"La, kita tuh hidup dijaman serba keren jadi gak jaman lagi kalo udik hahahhahah" tawa pecah seorang gadis berseragam SMA saat tengah berbicara di sambungan telepon. Membuat seorang wanita paruh baya yang sedang menaruh secangkir White Coffee menggeleng sambil tersenyum kecil.
"Thankyouuu mam" barisan gigi putih itu pun terekspos. Wanita paruh baya yang ia sebut mama itu pun mengisyaratkan telunjuk di permukaan bibirnya, tanda jangan terlalu keras.
"Ganti dulu baju kamu, masih pake seragam gitu."
"Iyaa mam ku sayang"
"Yaudah Mam tinggal ya, kanz" Gadis itu mengangguk.
"Nyokap lo kanz?" seseorang dalam ponsel itu pun mengangkat suara. "Yoi la, biasalah abis nganterin white coffee."
"Oh, lo ga berubah- berubah ya kanz masih suka aja sama kopi putih haha."
"Cobain makanya la sekali-kali. Udah sahabatan dari kecil setiap gue tawarin gak pernah mau." gadis bernama kanza itu mengerucutkan bibirnya, seolah-olah seseorang yang sedang berbicara di telpon sedang berada didepan-nya.
"Ah gue ga suka kopi masalahnya."
"Norak sih lo!"
"Eh kurang ajar! Haha. Eh besok bolos yuk! Ikut gue nonton ada film bagus tau"
"Engga, mau lo ngerayu gue bolos sampe ngerangkak dari sini ke monas gue ogah!" tolaknya dengan tegas. "Sorajin huuuuuu"
"Bodoamat. Laurent gue kasih tau ya, Alfa lo dikelas udah numpuk, kalo di itung bisa hampir sebulan kali."
"Ah kanza, masaa sihhhh" terdengar suara rengekkan buatan dari seberang sana. "Najis banget ih, la! Udah lah mulai besok kurangin aktivitas bolos lo itu"
"Kok lo jadi ceramah gini sih kanz? Haha" kanza memutar bola matanya. Jengan dengan prilaku sahabat-nya.
"Lagian kanz, om gue jamin gue lulus kok. Jadi gausah terlalu serius lah."
"Mentang-mentang om lo pemilik sekola. Terus lu bisa lulus hanya karna uang. Dan seenak jidat lo aja!" omel kanza, sahabatnya masih terus tertawa mendengar celoteh kanza.
"Oke kanza Machira thnxuuu so much atas ceramah-mu. Akan ku cerna baik baik, haha. Udah dulu ya kanz, gue sibokkkk"
"Gaya lo senga! Okee babay"
Telepon terputus.
***
Seperti biasa, di Senin pagi. Sangat pagi sekali, Kanza sudah mendudukan bokong-nya di bangku tepat didepan gerbang sekolah-nya.
Tiada kata telat dihari Senin bagi Kanza Machira. Ia menunggu pak Aryo sebagai satpam untuk membuka gerbang. Bisa kalian bayangkan? Sampai satpam aja belum datang.
"Selamat pagi pak Aryo. Bukain dong pintu gerbangnya hehe" sapa Kanza saat melihat pak Aryo baru saja menghadirkan batang hidung-nya.
"Kenapa gak nak Kanza aja nih yang pegang kunci gerbang sekolahnya? Kayanya bapa kalah pagi terus sama kamu"
Kanza tertawa "engga ah pak, bapak aja yang pegang, ntar repot lagi kalo saya yang pegang."
"Udah nih udah dibuka" sahut pak Aryo dibalas senyum oleh kanza "makasih pak!"
Kanza jalan menelusuri lorong sekolah yang masih sepi. Kelasnya tidak terlalu jauh dari gerbang sekolahnya.
Seperti biasa, sehabis menaruh beberapa buku pelajaran di loker milik-nya ia langsung berlari menuju belakang sekolah.
"Woy Opalllll" teriaknya, saat ia mendapati Opal yang Ia cari tengah duduk di atas motor Ninja-nya.
Laki-laki tampan bernama Opal itu hanya berdecak sebal sambil menghembuskan asap rokoknya.
"Senior edan eh maksud gue senior paling tampan rutin banget sih pagi-pagi dibelakang sekolah? Ngerokok lagi." celoteh Kanza yang hanya dibalas hembusan nafas kasar dari si Opal tersebut.
"Gue mau tanya deh, kenapa motor ninja lo bisa masuk ke sini? Kan sama pak Aryo gerbang-nya belum dibuka?."
"Kenapa lo banyak tanya?" jawab-nta ketus.
Kanza hanya terdiam melihat mata Opal yang menatapnya tajam.
"eh Opal-"
"Apasih Opal Opal! Gue Nauval! Bukan Opal. Lo kira gue telor?"
"Itumah Oval!"
"Bodoamat Gue gak peduli."
"Jutek mulu lo! Ga aus apa? Masih pagi! Jangan di remes aja tuh muka, masih syukur dikasih idup. Seandainya lo tadi pagi bangun udah mati, gue yang syukuran"
perkataan Kanza sukses membuat si Nauval tersebut menatapnya tajam. "Apaa?!!" teriak Kanza tepat di wajah Nauval.
"Semenjak lo jadi adek kelas gue, hidup gue gak tenang!" sahut Nauval bernada ketus.
"Terus?"
"Biasanya pagi gini gue ngerokok dengan tenang sambil nungguin bel masuk, setelah ada lo serasa ni rokok kaya pare. Pait."
"Terus?"
"Nabrak!"
"kalo lo gak tenang karena adanya gue, Kenapa kalo gue nyamperin lo, lo gapernah berusaha pergi?"
Nauval tak menjawab dan masih asik menghisap rokoknya.
"Ish nyebelin!"
"Apasih? Lu daritadi ngomong mulu dah! Coba tenang sedikit, bisa?!" hentak Nauval, yang sudah mulai kesal dengan Kanza.
"ENGGAK!" Teriak Kanza lantang.
"Au ah!"
***
Nauval dengan malas berjalan menyusuri kelas demi kelas. Setelah sekian jam adu argumen dengan Kanza yang membuatnya stress, akhirnya bel penyelamat berbunyi nyaring seakan pertanda antara ke bahagiaan dan kesengsaraan.
Kebahagiaan karena bebas dari Kanza, dan sengsara karena harus menghadapi terik-nya matahari karena Upacara Bendera.
"Muka lo kusut amat dah val?" suara Fatimah teman sekelas Nauval. Nauval menoleh. Dan langsung berlalu menghiraukan Fatimah.
Nauval lebih milih mengacuhkan pertanyaan teman-nya itu, ia tidak suka dengan orang yang banyak bertanya, salah satunya Kanza.
Seandainya pagi ini tidak diawali dengan bertemu Kanza, mungkin tidak akan seperti ini jadinya.
Ia sangat menyesali kejadian hari itu, dimana Kanza yang meminta pertolongan saat jari kaki-nya terjepit pintu kelas dan mengharuskan ia menolong-nya. Dan berakhir seperti ini, diganggu Kanza di Senin Pagi dan akan ditraktir white coffe di hari selasa yang akhirnya kopi tersebut berakhir di selokan belakang sekolah.
Dan masih berlanjut menjalankan kontrak hukuman dari pak Satria bersama kanza setiap hari rabu. karena telah merusak pintu kelas. Pada saat itu terpaksa Nauval harus mendobrak pintu hingga rusak, barulah jari kaki kanza terselamatkan.
Dan di hari kamis-nya, ia terpaksa naik angkutan umum dan bertemu Kanza. Karena motor ninja-nya sedang dibengkel setiap hari kamis.
Jum'at tak kalah menyedihkan lagi, Ia harus menemani kakak-nya kerumah Ibu Kanza. Urusan bisnis dari pukul 12 hingga maghrib menjelang.
Sabtunya, Ia akan bertemu lagi dengan Kanza karna 1 ekstrakurikuler yaitu Basket. Iya, Kanza memang anak basket.
Minggunya? Ia bebas. Tapi hanya minggu.
Mengingat itu semua membuat kepala Nauval terasa berat, betapa bencinya ia pada Kanza. Si beban yang melelahkan dan si beban yang menyusahkan.
Ia mengusap wajah-nya kasar.
***

KAMU SEDANG MEMBACA
K A N Z A
Novela JuvenilKanza seorang gadis biasa penyuka White Coffee di Pagi hari. Hobby membaca buku Novel remaja, bersifat ceria dan cenderung ceplas ceplos. Bertemu dengan Nauval Prahardi, si pendiam yang bicara seperlunya, ketus dan sangat membenci sosok Kanza. Mampu...