Chapter 4: When the story starts

128 18 18
                                    

'Jika aku terjebak, aku masih bisa menemui seseorang yang ku anggap bisa membantu. Bahkan, beberapa orang sekaligus. Tapi, kau. Kau seakan terjebak bersamaku disini. Kau hanya bisa menampakkan dirimu padaku. Seakan aku mengurungmu, seakan kau mendekam di jeruji kehampaanku.Lalu, bisakah aku mengeluarkanmu jika lupa bagaimana caranya? '


   "Coba kau lihat danau itu," ucap Sera menunjuk sebuah danau indah dan terdapat Restoran tepat berada di tepi kanan danau, lampion-lampion kecil yang mengelilinginya gemerlapan secara serempak. "Indah sekali," gumamku. Suara isakan terdengar tiba-tiba. Kontan mata ini melihat Sera, aku setengah tidak percaya, bahkan aku tidak pernah melihatnya seperti itu.

   "Sera, apa kau menangis?" tanyaku berbisik. Dia hanya diam dengan isak tangisnya membuatku semakin penasaran apa yang akan ia tunjukkan padaku kali ini. Ku pegang bahunya yang terus berguncang hebat. "Mengapa kau seperti ini?" Kulihat lagi Danau yang cukup luas itu. Mungkinkah terdapat kenangan yang sangat menyakitkan? Ku lihat lagi ke segala arah hingga terhenti pada sebuah pohon besar di tepi Danau. Seketika aku terperanjat melihat sosok berdiri di sana, cahaya remang-remang dari lampion membuat pandanganku tidak begitu jelas, tapi samar-samar ku melihatnya, nampak seperti bentuk manusia. Perlahan lagi ku telusuri atas sampai bawah memastikan dia manusia atau bukan.

   'Ya, sepertinya tak salah lagi, itu bentuk tubuh manusia'. Batinku bergejolak berperang dengan sosok itu. Secepatnya ku pandangi wajahnya memastikan seperti apakah ukiran bentuknya, memandangnya lekat-lekat. Kurasa wajahnya tak asing lagi. Memutar otak lagi siapa yang persis memiliki ukiran wajah seperti itu.

   Telingaku terfokus kembali pada Sera yang terisak-isak. Hingga otak serasa terpecah belah menjadi dua kubu, kubu satu memikirkan keanehan Sera dan kubu ke dua memikirkam siapa sosok itu yang memandang ke arah kami sedari tadi.

   'Ah iya, ingat aku mengingatnya. Sosok itu dia, dia yang duduk di taman, si pria bangku taman. Dari postur bagian kepala dan tubuhnya begitu khas bak orang-orang pebisnis yang super gagah. Tapi bagaimana bisa dia disitu? Hmm... Soal dia yang menyuruhku membantunya, apakah sebegitu menyakitkannya posisi yang ia jalani? Apa benar dia masih hidup atau hanya hantu penasaran yang tidak bisa menerima jika garis kehidupannya hanya cukup sampai hari dimana dia meninggal. Ataukah... Aakh Sangat rumit,' celoteh batinku.

___

   Sesampai di rumah, Sera segera pergi ke kamarnya tanpa menjelaskan apa yang sudah terjadi, bahkan sepatah kata pun dia enggan. 'Mungkin dia membutuhkan waktu untuk sendiri,' batinku meredahkan rasa penasaran yang berkecamuk. Segera melangkah ke ruangan di sebelah kamar Sera, tentu saja kamarku.

   Waktu terus berjalan, merebahkan tubuh dan memejamkan mata serapat mungkin namun aku masih saja tak dapat tertidur pulas. Ku rapatkan selimut untuk menutupi seluruh tubuhku, hingga terasa hangat di malam yang dingin ini. 'Uukkh hari ini merupakan hari teraneh bagiku, Sera dan tentang Hantu itu. Kira-kira saat ini dimana hantu itu? apakah dia sedang menangis juga di alam lain? Apakah dia masih di pohon bedar tadi?' pikirku, dengan jemari mengusap-usap mata yang tak kunjung terpejam. Mungkin lebih baik aku melakukan suatu hal, pikirku. Menyingkap selimut kemudian menurunkan kaki mengubah posisi menjadi duduk dan memikirkan apa yang harus di lakukan.

   "Apa kau merindukanku?" suara aneh terdengar begitu saja. Segera memastikan ke arah asal suara secara refleks, kosong. Hanya benda padat yang tertata rapi berjajar dan menumpuk. Tiba-tiba terdengar angin berhembus kencang dari luar, mengobrak-abrik benda luar hingga terdengar gemersik bergesekan satu dengan yang lain.

  WUUUSSSHH...

   SSRRAAASSSHH...

   BRRAKKK!!!

Dear My GhostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang