A Cup Of Tea

581 41 8
                                    

Kurekatkan coat cokelat yang kukenakan Jumat pagi ini, hadiah dari seseorang yang tinggal ribuan mil dari tempatku tinggal kini. Hari ini tepat 36 hari sejak salju pertama turun di kota Birmingham. Yang juga berati bertepatan 165 hari aku menempati flat yang kusewa di kota ini.

Beberapa bulan lalu aku masih bersama orang-orang yang kucintai. Orangtua, kakak, dan juga dia. Tapi kini alasan kutinggal disini karena mereka. Karena sebuah rahasia yang tidak bisa kumengerti dan sebuah fakta yang tidak bisa kuterima.

Aku mengunci pintu flat murah ini yang disusul dengan kumasukan kunci itu ke dalam tas. Kemudian kulangkahkan kaki ini dengan lesu menjauhi flat ini.

Seperti lima bulan terakhir aku harus melayani pelanggan-pelangan setia di restoran Italia yang letaknya tidak begitu jauh.

"Kau sudah datang, Anna."

Aku mengangguk saat sapaan itu kuterima begitu memasuki area kitchen. "Iya, Ted. Kau sudah lama?"

Aku mengikatkan tali apron hitam di belakang pinggangku dan memasang dasi yang dibuat pita, khusus pakaian pelayan restoran ini.

"Iya, aku sudah tiba sejak pukul enam tadi. Stock daging sapi kita habis, dan supllier mengantarnya pagi ini," jelas Teddy, yang sering kusapa Ted. Ia adalah seorang koki dan juga seorang stock keeper.

"Baiklah, aku ingin merapikan meja. Semangat, Ted!" seruku sambil melayangkan kepalan tangan ke udara yang diikuti olehnya.

Aku merapikan ikatan rambutku kemudian aku mulai membuka tirai dan melap meja juga mengganti taplak. Di sudut lain dari ruangan ini, kulihat Jerry, Christie, dan Viona juga sedang melakukan pekerjaannya. Restoran akan di buka satu jam lagi, yang berati tempat ini harus rapi dalam 45 menit lagi.

"Hai, An! Are you just arrived?"

Aku menoleh saat kudengar suara Mark. "20 minutes ago, actually. Dan, kupikir kau yang baru tiba, Mark."

Mark terkekeh mendengar penuturanku. Ia adalah sous chef tengil yang dimiliki rerotan ini, tapi ia baik dan ramah.

"Guys, come on. It's time to briefing."

Aku, Mark, Jerrie, Christie, dan Viona mengikuti arahan Chef Theo--chef dari italia pemilik restoran ini--untuk briefing rutin setiap pagi.

🍵🍵


Tiba di flat, aku segera menidurkan tubuhku yang remuk redam. Padahal aku bekerja di restoran itu sudah cukup lama, tapi tubuh ini belum bisa menyesuaikan dengan tempo kerja orang Inggris yang cepat. Ditambah lagi ini adalah winter pertamaku sebagai seorang pelayan membuat tak hanya lelah tapi beku sekalian.

Kurogoh tasku dan kuambil handphone berwarna gold dari dalamnya. Kubuka lock screen-nya dan munculah foto itu. Foto diriku dengan pria itu, pria pemberi coat cokelat ini.

Take a deep breath, An! Seruku dalam hati saat sesak menghujam organ dalam ku.

Bibir yang beku ini--akibat penghangat ruangan miliku tak bekerja dengan baik--masih bisa menyunggingkan seutas senyum simpul saat melihat wajah tampannya.

Kevin. Dia adalah kekasihku, dulu. Sebelum fakta itu terkuak saat aku bertemu keluarga besarnya.

🍵🍵

LemonadeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang