"Wei opal! Nih white coffee buat lo. Seperti janji gue, atas terimakasih-nya karna nyelamatin jari kaki gue ini"
Nauval yang baru saja menyendokkan somay ke mulut-nya sudah tersedak duluan saat Kanza datang. Pengacau! Batin-nya.
"Udah taro aja ntar gue minum pas nongkrong di belakang sekolah"
"Eits gabisa! Ntar lo buang di selokan. Minum disini! Hargain dong. Ini beli make duit bukan make daon"
Nauval hanya memutar bola matanya. Ia sangat malas berhadapan dengan makhluk bernama Kanza.
"Besok lagi lo gausah traktir gue begini dah! Gue ga demen sama kopi putih."
"Yaa demenin lah! Gampang kan?" jawab Kanza, enteng.
"Eh kutu! Kalo ga demen masa iya mau dipaksa." urat leher Nauval sudah mulai bermunculan, tanda ia sudah naik darah. "Emang apa salah-nya?" Kanza masih dengan wajah datar-nya. Membuat Nauval semakin lelah.
"Eh iya opal pelajaran kelas 12 susah-susah gak sih pal?"
Nauval hanya diam dan sibuk dengan somay-nya. Ia sudah kesal dengan perempuan di hadapan-nya ini, jika ia membalas pertanyaan tersebut mungkin akan lebih merepotkan nantinya.
"Ish! Diem mulu. Punya penyakit bisu akut kayanya."
Dan masih tetap diam. Kanza pun lebih memilih diam juga. Ia sedang mencoba mencari bahan pembicaraan agar Opal-nya tertarik dengan pembicaraan-nya.
"Eh besok lo bawa pel-an sama ember ya? Gue males bawa." sebelum Kanza membuka pembicaraan sudah didahulukan oleh Nauval.
"Heh? Kok gue sih? Lo bawa ember dong kok lo--"
"Berisik dah! Tinggal bawa aja!"
"ENGGAK!" seperti biasa Kanza akan membantah Nauval dengan berteriak tepat ditelinga Nauval.
"Bisa budeg gue kalo begini." gerutu Nauval yang dibalas tatapan bodoamat oleh Kanza.
"Gue laporin pak satria kalo lo gamau bawa ember nya! Yang kena hukuman kan kita!" jelas Kanza. Nauval yang mendengar -nya langsung meneguk teh manis dihadapannya.
"Kita? Ini semua gara-gara lo, bukan gue. Seadainya jari kaki burik lo itu gak kejepit pintu dan lo ga mohon-mohon minta tolong dan terpaksa gue dobrak karna kekunci didalem, semua ga akan kaya gini."
"Salah lo lah, ngapain lewat situ?"
"Itukan jalan umum" sanggah Nauval.
"Yaudah. Gue juga kan karna musibah!"
Nauval terdiam. Bener juga sih, Batin-nya.
"Iyalah gue mah emang bener." seakan tau isi batin Nauval, Kanza mengatakan hal tersebut.
"Ck! Sono lo pergi! Bawa tuh kopi putih lo. Gue mau ke kelas"
"Ikutttt" rengek Kanza.
"Najis banget sih! Berenti ikutin gue."
"Gakmau!"
"Kalo masih ngikutin gue, gue buang white coffee lo!"
"Yaudah buang aja"
Nauval berdecak pasrah. "Terserah lo aja deh!"
Kanza ternsenyum senang.
***
Sepulang sekolah, Kanza langsung menuju dapur. Karna mama-nya sedang tidak dirumah, terpaksa ia membuat white Coffee-nya sendiri.
Tanpa kopi putih ini, Kanza bagaikan hampa tidak berasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
K A N Z A
Teen FictionKanza seorang gadis biasa penyuka White Coffee di Pagi hari. Hobby membaca buku Novel remaja, bersifat ceria dan cenderung ceplas ceplos. Bertemu dengan Nauval Prahardi, si pendiam yang bicara seperlunya, ketus dan sangat membenci sosok Kanza. Mampu...