"Mama, maafin Adek ya..kalo selama ini sering bikin salah sama mama. Selamat idul adha mama."
"Adek ndak pernah bikin salah sama mama. Adek selalu jadi anak mama yang baik dan paling manis. Selamat idul adha juga ya nak. Adek shalat di mana tadi?"
"Adek shalat di istiqlal ma, tadi sama-sama bang Elang"
"Syukurlah ndak sendiri. Adek sudah makan?"
"Sebentar lagi ma, adek baru masak nasi. Mau dimakan sama rendang yang mama kirim. Rendang paling enak sedunia."
Mama tertawa renyah di sebrang sana. Sungguh aku rindu mama."Mama sama siapa di rumah? Papa ada ma?" tanyaku kemudian.
"Papa ada. Lagi makan sama Opik."
Opik itu adalah adikku satu-satunya. Yang sedang kuliah dan tinggal di ibu kota propinsi."Nak, ini papa," terdengar suara papa dari seberang telvon.
"THR untukku mana un?" celetuk Opik sebelum aku sempat menjawab papa."Papaa, selamat idul adha pa, maafin adek ada salah ya pa."
"Sama-sama nak, selamat idul adha. Adek dimana?"
"Di kosan pa.""Uunnn..."
Teriak Opik ga sabar menunggu ku bicara sama papa.
"Opik berisik ihh. Iya iyaa.. Nanti Uni kirim, buat beli pulsa.""Dih, buat beli pulsa un? Maunya sepatu un."
Dan itulah Opik, adikku satu-satunya. Dia biasa pulang ke rumah satu bulan sekali atau kalau libur seperti sekarang. Sama seperti aku dulu saat masih tinggal untuk kuliah di ibu kota propinsi.Selesai telvonan sama mama, papa dan Opik aku sibuk ngetik sms dan mengirimkannya ke saudara-saudara dan teman-teman buat mengucapkan selamat idul adha.
Kini malam datang menjelang, langit jakarta terlihat mendung, alunan suara takbir mengalun indah dari corong-corong masjid. Sahut menyahut di udara. Dingin merasuk ke tulangku. Tiba-tiba sepi. Sangat sepi. Namun sepi belum mengalahkanku. Aku masih tegak berdiri. Masih kokoh di atas pijakanku.
Aku melangkah ke kamar, meringkuk dalam selimut dan memejamkan mata. "Besok akan lebih baik" lirihku.
Hari ini hari minggu. Aku janjian sama Elang. Ia akan menjemputku dan kami akan menghabiskan hari bersama.
Semenjak kami sama-sama tinggal di Jakarta, bagiku Elang bukan hanya sekedar pacar seperti dulu. Tapi ia juga sahabatku di perantauan.
Bagaimana aku melihatnya tidak hanya sebatas aku adalah perempuan yang jatuh cinta padanya sebagai lelaki 4 tahun lalu. Elang bagiku sekarang lebih dari itu. Elang adalah partnerku. Ia adalah sandaranku. Itu bukan dalam artian aku berhak menyusahkannya karena aku perempuan dan ia adalah laki-laki, dan kekasihku. Jelas aku datang ke kota ini bukan untuk bergantung hidup padanya. Toh aku yang lebih dulu menginjakkan kaki di Jakarta. Aku yang lebih dulu menggantungkan cita-citaku di antara deru suara kendaraan yang semakin menyempitkan kota besar ini. Tetapi ketika Elang akhirnya memutuskan untuk datang ke kota ini. Aku yakin ia punya cita-cita yang lebih besar dari sekedar ingin dekat denganku. Aku merasa harus berjuang bersama-sama dengannya.
"Dek, aku di bawah."
Bbm Elang pukul 09.00 pagi. Ku patut diri sekali lagi di depan cermin. Lalu ku ambil helm dan melangkah keluar menemui Elang."Kita kemana bang?"
Tanyaku sambil naik ke motornya."Kamu pengen kemana?"
Tanyanya kemudian menjalankan motor."Sarapan dulu yuk"
"Yuk"
Elang melajukan motornya ke sebuah tempat makan di daerah Jakarta selatan. Kami sama-sama sarapan nasi goreng.Setelah perut terisi penuh, aku mengajak Elang ke toko buku. Ada novel yang ingin ku beli. Aku memang suka sekali ke toko buku dan betah berlama-lama di situ. Tetapi Elang tidak. Jadi jika aku ke toko buku bersama Elang maka itu benar-benar sekedar beli buku lantas keluar. Tanpa berlama-lama baca di tempat.
Aku memilih toko buku di daerah matraman. Setelah Elang memarkirkan motornya kami melangkah menaiki tangga menuju lantai dua. Hamparan novel-novel yang tersusun rapi memanjakan mataku. Aku sudah lama berniat, kelak jika aku punya rumah di kota ini, aku ingin sekali punya perpustakaan pribadi.
Aku langsung menuju rak buku tempat novel-novel Indonesia Bestseller, sesampai di rak yang di tuju mataku langsung menangkap novel yang ku maksud dan memasukkannya ke tas belanjaan.
Elang terlihat nyaman-nyaman saja meski tidak seantusias aku. Ku maklumi, toh setiap orang berhak menyukai atau tidak sesuatu.
Aku berkeliling sejenak. Melihat-lihat novel lainnya. Setiap karya yang lahir dari tangan-tangan manusia. Kurasa, beruntunglah mereka para penulis. Banyak orang yang susah-susah mencari telinga-telinga untuk mendengar kenyataan. Tetapi bagi penulis, orang-orang akan membayar untuk membaca apapun yang ia ingin tulis sekehendak hatinya. Bahkan jika itu bualan sekalipun.
Selesai berkeliling dan mendapat tiga novel yang ingin ku beli kami menuju kasir.
Alangkah terkejutnya aku, siapa yang kulihat itu, berdiri mengantri di depan kasir? Benarkah dia? Dari semua tempat yang ada di bumi, dari semua tempat yang ku pilih untuk ku tinggali, kenapa di tempat ini ku dapati dia?
Seketika tubuhku lemas. Aku khawatir kemunculannya lagi membuatku meninggalkan mama lebih jauh lagi. Jelas aku belum bisa pulang sekarang. Mama, kuatkan aku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sekotak Kecil Rindu
General FictionBila esok datang kembali, aku ingin pulang, ke tempat dimana aku selalu ingin kembali.