Part 6

335 3 0
                                    

Malam itu Dirga yang pindah tidur ke kamar Nory agar Nory tak perlu dipindahkan dari kamarnya. Pagi-pagi sebelum subuh tiba-tiba terdengar ketukan pelan di kamar Mama.

"Mah...mah..." suara lirih memanggil.

Mama berdiri dari simpuhannya di tahajjud, membuka kamar. Didapatinya Nory memegang celana dalamnya.

"Mah, kok ada coklat-coklat ya?" tanyanya sambil menunjukkan yang ada di tangannya. Mama tersenyum. Nory memang sudah diajari mengenai haid, tetapi karena ia belum pernah mengalaminya sendiri, ia tetap saja belum terlalu mengerti. Tanpa banyak berkata mama mengambilkan pembalut wanita dan menunjukkan ke Nory bagaimana menaruhnya.

"Kamu gak usah sekolah dulu ya hari ini? Gimana rasanya sekarang?" kemarahan mama kemarin karena suara Nory yang tinggi sudah hilang semua.

"Aku pusing..."

"Mungkin karena kamu dehidrasi. Minum aja yang banyak hari ini."

"Mah...maafin Nory ya?"

Mama tersenyum. Nory memang paling emosional dari semua anak-anaknya, tetapi ia juga paling mudah minta maaf dan mengakui kesalahannya.

Ketika hampir semua isi rumah pergi ke kegiatannya masing-masing, neneknya yang baru pulang dari berjalan pagi mengetuk kamarnya.

"Nory, ayo dulu kau temani opungmu ini."

"Kemana, Pung?"

"Kita datangi dulu tetangga kita itu, Bu Dewi di Jl. Martimbang III. Anaknya kemarin sore meninggal, tenggelam di kolam renangnya."

"Inna lillahi wa inna ilaihi roji'uun! Ayo, Pung." Nory bergegas memakai baju yang lebih rapih.

Setelah ia keluar, ia mendapati opungnya sedang memakai songkok. "Pung, anaknya bu Dewi itu bukannya masih kecil ya? Yang cantik banget itu kan? Destri, bukan?"

"Iya, baru empat tahun. Kasian kali..." Opung Dirga menjawab dengan logat Medan kental.

"Mama gak ikut, Pung?"

"Mamamu tadi pagi-pagi sesudah mengantar saudara-saudaramu mau ke Kemchik katanya. Tak tau dia tentang Deasy ini meninggal. Opung baru tahu waktu tadi jalan pagi bertemu dengan para tetangga."

Nory dan Opungnya berjalan kaki menuju rumah bu Dewi. Perasaannya bercampur aduk. Betapa patah hatinya perasaan ibu muda ini, pikir Nory. Setau Nory, Deasy anak satu-satunya keluarga itu. Kalau dia pulang dari sekolah ia kerap melihat Deasy bersepeda di jalan ditemani dengan pembantunya. Ia masih terbayang rambut ikal keriting yang menggantung sampai ke bahu. Pipinya masih tembam, bibirnya kecil mungil. Lucu sekali Deasy ini.

"Nory, kau pikir bu Dewi ini memilih gak kehilangan anaknya sekecil itu?" Pertanyaan opungnya memecahkan diam dan perjalanan pikiran Nory.

"Ah! Kaget aku, Pung. Maksud Opung?"
Tanpa terusik Opungnya bertanya ulang, "Maksud opung, kau pikir bu Dewi itu pingin gak anaknya meninggal sekecil itu?"

"Ya gak mungkinlah, Pung! Mana ada orang tua normal yang pingin anaknya meninggal."

"Iya...gak mungkin, kan? Jadi kau pikir gimana?"

"Mmm...ya...bu Dewi dan keluarganya lagi dicoba dengan musibah yang besar."

"Kelihatannya musibah dari luar, ya Andung?"

"Tentu aja musibah dong, Pung. Masa karunia kalau kehilangan anak sendiri? Mana ada karunia seperti itu?" Tukas Nory.

"Gimana kalau anak itu besar lalu jadi seperti Hitler, kau pikir itu karunia juga gak?"

"Ngg..." Nory tak bisa menjawab.

"Andungku, kita tak pernah tahu yang mana karunia yang mana musibah. Lebih sering, kita tak perlu tahu. Yang kita perlu tahu adalah gimana menghadapi cobaan yang sedang mendatangi kita. Kau sendiri, lagi didatangi cobaan, benar tidak?"

Jalan Nory terhenti. Iya menatap punggung Opungnya yang tak berhenti berjalan.

Selesai melayat waktu sudah merambat siang. Bertahun sesudahnya Nory ingat sekali bahwa hari itu hari Kamis. Di jalan kaki pulang, Opungnya yang memang impulsif tiba-tiba berkata, "Nory, telepon dulu mama kau itu. Minta izin, boleh gak kau kuajak ke rumah temanku di Bogor. Ada teman Opung punya kebun disana, sudah lama Opung tak melihatnya. Aku ajak kau dulu. Kalau boleh, tak perlu dulu kau sekolah besok."

Nory pun menelepon mamanya lewat hpnya. Ia sih merasa senang-senang saja tak usah sekolah besok. Bertualang bersama opung. Hmm...seru juga mungkin ya?

AKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang