Don't Lie To Me

3.2K 61 5
                                    

Happy Reading!

---

Author POV

Dalam waktu kurang dari satu jam, Nina sudah berada di apartemen Rendra dan teman-teman bandnya. Ongkos taksi tadi telah menelan uang jajannya selama sebulan. Dia bertekad akan meminta gantinya pada Rendra, karena cowok itu yang memintannya ke sini. Nina segera berlari ke arah lift, dan menekan tombol angka 12, lantai di mana apartemen Rendra berada. Dia mengetuk-ngetukkan jarinya mencoba menghilangkan kepanikannya dan bertanya-tanya, keadaan seperti apakah yang akan ditemuinya? Begitu pintu lift terbuka, Nina segera berlari ke arah apartemen Rendra dan segera memencet panel bernomor, menekan password keamanan yang sudah dihapalnya diluar kepala.

"Ren?" panggilnya begitu berhasil masuk ke dalam. Spwertinya tidak ada tanda-tanda  kehidupan. Keadaan di dalam apartemen sendiri  benar-benar seperti kapal pecah. Baju -entah kotor atau bersih-berserakan di lantai, di atas sofa, bahkan  nyasar di atas TV. Piring-piring kotor bertumpuk, menjadi satu dengan sampah di dalam wastafel. Kepanikan Nina hilang sesaat melihat kekacauan yang membuat tangannya gatal untuk membersihkan.

"Dasar cowok," gumamnya, kemudian sadar akan tujuan utamanya ke sini. "Di mana si manja itu? Kamu di mana Ren?"

Tak lama Nina terkejut saat pintu kamar mandi dekat ruang TV terbuka dan muncul Rendra dari dalamnya.

"Sudah datang?" gumam Rendra pelan. Terlihat dari raut mukanya yang menahan sakit. Cowok itu berjalan pelan dan membanting dirinya di sofa. Dia merasa, tubuhnya seperti tak bertulang. Benar-benar lemas. Nina berjalan ke arahnya, menatap Rendra dengan seksama. Kali ini-Nina rasa-Rendra benar-benar sakit.

"Kamu, beneran sakitnya? Nggak bohongan, kan?" tanya Nina mencoba meyakinkan. Rendra tak menjawab dan hanya menutup matanya, kesal dengan pacarnya yang masih tidak peka. Keringat dingin terus mengalir dari keningnya. Nina mengambil tempat yang tersisa di samping Rendra, menatap dalam wajahnya yang terlihat pucat. Kantung mata Rendra bahkan terlihat cekung, dan berwarna gelap.

"Kamu kenapa?" tanya Nina pelan, sedikit iba. Rendra membuka matanya perlahan.

"Diare," Jawabnya pendek, diikuti tawa Nina yang meledak.

"Hahahahaha!" tawanya terpingkal-pingkal, hingga dia harus terduduk di lantai saking gelinya. Rendra mendesis kesal. Benar-benar kesal. Disaat dia harus menahan sakit di perutnya, pacarnya terlihat bahagia karena diare yang dialaminya.

"Apanya yang lucu?" sinis Rendea.

"Hahahaha. Ya ampun! Seorang Rendra Tanjung yang selalu terlihat perfect, yang selalu menjadi seorang Casanova di semua cerita fanfiction terserang penyakit diare? Ya ampun, ini benar-benar berita yang bisa membuat derajat ketenaran kamu turun hingga ke titik nol!"

"Aku nggak peduli," Lagi-lagi jawaban pendek, berhasil membuat Nina berhenti tertawa. Ternyata Rendranya benar-benar sakit, batin Nina. Kalau dia sehat, harusnya Rendra berteriak atau bahkan menjitaknya. Kali ini dia hanya diam. Yah, dia benar-benar sakit.

"Maaf, Ren," ujar Nina dan tersenyum. "Ternyata kamu benar-benar sakit," Lanjutnya.

"I told you before."

"Baiklah, sekali lagi aku minta maaf karena nggak percaya sama kamu. Tapi, sejak kapan kamu diare?"

"Tadi malam,"

"Kau masih ingat apa yang kamu makan sebelum sakit perut?"

Rendra menggeleng lemah. "Nggak tahu, udah nggak ingat"

"Udah berapa kali kamu ke kamar mandi?" Tangan Nina bergerak menyeka keringat Rendra di ujung dagu.

"Nggak kehitung,"

DiarrheaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang