Chapter 3: Who Are You?

166 31 21
                                    

"Tidak mungkin!!!" teriakku secara tiba-tiba dan membuka mata secara sigap dengan jemari tangan kanan mencengkeram kuat kain tebal yang menyelimuti tubuhku. Suara derap langkah kaki berhambur mendekati. Ku kerjap-kerjapkan mata dan melihat sekeliling yang serba berwarna putih, satu ranjang tanpa penghuni berdiri kokoh tepat di samping kanan ranjang yang ku baringi. Terdapat juga kursi panjang yang terlihat empuk-sayang jika tak diduduki-bertengger di atas lantai sebelah kiri, tepat di bawah jendela besar. Pandanganku kembali fokus pada orang yang berada di samping kananku, membelakangi ranjang tanpa penghuni itu.

Tangan kiriku terasa tergenggam erat, sesosok gadis yang memakai baju berwarna jingga dengan wajah tak begitu asing lagi dan sesosok pria berbaju biru dengan tubuh super jangkungnya berdiri melihatku dengan ekspresi penuh kekhawatiran. Infus menancap di telapak tangan kananku, hmm... terasa sangat ngilu. Mataku terus menyelidik, dimanakah ini. Terlihat dari jendela, seorang berpakaian serba putih yang tak asing di mataku, suster tengah berlari-larian di luar ruangan. Aku di rumah sakit?

"Apa kau baik-baik saja Sang Mun?" tanya sang gadis, otomatis pandanganku sontak mengarah padanya. Dia melihatku begitu cemas, wajah pucat pasi penuh kekhawatiran.

"Ne." Aku mengangguk ringan mengiyakan, bercampur dengan perasaan bingung hingga tak terasa dahi ini mengkerut.

"Akh kau-" gerutu sang pria berbaju biru itu sembari mengacak-acak rambutnya, dengan ekspresi penuh kecemasan. Aku hanya terdiam menatapnya penuh keanehan seperti biasa. Matanya memerah dengan kantung mata menghitam di bawahnya, wajahnya pucat. Sesekali terdengar mendesah kesal dengan mengacak-acak rambutnya yang sudah kusut menjadi makin kusut.

"Eoh Sang Mun, kau membuat kita cemas," ucap si gadis memasang wajah sinis namun masih bercampur dengan ekspresi khawatirnya.

"Sang Mun, apakah kau tidak merasakan sakit atau pusing sedikit pun?" timpal seorang gadis berbaju coklat yang baru saja masuk bersama dengan seorang pria berbaju putih. Dengan tangan mereka yang sibuk membawa beberapa plastik hitam, kemudian mendekat ke arahku setelah meletakkan beberapa plastik itu ke sofa empuk tadi.

Mengingat-ingat kejadian sebelumnya, mendadak kepalaku terasa pusing dan berat, bahkan aku tidak mengingat mengapa bisa berada di sini.

"Kenapa kau hanya diam?!! Aiisshh... katakan sesuatu Lee Sang Mun!" si pria berbaju biru yang kulihat berdiri semenjak terbangun angkat bicara, mengeraskan rahangnya kesal. Rupanya ia bisa berekspresi seperti itu juga, pikirku. Semua menatapku, Apa yang telah terjadi? Tak lama kemudian beberapa keping memory masuk ke otakku, yang teringat hanya saat aku melihat sosok pria itu langkahku tak bisa terhentikan hingga sesuatu menghantamku bersamaan terdengar suara benda pecah. Ah ya aku ingat, tapi entah apa yang tiba-tiba menghantamku itu.Terlintas sebuah ide membuatku menyeringai sekilas.

"Kalian siapa?" tanyaku, berhasil membuat mereka terkejut dan sejenak tak bergerak bagai patung hiasan yang berada di museum atau sedang memainkan miniatur challange.

"Apa!!!" pekik mereka serempak membuatku terlonjak. Ya, sepertinya mereka bisa mendaftar Ekstrakurikuler paduan suara.

"Oh. Tidak, tidak, mungkin aku hanya salah mendengarkan," ucap Pria yang berbaju biru, tiba-tiba mengingatkanku pada insiden di suatu tempat.

"Apa kalian mendengar ada yang berbicara?" ucap gadis yang duduk dengan memegangi telapak tanganku juga pura-pura tidak mendengar. Ini sungguh sangat konyol, mereka memang jauh dari kata waras, pikirku dengan menahan tawa. Bagaimana bisa seorang teman bersikap seperti itu disaat temannya tiba-tiba lupa siapa mereka.

Dear My GhostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang