Bab 1: My Sister

153 11 10
                                    

-SHINTA POV-

"Bangun, woy, bangun!" Seru Kak Melani, menyuruh adik perempuannya itu bangun dari tidur siang hanya untuk disuruh-suruh.

Manusia macam apa yang mengganggu istirahatku untuk hal-hal tidak penting? Itu pasti Kak Melani.

Aku membuka mataku dengan malas, "Warung?"

Kak Melani tersenyum jail. "Lo tau aja gue mau nyuruh lo ke warung. Beliin gue cemilan".

Aku menatap Kak Melani datar. "Selagi lo punya kaki-tangan plis ke warung sendiri. Bersyukur, mungkin besok kali aja lu kecelakaan, terus lo lumpuh, gak bisa jalan lagi. Lo mau? Gue juga nggak mau lo jadi anti-sosial cuman ketemu tetangga sekitar komplek ini doang".

Persamaan aku dan Kak Melani hanyalah: kami sama-sama anti-sosial.

Kami menghindari banyak orang, keributan, berbincang dengan orang banyak, berbaur dengan banyak orang... rasanya adalah hal yang paling sulit bagi kami. Ada rasa malu saat bertemu orang-orang tertentu dan kami-lah yang menciptakan rasa canggung itu. Kami dipandang bagaimana, kami memandang mereka bagaimana.

Bukan berarti kami ada sindrom kecemasan sosial.

Perbedaan aku dan Kak Melani dalam masalah anti-sosial: aku ingin bertemu banyak orang, melemparkan senyum ke arah mereka, sedangkan Kak Melani malas bertemu orang, kalau itu bukan hal-hal yang penting (menurutnya).

Dengan langkah gontai, aku menuju warung yang jaraknya hanya satu dengkal dari rumahku. Aku tidak pernah mengerti kenapa Kak Melani malas sekali keluar rumah, hanya berjalan tujuh langkah saja tidak akan menguras tenaga.

Saat aku pulang dari warung, Mama kebetulan datang pulang kerja dari bank.

"Mah, Kak Melani nyuruh-nyuruh terus tuh", aduku sebal.

"Kalo disuruh-suruh jangan mau, Sayang", ujar Mama.

Ini masalahnya dia ganggu istirahat gue setelah pulang sekolah! Batinku.

Aku mendengus kesal sambil kembali ke kamar. "Nih, cemilan lo".

"Oke, makasih", Kak Melani mengambil cemilannya. "Yang kentang keju buat lo aja, sebagai ongkos kirim".

Emang gue buka jasa pengiriman apa, batinku kesal.

Ponselku bergetar di dalam bantalku.

Setelah Kak Melani mendapatkan cemilannya, aku kembali melanjutkan tidur siangku.

Pukul 15.30
Aku membuka mataku yang menyipit hanya sekedar untuk melihat jam dinding. Oh, iya. Hari ini aku ada kursus Matematika. Sejujurnya, untuk apa Mama menyuruhku kursus di dua tempat kalau aku masih rada bego dalam pelajaran Matematika bersama Bu Fina. Bu Fina juga dengan senang hati mengajariku di bagian yang tidak kumengerti dengan harapan: aku bisa sejajar dengan Kak Melani.

Melani Fatasya Ayu adalah lulusan SDN Mawar Putih angkatan 16 dengan nilai tertinggi dalam UN tahun lalu. Pintar, jago hitung-hitungan, siswi yang tidak banyak omong dan sangat disiplin. Makanya, Melani sangat disukai guru-guru dan dianggap sebagai murid teladan.

Ya, begitulah Kak Melani. Kakak yang patut dibanggakan.

Tapi aku juga tidak suka dibanding-bandingkan dengan Kak Melani. Aku ya aku, Kak Melani ya Kak Melani.

Be yourself.

Kejadiannya waktu aku kelas 5.

Sewaktu itu, aku dan Bella lupa membawa PR Matematika, padahal sudah mengerjakannya. Sebagai hukumannya, aku disuruh Bu Devi, guru kelas limaku untuk berkeliling mendapat tanda tangan guru sebanyak mungkin. Saat aku meminta tanda tangan Pak Arif, guru kelas lima Kak Melani bertanya padaku, "Kamu adeknya Melani yang pinter itu, ya?"
Aku menatap Pak Arif datar. "Iya".
Terus kenapa?

"Masa adeknya Melani nggak ngerjain PR? Kenapa?" Tanya Pak Arif lagi.

"Saya lupa bawa, Pak. Tapi udah ngerjain. Lupa itu manusiawi 'kan?" Ucapku risih.

