Dia

103 10 0
                                    

Aku melihat dia melangkah dengan terburu memasuki perpustakaan kampus. Ini adalah hari ke-lima atau ke-enam—atau lebih karena aku tidak benar-benar menghitungnya—aku memerhatikannya. Selama itu pula aku selalu melihat wajahnya yang kaku.

Aku mengikutinya secara samar saat ia akan memasuki perpustakaan. Perlu kalian tahu kalau kami tidak kuliah di universitas negeri. Kami hanya kuliah di universitas swasta yang kecil di kota kami.

Kubuka pintu perpustakaan dan seketika hawa sejuk menerpa wajahku. Mataku menatap liar setiap sudut perpustakaan dan aku bisa melihat dia termenung di sudut terjauh dari pintu. Ia menekuri laptop di hadapannya.

Aku memasuki perpustakaan dan duduk di tempat yang sekiranya masih jauh dari jangkauannya tetapi masih bisa memperhatikannya.

Dia adalah makhluk anti sosial. Karena aku tidak pernah melihatnya bersama teman sebayanya. Aku juga sering mendengar kalau dia adalah orang yang kaku. Sangat bukan tipe pasangan atau teman ideal. Tetapi dia sangat menarik. Aku yakin ada sesuatu di dalam dirinya yang membuat dia seperti itu. Aku tidak menyukainya secara intim yang menginginkan dia sebagai pacarku. Tidak. Bukan seperti itu karena aku tidak tertarik dengannya selain karena ia aneh dan untuk riset tugasku.

Kuberanikan diri untuk mendekatinya, berjalan ragu ke arahnya. Kini aku sudah ada di sampingnya tapi dia tidak menoleh.

Aku berdeham mencoba menarik perhatiannya dan walau hanya lirikan matanya saja tetapi setidaknya ia mengetahui eksistensiku.

"Boleh saya duduk di sini?" tanyaku sesopan mungkin agar tidak menyinggungnya.

Ia mengangguk. Hanya mengangguk. Tanpa menoleh ke arahku.

Aku menahan geramanku karena sikapnya yang terlampau tak acuh itu. Tapi aku harus menahannya. Menahan emosiku saat ini akan berdampak baik untuk tugasku nanti.

"Hani 'kan?" pancingku lagi agar bisa berbicara dan memulai langkah awalku.

Kulihat matanya mendelik dan ia menolehkan kepalanya ke arahku seketika. Alisnya tertaut. Wajahnya menyelidik menatap ke arahku. Kurasa awalanku berhasil. Batinku berseru bangga.

"Tau dari mana nama saya?"

Aku tercengang. Bahkan suaranya saja sangat kaku terkesan jutek. Wajahnya yang tirus dengan dagu yang tajam serta matanya yang kecil membuat dia terlihat sangat jutek juga judes. Mungkin ini yang menjadikan dia tidak disenangi oleh warga kampus.

"Kamu lumayan terkenal di kampus."

Dia berdecak. Kemudian mengabaikanku untuk kembali menekuri laptop di hadapannya.

"Saya Bayu," ujarku mengenalkan diri. Kuulurkan tangan kananku berharap mendapat balasan. Tapi itu cuma sekedar harapanku. Kuturunkan tanganku dengan canggung.

Sepertinya memang benar kata mereka kalau Hani ialah perempuan yang sulit digapai dan juga sangat cuek. Super jutek.

"Saya sekarang ada di tingkat akhir dan sedang melakukan riset untuk tugas akhir saya. Kebetulan saya ambil jurusan psikologi dan judul yang saya ambil berkaitan dengan DID dan alter ego. Bisa saya tanya ke kamu?" Aku menjelaskan secara garis besar. Sekali lihat aku tahu dia tidak suka basa-basi jadi aku lebih memilih to do point.

"Harus saya?"

"Ya," jawabku singkat. Berada di dekatnya membuat emosiku tidak stabil. Aku tidak suka berbicara dengan orang yang tidak menaruh minat pada lawan bicara. Tetapi aku terpaksa melakukan ini karena sedar awal dia adalah targetku.

"Kamu berpikir saya memiliki gangguan? Memiliki kepribadian ganda? Atau bahkan kamu juga berpikir saya itu psycho?"

Aku tercekat. Memang aku menduga ia memiliki gangguan kepribadian tapi aku sama sekali tidak bermaksud untuk merendahkannya karena sikap anehnya itu.

LemonadeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang