The Day Strange (2)

141 30 20
                                    

"...atau bisa disebut fase dimana kau akan mengetahui apa arti pertemanan sejatinya. Meski semua jauh dari kata nyata. Meski semua jauh dari indra pengrasa. Masihkah kau beranggapan jika pertemanan kental selalu berawalan dengan pertemuan pertama yang terlihat indah?
Ahaha, tidak semuanya."

***

  "Apa saja yang dia ambil?" tanya Halmeonie cemas pada pekerjanya, kulit keriputnya yang pucat mulai terbasahi peluh. Dahi mengkerut dengan getaran-getaran yang sedikit menggoncangkan area pipinya, mungkin evek terlalu syok sehingga gemetar.
 
   "Beberapa setel baju yang termahal dan uang." jawab salah satu pekerja yang juga terlihat panik sembari meletakkan ponsel genggam pada telinganya, jemarinya menggenggam erat ponsel itu, sedangkan mulutnya berkomat-kamit menunggu jawaban dari sebrang sana, entah siapa yang ingin ia telfon.

   Para pembeli merasa ketakutan sehingga meninggalkan tempat ini segera. Halmeonnie merasa kecewa atas kejadian ini,  ucapan maaf tak luput beliau lontarkan pada pelanggannya atas kejadian yang pastinya membuat mereka merasa terganggu. Sedangkan aku, merasa khawatir pada Kun Hee. Bagaimana jika pencuri itu membawa pisau dan menusuknya? Aah itu terlalu mengerikan, seperti drama saja.

   Entah sudah beberapa menit, pikiranku semakin berasumsi entah kemana arahnya. Terlihat seorang pria bermantel biru tua setengah berlari dengan langkah khas yang pasti. Dari cara dia melangkah seperti itu, ingatanku kembali pada drama-drama yang sering ku lihat, barisan-barisan para tentara dengan balutan seragam ketat hingga membentuk postur tubuh tegas yang berlarian di lapangan. Eh, aiissh, Kau ini apa-apaan Lee Sang Mun dasar bodoh, aigo. Gerutuku menyadari kekonyolan ini. Sosok pria itu makin mendekat dengan langkahnya yang menuju pada tempatku berdiri. Yaa ... Siapa lagi, dia Kun Hee. Tanpa basa-basi segera ku menghampirinya. "Apa kau tidak apa-apa? bagaimana pencurinya? Dimana pencurinya?" tanyaku bertubi-tubi. Kun Hee melesat  dengan senyuman yang mengembang di bibirnya menghampiri sang Nenek. "Dia. SANGAT MENJENGKELKAN!" umpatku. Serasa sesuatu menutup telingaku yang panas ini, mungkin efek geram. Pria itu, sepertinya mengerjaiku hingga bersikap sagat menjengkelkan. Tanganku meremas kuat ujung bajuku, menahan kekesalan. Bagaimana tidak, sedari tadi aku yang menghawatirkannya hingga menunggu seperti orang gila disini, tp sikapnya acuh seperti itu.

   Mataku melirik kilat kearah dimana pria itu berdiri saat ini, "Apa benar ini barangnya? Baju dan Uang. Coba di hitung kembali, si Pencuri sudah berhasil di amankan oleh Security," jelas Kun Hee yang kemudian melirik ke arahku sekilas yang kubalas dengan memalingkan wajah dengan ekspresi kesal dan melesat pergi. Nenek mengambil barang di tangan Kun Hee dan menyuruh pekerjanya mengecek kembali.

   Umm, mengenai tuduhan pencurian pada kami...

   Terlihat senyuman mengembang diantara wajah pucat pasi bercampur peluh yang menempel di kulit yang mulai keriput. Sepertinya keberuntungan memihak kami, mereka percaya jika kami tidak melakukan apa yang mereka pikirkan. Kun Hee memberi aba-aba untuk pergi, kepalanya ia gerakkan dan matanya menatap sekilas menuju pintu keluar. Tanganku mengulurkan sebotol mineral di hadapan nenek pemilik toko itu—botol mineral yang sempat ku beli setelah Kun Hee datang dan memberi kabar jika sang pencuri berhasil diamankan—manik mata sang nenek melirik botol itu dengan wajah datar, seperdetik kemudian terlihat senyum mengembang pada segaris bibirnya membuat perasaanku lega. Kun Hee berdehem mengisyaratkan, segera saja kakiku melangkah alih-alih menatap antara sang nenek dan Kun Hee.

   "Tunggu, hei anak gadis siapa namamu?" tanya Nenek.

   Seketika kami berdua berhenti melangkah. "Naega? Conun Lee Sang Mun-ieyo imnida (Saya? Saya adalah Lee Sang Mun), " ucapku bingung.

Dear My GhostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang