Gadis itu menundukkan kepalanya dalam menatap benda persegi panjang itu lamat-lamat. Manik matanya sedikit terbuka lebar dan tak berkedip sedikitpun.
Tangannya terangkat menarik body belakang ponselnya. Jemarinya sedikit bergetar ketika mengambil benda persegi yang menjadi kunci agar semua ponsel bisa hidup.
Awanpun mulai menurunkan air matanya. Entah sudah berapa kali bahu gadis itu kembali bergetar. Kedua manik matanya bergerak beraturan menatap orang-orang yang sibuk berlari mencari tempat untuk berlindung.
Tes...
Gadis itu menggangkat kepalanya secara spontan ketika dia merasa sesuatu telah jatuh ke pipinya. Itu bukanlah air hujan yang seperti kalian bayangkan. Air itu berasal dari pelupuk matanya yang sudah tidak sanggup menahan beban.
Tangannya terangkat, benda yang melingar di tangannya menunjukkan pukul 09.00 p.m KST.
Di saat seperti ini, semua orang pasti akan merindukan rumah. Tapi sepertinya gadis itu enggan untuk pulang.
Di akhir minggu seperti ini, semua teman-temannya pasti sibuk bersama keluarganya. Sedangkan dia, dia sudah pindah jauh dari keluarganya. Mungkin lebih tepatnya di buang dari keluarganya.
Dengan perlahan dia mulai melangkahkan kakinya dengan santai. Sesekali tangannya bergerak mengusap lembut pipinya dan membetulkan hoodie yang ia kenakan. Ia tak ingin dunia melihatnya.
Ia sudah tak peduli dengan hujan yang membasahi pakaiannya. Ia sudah cukup lelah dengan semuanya. Ia hanya ingin segera sampai ke satu-satunya tempat yang hanya ia dapat kunjungi.
Bukan sebuah cafe atau rumah teman.
Hanya sebuah apartemen minimalis yang Hanbin oppa berikan padanya.
Setidaknya, masih ada bagian dari keluarganya yang masih mengingatnya. Persetan dengan tatapan orang-orang sekitar. Biarkan saja mereka berpendapat apapun itu. Setidaknya ia tak menganggu atau melukai siapapun.
Daegu bukanlah kota yang ramai seperti Seoul. Mungkin itu adalah salah satu alasan mengapa gadis itu memilih kota ini untuk tinggal.
Langkah gadis itu terhenti tepat di sebuah cafe. Kedua netranya menatap lurus ke dalam cafe bernuansa classic itu.
Ia mulai memutar badannya, dan berdiri mematung menatap sosok yang sedang memainkan jarinya dengan lihai di atas tuts putih itu. Sosok laki-laki bersurai hitam yang selalu berhasil mencuri perhatiannya.
Ia bukan jatuh cinta pada laki-laki itu. Ia hanya menyukai cara laki-laki itu bermain dan bernyanyi. Ketika melihat laki-laki itu menikmati musik. Terbesit rasa damai di dalam hatinya.
Perasaan yang membuatnya terbawa kedalam gerak permainan laki-laki itu.
Gadis itu mulai memajukan selangkah kakinya. Perlahan-lahan ia mendekat ke arah cafe tersebut. Tanpa melepaskan sedetikpun tatapannya pada laki-laki itu.
Gadis itu kembali menghentikan langkahnya. Manik matanya menatap pintu cafe yang berada di depannya. Dari sorot matanya terbesit keraguan yang besar.
Ayolah, ia tak mungkin kembali pergi tanpa masuk ke dalam cafe seperti minggu lalu. Tangannya mulai terangkat untuk menyentuh pintu cafe tersebut. Tangannya mulai bergerak mendorong pintu cafe tersebut.
Gerakan tangannya tiba-tiba terhenti ketika seseorang menarik pintu itu dari dalam. Hampir saja gadis itu terjungkal ke depan jika ia tak memegang gagang pintu dengan kuat.
Pupil gadis itu terbuka lebar ketika melihat orang di hadapannya. Tubuhnya mendadak kaku tak bisa di gerakan. Di tambah dingin yang menyelimuti tubuhnya. Semakin membuat tubuhnya membeku.
Orang di hadapan gadis itu menatap lurus gadis itu. Tatapannya seolah siap menusuk gadis itu kapan saja.
Dalam waktu kurang dari sedetik tatapan lurusnya berubah menjadi hangat dan tersenyum menunjukkan deret gigi kelinci putih miliknya. Mungkin orang itu tadi terkejut melihat gadis itu.
Gadis itu tercekat.
Dia tersenyum? Apa ada yang lucu? Dia gila? Atau... dia byuntae?!
Seketika gadis itu teringat dan langsung menutup dadanya. Ia sepertinya melupakan satu poin penting. Dirinya basah kuyup karena hujan. Entah apa yang dia pikirkan, dia hanya ingin mengamankan daerah privasinya saja.
Sosok pria itu semakin mendekatinya. Mengikis jarak di antara mereka. Sial! Apa yang pria itu mau lakukan?
Refleks langkah gadis itu mundur. Dia mulai takut.
Pria itu berhenti.
Hanya angin dingin dan tatapan hangat yang pria itu berikan. Entah mengapa gadis itu tertegun.
Manik hitam pria itu mengunci tatapan gadis itu. Tatapan hangat yang membuat arus hangat itu ikut mengalir ke nadinya. Membuat suasana menjadi hangat.
Pria itu kembali melangkah.
Kali ini gadis itu tak berniat untuk mundur kembali. Tubuhnya sekarang terkunci oleh pesona pria itu.
Pria itu melepaskan jas putih yang bertengger manis di badannya. Dan meletakkannya di bahu gadis itu. Gadis itu semakin kaku. Otaknya tak bisa bekerja. Dia hanya bisa menerima perlakuan yang tidak biasa baginya.
Sebagai hadiah terakhir laki-laki itu mengangkat lebar kedua sudut bibirnya. Membentuk senyuman manis yang membuat siapapun tercengang.
"Pulanglah. Dan hangatkan dirimu. Kau seharusnya masuk ke dalam jika ingin melihatku"
Gadis itu terdiam.
Dia seperti tikus yang ketahuan oleh seekor kucing.
Laki-laki itu kemudian perlahan melewati gadis itu dan tersenyum simpul sebelum benar-benar meninggalkannya.
Kali ini gadis itu merutuki dirinya. Betapa bodohnya ia mengamati orang sampai seperti itu. Mungkin pria itu mengira gadis itu adalah fansnya.
Dan, tangannya bergerak menyentuh jas putih yang mengantung di bahunya. Gadis itu tersenyum. Ketika dia menemukan sebuah name card di dalam sakunya.
"Jeon Jungkook.. itukah namamu?"
~TBC~
*hai hai... ini ff pertama aku. Maaf juga update kelamaan. Admin lagi banyak acara. Hahaha
Kalian panggil aja 'Ant' gampangkan? Oh ya.. aku lupa! Ini tokoh utamanya si taehyun cuma belum aku munculin di part 1.
Tolong komen dan supportnya ya.. komen apapun akan sangat membantu. Makasih. Saranghae. *

YOU ARE READING
House Of Cards
Romance" Ketika aku tahu semuanya akan hancur, meskipun semuanya terlihat seperti mimpi. Ketika aku tahu kau berada disana, aku tetap akan baik-baik saja. " Kim Taehyun