"Lupa, alesan lupa lagi! Nggak ngerjain PR, malu-maluin Melani aja sih kamu!" Seru Pak Arif marah.

JlEB.

"Melani tuh rajin, tekun, pinter disiplin. Contohlah kakakmu, kamu harus bisa seperti dia".

Sampai kapanpun aku nggak mau jadi Kak Melani!

***
Aku pergi ke tempat kursus dengan baju lengan panjang warna orange cerah dan legging kuning emas. Rambut sebahuku tergerai dengan bando merah. Bedak tipis kupakai diwajahku dan lipbalm dibibirku.

Karena gerimis, aku memakai payung bergambar tokoh Rilakkuma-ku.

Sampai di tempat kursus, aku duduk dibangku sebelah kanan Miss Deassy.
"Miss Deassy, saya ada PR Matematika".

"Ya, tentang apa?" Miss Deassy menggeser kursi komputernya.

"Debit", jawabku. "Nomor satu sampai sepuluh".

Miss Deassy kemudian menjelaskan bab tentang debit dengan sangat detil. Aku menyimaknya. Sekali-dua kali aku bertanya jika ada soal yang rumusnya berbeda dari apa yang Miss Deassy jelaskan padaku.

Pukul 17.15
Aku pulang dari kursus setelah mengucapkan terimakasih pada Miss Deassy.

Aku mengecek buku kursus. Apa yang telah kupelajari di tempat kursus akan kupelajari di sekolah besok.

Tik
Tik
Tik...
Jresss.....

Hujan lagi! Batinku dalam hati. Aku membuka payungku, lalu dengan setengah berlari pulang ke rumah.

***
Kak Melani sore ini pergi bersama Kak Laras dan Kak Jenita, best friend-nya. Mama dan Papa lagi belanja di supermarket.

Terus aku ngapain dong?

Aku teringat ponselku yang bergetar. Itu pasti message LINE dari Bella.

Bella: Shinta lagi apa?

Shinta: Abis pulang les, kenapa Bu?

Bella: Mau main ke ke rumahku, ngga?

Shinta: Boleh. Jam berapa?

Bella: Sekarang juga nggak apa-apa.

Shinta: Aq siap-siap.

Bella: Sip.

Aku segera menuju rumah Bella yang jaraknya tidak jauh dari rumahku. Hanya beda komplek saja. Kemudian aku memencet bel rumahnya.

"Assalamu'alaikum, belek!!!" Pekikku dari luar pagar rumah Bella.

"Wa'aikum salam Shinshinkuuu...", Bella membukakan pagar rumahnya. Bella mengenakan piyama santai bergambar Doraemon.

"Ngapain kamu ngajak aku ke rumahmu?" Tanyaku sambil masuk ke kamar Bella yang berada di lantai atas.

"Gue kesepian, oncom", kata Bella sambil manyun. "Ortu kerja".

"Okeh, terus kita mau ngapain?" Keluhku bosan sambil melihat-lihat pemandangan kamar Bella yang seperti kapal pecah.

"Aku punya komik Naruto yang terbaru, loh! Mau liat, ngga?" Tawar Bella. Oh, baiklah. Dia sahabatku yang paling pengertian. Mataku langsung berbinar dengan segala yang berbau anime.

Bella menunjukkan rak bukunya yang penuh dengan buku komik, novel, sejarah, pengetahuan, cerita anak, dan biografi. Sejujurnya karena aku dan Kak Melani adalah kutu buku, jadi setiap hari  Sabtu dan Minggu kami ke toko buku untuk membeli buku terbaru yang kami inginkan. Buku-buku kami juga sudah menumpuk, jadi kalau disimpan di lemari yang ada lecek semua. Suatu saat nanti aku akan bilang Papa bahwa aku menginginkan rak buku besar seperti Bella.

"Ini punya kamu semua, Bel?" Tanyaku tak percaya. Otaku dan kutu buku akut adalah ciri khasku dan Bella. Tapi mungkin Bella yang bisa disebut sebagai kolektor terbanyak.

"Iya, boleh pinjem kok. Asal dibalikin lagi", kata Bella.

***Bersambung***

----
HALO READERS! Alhamdulillah lanjut ke Bab 1: My Sister, ya! Author sangat menghargai bagi kalian yang bersedia memberikan vote+comment. Author tunggu, loooh!!! 😊💖

Salam author,
-Andini Nuraini Ramadhina-

Diary & Insomniaku [AKAN TAMAT PADA BAB KE-28]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang