Bukan masalah siapa yang kau cintai, hanya saja benarkah cara kau mencintai sesuatu itu.
00:00
*****
BERNYANYI diiringi bermain gitar dihalaman belakang rumah bersama kakaknya disertai semilir angin yang pas adalah salah satu dari kegiatan favouritenya.
Alana Dwiarwan, nama gadis itu. Gadis dengan segala kesederhaannya mampu membuat semua orang dengan senang hati berlama-lama berbicara dengannya. Seolah terdapat magnet unik disetiap wajahnya maupun hatinya. Entahlah, melewati liburan bersama keluarga di rumah saja dia dapat merasa kebahagiaan yang luar biasa. Sederhana memang, tapi sangat istimewa.
Setelah beberapa jam bermain gitar dan bernyanyi, tak lupa juga tertawa terbahak bersama, mereka merasa sedikit lapar serta haus dan merekapun memutuskan untuk mengakhiri permainan gitarnya.
"Bang, ke bunda yo!" ucap Alana yang pertama mengakhiri bermain gitar.
"Ayo. Abang udah laper sumpah." jawab kakaknya, yang tak lain adalah Andhika Pratama Dwiarwan Seray mengikuti gerakan Alana menaruh gitar tersebut disebelah badannya.
"Let's go!" dengan meniru gaya Superman, Alana meloncat dari gazebo ke dalam rumah. Melihat itu, Andhika tak mau kalah dan ia pun lari mengikuti gaya Alana.
Langkah semangat yang awal begitu berkoar digantikan dengan langkah pelan untuk sedikit mengejutkan Bianca -Bunda Alana dan Andhika-. Mau tak mau kini mereka harus menggembungkan pipi agar tawa tidak keluar. Seminim mungkin menimbulkan suara.
"Tu," bisik Andhika sambil melangkah layaknya maling rumah yang mau mencuri makanan.
"Wa,"
"BUNDAA!" ucap mereka bersamaan sambil menepuk pelan bahu Bianca.
"Astaga!" Bianca hampir terlonjak kaget kalau saja bahunya tidak ditahan, dan nasib baiknya tidak ada kata yang tak pantas terlontar dari mulutnya, "Bunda kaget lho ini," sambil mengelus dada dengan gaya sedikit dramatis.
"Hehe maaf, Bun," cengiran khas Andhika kini terpampang. "Bun Bunda, cemilan for today what what nih?" tanya Andhika langsung tanpa merasa bersalah berlanjut.
"Ada tuh, di meja makan. Ambil aja." Bianca mengangkat sedikit wajahnya untuk menunjuk meja makan dengan dagunya lalu ia melanjutkan kegiatan membaca majalah sore harinya.
Alana dan Andhika menuruti perintah Bianca untuk menghampiri meja makan. Tapi ekspresi melongo malah terpasang ketika mereka sampai dimeja makan, anehnya diatas meja hanya ada selembar kertas.
Kita nyemil kertas tinta? Pikir Andhika.
"Loh kok? Ini gak salah apa? BUN MANA CEMILANNYA?!" teriak Alana khawatir.
"Ih! Gak usah teriak juga, emang mau tanggung jawab kalo ada apa apa sama hidung abang hah?" komen Andhika sedikit berlebihan sambil menoel pipi adiknya. Seketika Alana mengerutkan dahinya ketika mendengar ocehan Andhika, "Kok jadi hi-"
"ITU TUH DISITU, KALIAN NEMU KERTAS GAK? KERTAS GITU? KETEMU GAK?" teriak Bianca yang amat sangat menggelegar seisi rumah, ya inilah resiko mempunyai bunda mantan master ceremony. Tak tertandingi.
Dan dari persekian detik ini, dijamin, pasti ada perang adu kemegaran suara antara satu pihak dengan yang lain jika ada dibeda ruangan.
"IYA IYA, ALANA NEMU BUN!"
"TAPI MASA KERTAS SIH BUN?!" Eluh Andhika seraya mengerucutkan bibir tebal pinknya.
"BACA AJA DULU!" saran Bianca

KAMU SEDANG MEMBACA
Something Wrong
Roman pour AdolescentsLucu memang. Takdir seolah permainan yang entah diawali oleh siapa. Yang tanpa sadar membuat orang lainlah yang menjadi korban dari takdir tersebut. "Gue benci sendiri." -Alana Dwiarwan "Don't worry. Lo punya gue." -Brian L...