala  Ibu Seira digendong masuk karena pingsan. Ini entah untuk yang keberapa kali bagi wanita itu pingsan. Kehilangan putri sematawayang yang tidak pernah berulah, pasti begitu menyiksa.

Walau Maya bukan seorang ibu, tetap saja ia bisa merasakan kesedihan itu. Ia marah, marah pada manusia tidak beradap yang tega membunuh remaja yang bahkan belum membuat kenangan apapun di masa SMAnya.

Dengan perlahan Maya mendekati rumah itu. Ia duduk di salah satu kursi yang disediakan di pekaramgan rumah, dan ikut serta membacakan surat yasin untuk Seira. Berharap Seira mendengar dan damai di alamnya.

**

Pukul sepuluh malam, mobil Maya memasuki pekarangan rumah. Dari dalam mobil, ia melihat motor Fatur yang terparkir tidak jauh dari mobilnya. Maya menurunin mobil dengan helaan napas berat. Ia menyesal memberitahu Fatur lewat tatapan nya kemarin.

Sudah pasti Fatur menolak mentah-mentah ajakan gilanya ini. Tapi Maya tidak ingin hal itu terjadi, sebisa nya ia akan membujuk pemuda itu.

  

_________________

Vote and comment

Buat yang vote,bagi yang jomblo jadi taken.bagi yang taken jadi langeng.amin!!

Thanks buat yang udah vote😍😍

I Can'tTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang