Hujan 1

39 11 5
                                    


😊

Tiva menyunggingkan senyum ketika melihat langit yang mulai mendung. Ia tahu, sebentar lagi pasti hujan.

"Tiva, pulang yuk! Udah mau ujan nih. Lagian acaranya udah selesai kan." Rani mencolek bahu Tiva dari belakang.

Sekarang mereka sedang di sekolah. Ada pengumuman kelulusan hasil UN dan semua anak yang seangkatan dengannya dinyatakan lulus. Itu artinya mereka akan segera menjadi anak SMA.

Ya, Tiva baru saja lulus dari SMP dan ia sangat senang. Satu, karena dia lulus dengan hasil terbaik. Dua, sebentar lagi akan turun hujan.

Tiva sangat menyukai hujan, tapi ia tak suka basah, nanti sakit. Itulah prinsipnya. Jadi dia menikmati hujan dengan sebuah payung di tangan sambil berdiri mematung. Entah itu di lapangan, di jalan, ataupun di taman.

Tik tik tik

Hujan pun mulai turun membasahi bumi. Rintik-rintik kecil yang berubah menjadi semakin deras.

Senyum Tiva semakin mengambang dan berubah menjadi tawa kecil yang sangat manis. Ia telah berdiri di lapangan sekolahnya dengan sebuah payung hijau yang sangat di sukainya.

Hanya hujan yang dapat membuat tiva melupakan sejenak masalah yang ada dalam kehidupannya sekarang. Dan dia sangat menikmati saat-saat dimana hujan turun, demi dirinya.

Rani yang melihat itu hanya tersenyum dan menggelengkan kepalanya. Ia sangat tahu dengan ritual yang dilakukan oleh sahabatnya itu dan ia tak akan mengganggunya.

Ia tahu bahwa hanya hujan yang dapat membuat sahabatnya itu menjadi lebih hidup. Setidaknya untuk saat ini.

"Tiva, gue duluan ya? Ayah gue udah jemput soalnya, jangan lama-lama main ujannya. Ntar lo sakit. Daah."

Rani pergi setelah pamitan dengan tiva yang masih sibuk dengan dunianya sendiri.

~~~~

"Bagaimana hasil UN-mu sayang?" Bunda bertanya saat melihat anak gadisnya baru saja pulang dari sekolahnya.

"Bagus bun." Tiva menjawab sambil menyodorkan kertas pengumuman kelulusan yang ia terima tadi.

Tiva baru beranjak pulang 1 jam kemudian. Tepatnya, saat hujan reda dan langit kembali cerah.

"Waah, kamu jadi lulusan terbaik ya nak? Bunda bangga sama kamu." Bunda tersenyum saat melihat isi kertas tersebut. Tiva selalu bisa membuatnya bangga dan tersenyum. Tapi ia tak bisa membuat anak satu-satunya itu tersenyum, apalagi setelah kejadian itu.

sebenarnya ia juga sedih dengan kejadian itu, tapi ia harus kuat demi Tiva dan tetap berusaha membuat Tiva kembali seperti dulu.

"Tiva ke kamar dulu ya bun." Tiva beranjak menuju kamarnya setelah membuka sepatu dan meminum segelas air. Ia sangat haus dari tadi. Mungkin karena terlalu lama berdiri, seperti biasanya.

"Iya, nanti abis maghrib ke bawah ya nak. Bunda mau nyiapin makan malam dulu. Kita makan bareng, oke." Ucap bunda sambil mengedipkan matanya ke arah Tiva.

"Hm, oke bun." Balas Tiva sambil menaiki tangga menuju kamarnya. Walaupun ia sedih tapi ia tidak akan membuat bundanya sedih, bundanya sudah cukup kuat untuk tidak sedih saat di depannya.

Ia tahu, bundanya pasti juga sedih. Mungkin sangat sedih, lebih dari kesedihannya.

~~~~

"Tivaa, ayo turun nak. Makanan udah siap."

Tiva yang sedang mengeringkan rambut langsung turun ke bawah setelah mendengar panggilan dari bundanya yang masih sibuk di dapur.

"Iya, bun." Tiva langsung duduk di meja makan, berhadapan dengan bundanya yang baru saja duduk.

Love And RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang