Bedak Tabur

123 12 0
                                    

Davia berjalan dengan riang menuju sekolahnya yang hanya berjarak beberapa meter dari komplek perumahannya. Hari ini tepat hari Kamis yang berati seniornya akan latihan basket. Tentu saja bukan senior biasa karena ia menyukai seniornya ini.

"Tolong saya, Nak." Davia terpekik saat sesosok wanita tua menghadang jalannya.

Davia meringis saat tangan wanita tua itu mencengkeram lengannya. "Bantu apa, Bu?"

"Beli bedak tabur ini." Wanita tua itu menyerahkan kotak kecil yang Davia yakini sebagai bedak tabur. Davia menerimanya kemudian tersenyum kecil.

"Harganya berapa, Bu?" tanya Davia berusaha tenang.

"Dua puluh ribu saja, Nak." Davia membelalakkan matanya saat tahu harga bedak yang sedikit ini begitu mahal. Tapi Davia tetap mengeluarkan uang dari sakunya yang diterima langsung oleh wanita tua itu.

"Terima kasih, Nak. Bedak ini bukan sembarang bedak. Kamu taburkan bedak ini ke laki-laki yang kamu sukai maka laki-laki itu akan menyukaimu juga."

Davia tercenung. Ia membuka kotak kecil itu lalu menyentuh butiran halus bedak berwarna putih dengan sedikit warna pink yang mengkilap. Davia tidak percaya tapi baru saja ia ingin menanyakan kebenarannya ia sudah tidak menemukan wanita tua itu di manapun. Davia melihat sekitarnya tapi hanya ada tukang batagor di sana.

"Bang! Lihat ibu-ibu pakai baju putih nggak? Udah tua, udah ubanan," tanya Davia ke tukang batagor itu.

"Enggak ada ibu-ibu dari tadi, Neng," jawab tukang batagor itu membuat Davia mengerutkan keningnya.

"Ah masa sih, Bang. Tadi ada di sini," sanggah Davia tetap tidak percaya.

"Si Eneng kaga percayaan banget. Dari tadi abang di sini, Neng. Kayanya kacamatanya harus diganti itu, Neng." Ucapan abang batagor itu membuat Davia membenarkan letak kacamatanya.

"Ye, Bang! Nggak usah bawa-bawa kacamata kali," kata Davia kesal. Ia menghentikan kakinya meninggalkan tempat itu. Ia kesal karena ucapan abang batagor itu tapi ia juga masih penasaran.

Davia melihat jam tangannya dan ia memekik karena kurang dari dua puluh menit lagi bel sekolahnya berdentang.

***

Davia tersenyum lebar saat melihat seniornya sedang berlatih basket di lapangan. Ia menggenggam erat botol minumnya. Ia gemas dengan seniornya itu. Sebelah tangannya memegang bedak pemberian wanita tua misterius itu. Ia akan mencobanya.

Davia bangkit dari duduknya saat seniornya itu selesai dengan latihannya. Ia mengejar seniornya itu, menghadang tepat di depan si Pangeran Charming.

"Ini, Kak." Davia menyerahkan botol minum yang tadi dipegangnya.

"Makasih, ya." David tersenyum samar.

"Kak!" seru Davia saat David beranjak. Saat David membalikan badannya, saat itu juga Davia meniupkan bedak itu langsung dari kotaknya.

David meringis karena bedak tersebut tapi saat yang sama ada warna pink dan emas yang melingkupi tubuh David dan tiba-tiba sorot mata David melembut saat menatap Davia.

"Kak David?" tegur Davia saat David hanya menatapnya tanpa berkedip.

"Kamu Davia 'kan?" tanya David ragu. Tapi sorot matanya tetap penuh binar kebahagiaan.

"Iya," jawab Davia pelan. Saat itu juga David memeluk erat Davia membuat gadis itu sesak.

"Aku ... aku suka sama kamu Davia. Aku benar-benar menyukai kamu." Davia tercenung mendengar penuturan David. Dalam benaknya ia mempertanyakan khasiat bedak itu yang nyatanya benar.

"Nanti kita pulang bareng. Kamu tunggu aku ganti seragam dulu." Davia hanya mengangguk dan menuruti semua perkataan David. Terlalu tiba-tiba. Ia tidak menyangka efeknya secepat ini.

**

"Rumah kamu di mana?" tanya David kepada Davia. Saat ini Davia sedang berada di atas motor David menuju rumah Davia. Sesuai ucapan pria itu yang akan mengantarnya pulang.

"Komplek Perdana Elok Blok C, Ka. Di depan sana belok kanan," sahut Davia. Ia bahagia hari ini. Mimpinya bisa memeluk David akhirnya tercapai.

"Pegangan yang erat!" Tiba-tiba David berseru membuat Davia mengeratkan pegangannya.

Kurang dari 5 detik setelah David berseru, tubuhnya melayang. Cengkraman pada pinggang David terlepas dan ia merasa kepalanya menghantam kerasnya aspal.

Terakhir yang ia dengar sebelum ia memejamkan matanya adalah orang-orang yang memanggilnya dan mengguncang tubuhnya.

"DAVIAAAAAAAA."

"DAVIAAAAAA BANGUUUUUUNN." Davia terlonjak kaget dan ia lebih kaget saat ia melihat ibunya berkacak pinggang.

Bukankah ia kecelakaan? Kenapa ini seperti di kamarnya? Apa ini surga? Batin Davia. Matanya menatap waspada sekelilingnya.

"Heh! Apa yang kamu lihat? Ini sudah siang. Sekolah!" Seruan itu membuat Davia mengalihkan pandangan ke ibunya.

"Ibu, kita di surga?" tanya Davia ragu.

"Surga apa, hah? Kamu masih mimpi? Ayo bangun, Daviaaaaaa! Ibu tunggu di bawah untuk sarapan."

Davia tercenung. Jadi semua itu hanya mimpi? Batinnya bertanya.

Ia merasa bahwa semua itu nyata. Ia tersenyum tipis. Tidak menyangka bahwa mimpinya akan sebegitu ajaibnya.

*****

Nggak usah heran sama ceritanya ya. Emang begini wkwk.
Dari judulnya aja udah aneh wkwk.

Xoxo
Rc

LemonadeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang